JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) menghargai putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi terdakwa kasus pemerkosaan 13 santri, Herry Wirawan.
Dengan begitu, pria tersebut tetap dijatuhi vonis hukuman mati sesuai putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat (Jabar)
“Hukuman untuk Herry Wirawan semoga menjadi pelajaran berharga sehingga kejadian yang sejenis tidak terulang,” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (03/01/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Waryono menjelaskan, hukuman yang telah dijatuhkan sampai pada tingkat kasasi di MA sebagai sebuah ketegasan hakim dan keteguhan penegak hukum.
“Ini juga mengingatkan kepada setiap kita agar tidak berbuat seperti itu. Semoga penegakan hukum atas pelaku kejahatan kemanusiaan, termasuk tindak asusila di lembaga pendidikan, ini bisa memberikan efek jera,” katanya.
Menurut Waryono, kasus Herry Wirawan terjadi sebelum terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kemenag.
Saat ini Kemenag sudah mempunyai regulasi yang mengatur upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
“SOP atas regulasi ini sudah hampir jadi. Kami berharap penerapan regulasi ini akan bisa menekan terjadinya potensi tindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan,” bebernya.
PMA Nomor 73 Tahun 2022 ini, kata dia, akan terus disosialisasikan kepada seluruh satuan pendidikan yang berada di bawah naungan Kemenag.
Satuan pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
“Ini akan kami sosialisasikan agar lembaga pendidikan dapat memberikan pemahaman kepada stakeholder bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan,” tutupnya.