Menyoal Urgensi Pelayanan Administrasi Kependudukan Transgender

- Jurnalis

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 11:50 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Yusuf Blegur

Fenomena transgender pada beberapa artis seperti Dorce Gamalama, Lucinta Luna dll. belum bisa ditempatkan sebagai gejala umum yang bisa dijadikan dasar perlunya pemerintah mengeluarkan regulasi terkait itu. Trend artis yang melakukan transgender itu berbeda dengan Aprilia Manganang atlit voli nasional yang dinyatakan sebagai lelaki. Aprilia Manganang yang dikenal sebelumnya sebagai seorang atlit perempuan dan kini menjadi prajurit TNI AD, dinyatakan mengalami kelainan medis berupa hispopadia yaitu kelainan bentuk kelamin yang kerap dialami bayi laki-laki saat dilahirkan.

Mengacu pada UU No. 24 Tahun 2013 juncto UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk bahwa semua penduduk WNI harus didata dan harus punya KTP dan Kartu Keluarga agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, misalnya BPJS dan bantuan sosial. Seperti yang tertuang pada laman berita Dirjen Dukcapil Kemeterian Dalam Negeri RI, https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/730/dirjen-dukcapil-tidak-ada-kolom-jenis-kelamin-transgender-di-ktp-el.

Kebijakan administrasi kependudukan termasuk bagi komunitas transgender sudah ditetapkan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri RI. Maka tidak ada pilihan lain bagi jajaran pemerintahan terkait dibawahnya untuk meneruskan aturan itu sampai ke tingkat teknis.

Namun ada beberapa hal yang prinsip yang perlu ditelaah kembali menyangkut persoalan sosiologis dan kemanusiaan itu. Terutama penentuan perubahan jenis kelamin yang nanti terdata dalam KTP dan Kartu Keluarga. Seiring itu dasar hukum turunannya juga harus diperhatikan, seperti keputusan pengadilan agama yang sudah incracht dan UU perkawinan.

Mengapa persoalan transgender menjadi penting untuk dibahas?. Karena bukan hanya terkait soal pelayanan administrasi kependudukan saja, namun ada aspek sosial budaya dan sosial hukum yang melingkupinya.

Pertama, sangat disayangkan kebijakan itu seperti tidak transparan, tidak melalui proses pelibatan institusi dan lembaga representatif yang berwenang dan kompeten, sosialisasi yang luas dan menyediakan ruang pendapat, saran dan masukan dari masyarakat menyangkut isu transgender. Bahkan seharusnya ada fatwa ulama yang mendasari boleh atau tidaknya aturan itu berlaku.

Sejauh ini kita belum tahu apakah MUI dan kelembagaan organisasi keagamaan lain, seperti NU Muhammadiyah, dan sejenisnya lintas agama, maupun para ulama, tokoh pendidikan, para pakar sosiologis dan para ahli pendidikan, psikologi, kebudayaan dan sebagainya, sudah dilibatkan.

Baca Juga:  Dariyanto Klaim Andi Salim Izinkan Pelaksanaan Vaksinasi Massal di DPD Golkar Kota Bekasi

Selain itu akomodasi pelayanan hak-hak kewarganegaraan, tidak boleh serampangan dan begitu mudahnya dikeluarkan pemerintah. Sama halnya dengan isu lain semisal legalisasi ganja dan jenis narkotika lain, lokalisasi perjudian dan pekerja seks komersil dan LGBT, penerapan gaya hidup seks bebas dll. Pemerintah harusnya lebih jeli dan hati-hati menerapkan kebijakan yang dituangkan dalam UU. Harus bisa melewati dan memenuhi unsur kearifan budaya dan keagamaan masyarakat. Apalagi terkait peraturan administrasi transgender ini bisa menjadi pintu masuk berlakunya perilaku LGBT dan kehidupan seks bebas.

kedua, mutlak harus ada analisa dan kajian tentang apakah produk aturan itu lebih banyak membawa kemaslahatan atau malah menimbulkan kemudharatan yang luas di masyarakat. Jangan sampai kemudahan penerapan sistem yang bersumber dari konsep liberalisasi dan sekulerisme barat itu, menghancurkan ketahanan sosial dan budaya bangsa. Tidak semua produk globalisasi itu bisa diterima adab ketimuran dan ditelan mentah-mentah oleh regulasi kebijakan pemerintah.

