Semua sepakat penanggalan atau biasa disebut kalenderisasi, bahwa awal tahun baru jatuh pada Minggu, 1 Januari 2023. Semua kalender sama dan tidak ada perselisihan pendapat.
Para penjual kembang api, petasan dan terompet sejak seminggu terakhir sudah menyambut keputusan ini dengan meriah.
Walau tahun berganti, yakinlah bahwa matahari tak akan berganti. Mataharinya tetap matahari yang kemarin dan sebelumnya, dan ia akan tetap terbit pagi hari dan tenggelam sore hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jangan kaget kalau esok pagi, orang-orang yang kita temui adalah orang-orang yang sama, dengan gaya yang sama dan sikap hidup yang sama, karena pergantian tahun tidak mensyaratkan adanya perubahan wajah, gaya dan sikap. Bukan tahun yang mengubah, tapi sebaiknya iman dan keyakinan kita.
Semuanya punya harapan, tapi harapan itu sesungguhnya tidak pernah diwajibkan di awal atau di akhir tahun. Harapan itu sesungguhnya pada setiap saat karena sejatinya tak ada saat yang boleh terpisah dari harapan.
Harapan yang baik harus disampaikan kepada Yang Memenuhi Harap (Allah) dengan baik, bukan dengan meniup terompet, berteriak dan bernyanyi, serta melakukan sesuatu yang tidak disukaiNya.
Berdzikir, mengaji dan berdoa dengan penuh khusyu’ adalah cara yang dicontohkan oleh para teladan.
Kegembiraan kita akan tahun baru ini juga harus kita sikapi dengan adil, proporsional yang diselaraskan dengan keadaan ujian sedang dihadapi.
Tahun 2023 seperti diprediksikan banyak kalangan masih akan menjadi tahun yang berat. Meskipun kabut pandemi sudah mulai sirna, virus corona tidak semakin galak, masih akan ada kabut-kabut lain yang akan mengadang.
Kabut-kabut itu, dari sisi ekonomi sudah jelas, tahun ini akan menghadapi tantangan perekonomian yang berat. Resesi ekonomi seiring kondisi global terimbas dari perang Ukraina dan Rusia masih menjadi ancaman serius.
Banyak pihak meramal, ancaman resesi, tingginya inflasi, hingga pengetatan likuiditas akan semakin memojokkan ekonomi banyak negara menuju pelemahan.
Bahkan dibanding dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008, durasi, sebaran dan keparahan krisis ekonomi 2023 berisiko lebih lama dan akut.
Bahkan probabilitas terjadinya resesi di AS sudah mendekati 60 persen, demikian juga di Eropa. Pemicu utama dari kondisi ekonomi AS dan Eropa adalah tingginya harga energi dan bahan makanan, serta kebijakan moneter yang diambil akan semakin mengetat. Kondisi itu akan menjadi tekanan berat bagi perekonomian Indonesia.
Artinya pertumbuhan industri masih akan melambat. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan kesulitan untuk bertahan karena berkurangnya permintaan di pasar ekspor masih akan terus terjadi.
Akhirnya akan berimbas pula pada nasib tenaga kerja yang terpaksa dirumahkan atau bahkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Berat memang!
Belum lagi tahun 2023 ini semakin dekat dengan momentum pesta politik di 2024 yang sarat dengan intrik, virus-virus manipulatif, serta konflik sehingga terkadang melupakan akal sehat.
Ini sebuah tantangan serius bagi bangsa, untuk memberikan makna serta menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang semakin dewasa dalam bersikap.
Dengan kondisi ke depan yang penuh tantangan ini, kita bersama-sama harus lebih banyak tafakur ke dalam. Semoga masih adanya makhluk bumi yang menembakkan kembang api ke langit tidak membuat ‘makhluk langit’ membalasnya dengan menurunkan peluru api dari langit ke bumi.
Semoga yang banyak adalah makhluk bumi yang menaiki tangga-tangga menuju langit untuk kemudian mengetuknya dengan membawa ‘proposal kehidupan’ untuk kedamaian dan kemaslahatan semua makhluk bumi.
Harapannya, kita semua bisa terhindar dari resesi ekonomi, kesulitan, bencana dan musibah, kekurangan bahan pangan, dan konflik di antara anak bangsa.
Tak ada yang bisa memastikan apa yang terjadi selama setahun ke depan. Yang bisa dilakukan adalah berikhtiar melakukan yang terbaik serta menjaga hubungan baik dengan sang pencipta dan terakhir ikhlas atas segala ketentuanNya.