JAKARTA – Sebanyak 20 tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meringkuk di rumah tahanan (rutan) Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, mengaku gerah alias tak nyaman dengan keberadaan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe.
Pasalnya, Lukas yang kini disebut sakit itu kerap kencing di celana dan meludah sembarangan.
Keresahan itu terungkap dari surat yang beredar di kalangan awak media, Jumat (04/08/2023). Surat ini ditandatangani oleh John Irfan K dan 19 tahanan lainnya. Selanjutnya diteruskan kepada tim penasihat hukum dan advokasi Lukas Enembe.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain John Irfan, tahanan KPK lainnya juga ikut menandatangani surat itu antara lain; Ricky Ham Pagawak, Mubarak Ahmad, Hasbi Hasan, Ben Brahim S Bahat, Yana Mulyana, dan Andhi Pramono.
Dalam surat itu, John Irfan yang mewakili para tahanan membeberkan bahwa selain kencing di celana dan di tempat tidur serta meludah ke lantai atau di tempat lain, Lukas Enembe juga disebut tidak pernah membersihkan diri setelah buang air besar. Selain itu, ia disebut tidur di atas kasur yang sudah berbau pesing. Sebab, kasur tersebut tidak diganti.
“Kami, para tahanan dengan kesibukan dan beban pikiran kami masing-masing, sudah tidak mungkin untuk menyelesaikan hal-hal di atas,” ujar John yang divonis 10 tahun dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter angkut AW-101 TNI AU 2016 ini.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri ini menjelaskan, meski ada penjaga rutan, namun mereka tidak memiliki kompetensi dan tugas pokok serta fungsi untuk melakukan perawatan dan perhatian khusus kepada Bapak Lukas yang kondisi kesehatannya semakin memburuk.
“Yang paling mungkin kami lakukan adalah berteriak ke penjaga ketika kondisi kesehatan Bapak Lukas menurun,” tutur John.
Bahkan, dia mengeklaim, saat delegasi Komnas HAM datang berkunjung, para tahanan mendapati Lukas dalam keadaan bugil sesudah ngompol di lorong depan kamar isolasi.
“Demi menjaga penampilan bersih rutan, kami dengan tergesa gesa mengganti kasur dan sprei di kamar Bapak Lukas, serta memakaikan celananya, dan kemudian, kami agak menyesali perbuatan baik kami ini,” kata John memaparkan.
Ia mengungkapkan, kondisi Lukas menjadi perhatian para tahanan karena ruang bersama yang digunakan bersama-sama menjadi tidak sehat. Sebab, air ludah yang berceceran di lantai.
“Kursi yang diduduki Bapak Lukas, yang bekas kencing atau kotoran yang mungkin menempel di celana secara tidak sengaja, juga akan dipakai oleh tahanan yang lain. Pemandangan yang tidak bersih ini, mengganggu para tahanan lainnya, dan menimbulkan keenganan untuk menggunakan ruang bersama,” ujar John.
Oleh karena itu, John dan 19 tahanan lainnya meminta KPK agar mengizinkan mereka untuk dapat hidup sehat di Rutan Merah Putih.
“Secara fakta adalah sebuah ruang tertutup, penyakit menular akan sangat mudah menjangkiti setiap orang bila salah satu tahanan terkena penyakit menular tersebut. Apalagi Bapak Lukas menderita penyakit Hepatitis B. Izinkan para penjaga yang bertugas di rutan, menjaga kami yang sehat, dan bukan menjaga tahanan yang sakit, karena mereka memang tidak punya kompetensi untuk itu,” tandasnya.
“Dan tanpa bermaksud mencampuri proses hukum Bapak Lukas, ijinkan Bapak Lukas mendapat pengobatan dan perawatan di rumah sakit, yang lengkap dengan dokter, paramedis, peralatan dan lain-lain,” ujar John seraya berharap.
Kendati demikian, John tak lupa menceritakan bahwasanya para tahanan telah banyak membantu Lukas Enembe yang sudah berada di Rutan KPK selama enam bulan.
“Sesama tahanan telah menolong Bapak Lukas untuk mandi, membersihkan kamar mandi Lukas yang bau pesing, mengganti sprei, dan menyajikan makan Lukas sehari-hari,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Selain itu, KPK juga menjeratnya dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lukas kini tengah dalam proses persidangan menyangkut kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjeratnya. (mar)