Melihat masih berlakunya kebijakan otonomi daerah. Pemerintah daerah mulai dari provinsi hingga kota dan kabupaten. Jika menyimak lebih jauh dan menyelami persoalan lebih dalam secara substansi, maka pemerintah daerah dan unsur masyarakat bisa menolak dan mendorong pembatalan aturan tersebut kepada pemerintah pusat dalam hal ini dirjen dukcapil. Kalau ternyata diskursusnya menemukan persoalan trangender lebih kuat pada adanya indikasi penyakit sosial atau penyimpangan perilaku apalagi menjadi polarisasi kehidupan seks bebas. Sangat memungkinkan melalui masyarakat dan otoritas terkait bisa meninjau kembali aturan administrasi transgender tersebut. Jangan sampai juga jika dibiarkan terus dampaknya lebih luas dalam negara yang mayoritasnya umat Islam ini.

Baca Juga:  Saatnya Rakyat Lawan Rezim Dzolim, Wujudkan Kedaulatan yang Sesungguhnya.

Apakah fenomena transgender ini hanya terjadi kasuistik atau bisa menjadi trend dalam dinamika sosial masyarakat. Dikhawatirkan transgender akan menjadi persoalan jika bertransformasi menjadi perilaku yang menyimpang dari aspek sosial lazimnya. Keinginan melakukan perubahan status kelamin bukan pada persoalan semata kebutuhan seseorang yang didorong oleh faktor psikologis-fisik, pertumbuhan dan perkembangan hormon seksualitas, maupun pengaruh lingkungan dan pendidikan yang menjadi pranata sosialnya. Semua kondisi itu memang menjadi bagian dari proses naluri dan alami yang terjadi pada tertentu berlakunya proses transgender.

Melainkan menjadi persoalan serius tatkala proses trangender menjadi disfungsi dan penyakit sosial pada seseorang. Jika itu terjadi, pada akhirnya transgender menjadi gaya hidup dan bertentangan dengan norma-norma sosial dan keagamaan. Terlebih pada konsep Islam yang ketat dan tegas bertentangan dengan transgender. Sehingga regulasi UU transgender itu dapat dikaitkan sebagai upaya melegalisasi apa yang dilarang dalam agama Islam. Dalam dinamika dan eskalasi tertentu, bisa jadi memunculkan asumsi publik ini menjadi bagian dari proses deislamisasi, mengingat transgender dan LGBT bertentangan dan dilarang dalam ajaran Islam.

*Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari

Berita Terkait

Dirgahayu Kabupaten Bekasi ke 73, Semoga Rakyatnya (bisa) Bahagia dan Sejahtera
PPDB Online Sistem Zonasi, Pemerataan Akses Sekolah Negeri Berbuah Praktek Manipulasi Data
Penolakan Tesis Proporsional Tertutup dalam “Bocorkan Putusan MK”
Kebenaran “Ratio Decidendi” Putusan MK Masa Jabatan KPK Lima Tahun
Gotong Royong Tangkal Hoaks, Jaga Kerukunan di Pemilu 2024
Saatnya Rakyat Lawan Rezim Dzolim, Wujudkan Kedaulatan yang Sesungguhnya.
Nasionalisme, Patriotisme dan Fosil Kepahlawanan
Revitalisasi Sumpah Pemuda 1928 untuk Bela Negara
Berita ini 29 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 4 September 2023 - 09:12 WIB

Tak Mau Kalah dari Pertamina, Ini Harga BBM Terbaru di SPBU Vivo dan Shell Indonesia

Rabu, 30 Agustus 2023 - 05:47 WIB

Ini Dia 10 Aplikasi Pendeteksi Gempa dan Tsunami untuk Android dan iOS

Selasa, 29 Agustus 2023 - 14:56 WIB

Gangguan Massal Terjadi di Platform X, Elon Musk Belum Klarifikasi

Selasa, 22 Agustus 2023 - 14:52 WIB

Ini Dia 10 Penyakit Akibat Pencemaran Udara yang Perlu Diwaspadai

Sabtu, 12 Agustus 2023 - 10:15 WIB

Langit Indonesia Bakal Bertabur Hujan Meteor Perseid Dini Hari Nanti

Senin, 7 Agustus 2023 - 07:51 WIB

Menteri Kesehatan RI Temui Elon Musk Jajaki Akses Internet untuk 2.200 Puskesmas Terpencil

Minggu, 6 Agustus 2023 - 10:38 WIB

Kerap Kencing Sembarangan Hingga Berak Enggak Cebok, Lukas Enembe Bikin Gerah Seluruh Tahanan di Rutan KPK

Sabtu, 5 Agustus 2023 - 20:37 WIB

Gegara ‘Online News Act’ Facebook dan Instagram Blokir Kanada, RI Bakal Menyusul?

Berita Terbaru