Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur tugas dan kewenangan Bawaslu sebagaimana pada Pasal 22B “Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan meliputi (a) menyusun dan menetapkan peraturan bawaslu dan pedoman teknis pengawasan untuk setiap tahapan Pemilihan serta pedoman tata cara pemeriksaan, pemberian rekomendasi, dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”.
Salah satu prioritas utama tugas dan wewenang dalam pengawasan Pilkada 2024 adalah penanganan cepat terhadap laporan pelanggaran dan Bawaslu dalam menjalankan tugas pengawasan tersebut telah menetapkan Peraturan Bawaslu sebagai produk hukum.
Berkaitan dengan itu, adanya Perbawaslu 6 Tahun 2024 yang berfokus pada penanganan yang tepat waktu dan adil terhadap berbagai pelanggaran yang mungkin terjadi di lapangan serta setiap pelanggaran, terutama terkait politik uang dan kampanye hitam, dapat ditangani dengan cepat dan sesuai prosedur.
Kecepatan dan ketepatan penanganan adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses Pilkada 2024.
Namun, berdasarkan data Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI telah menemukan sejumlah indikasi pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam tahapan Pilkada Serentak 2024.
Beberapa sekretaris daerah (sekda) dilaporkan secara aktif mendaftarkan diri kepada partai politik, guna memperoleh surat rekomendasi untuk mendaftarkan diri sebagai calon di Pilkada.
“Jadi, ada ASN yang secara aktif mendaftar ke partai politik, untuk minta dukungan. Nah, kami kan berwenang mengawasi netralitas ASN. Bawaslu menerima laporan, mengkaji laporan itu, lalu meneruskannya ke KASN (Komite ASN),” ungkap Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pada diskusi “Jaga Netralitas dan Stabilitas Pilkada 2024”.
Terhadap ASN yang terindikasi melakukan pelanggaran tersebut, Bawaslu telah meminta agar pihaknya segera mempercepat Surat Keputusan (SK) pensiun dini dari jabatan.
ASN yang telah pensiun tentunya tak akan lagi terikat pada aturan kepegawaian dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Netralitas ASN.
Instansi yang dimohonkan SK Pensiun juga diharapkan dapat mempercepat terbitnya SK. (rumahpemilu.org, 19 Juli 2024).
Adapun selanjutnya, dugaan indikasi lain pelanggaran Pilkada 2024 dijelaskan Feri Amsari (Themis Indonesia, 2024) terdapat 6 bentuk pelanggaran yang berpotensi terjadi dalam Pilkada serentak 2024.
Pertama, rekayasa calon tunggal. Seluruh partai politik ‘dibeli’ sesuai dengan mahar politik, sehingga tidak ada partai politik yang tersisa untuk mencalonkan kepala daerah.
Tren calon tunggal selalu meningkat sejak Pilkada langsung tahun 2015 jumlahnya 3 calon, menjadi 9 calon di tahun 2017 sampai 2020 ada 25 calon.
Diprediksi Pilkada 2024 jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 50 calon tunggal. “Semua calon dari partai politik tergiur merekayasa menjadi calon tunggal,”.
Kedua, manipulasi aturan main yang sudah dicontohkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023 yang memberi peluang anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai kandidat dalam Pilpres 2024.
Kemudian Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan No.23 P/HUM/2024, membuka jalan bagi putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep mengikuti kontestasi Pilkada.
Selain itu Putusan MK No.100/PUU-XIII/2015 menurut Feri juga merekayasa aturan main dengan dalih menyelamatkan publik dari calon tunggal dengan kotak kosong.
MK punya kesempatan untuk mengubah situasi menjadi lebih baik. Caranya, mengubah ketentuan UU menjadi lebih baik dan profesional, menutup ruang ada calon yang memborong semua ‘perahu’ atau partai politik.
Ketentuan itu seperti yang berlaku dalam Pilpres, di mana tidak boleh partai politik menutup ruang bagi koalisi lainnya untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.
Ketiga, politik ‘gentong babi’ atau ‘pork barrel’ berpotensi terjadi lagi.
Salah satu contohnya paket bantuan sosial (Bansos) yang hilang atau dicuri dari rumah dinas Walikota Medan, Bobby Nasution.
Feri mengatakan jumlah bansos yang hilang di rumah dinas itu aneh karena bisa lolos dari rumah dinas tanpa ada yang mengetahui. Setelah dinyatakan hilang, bakal ada bansos lain sebagai gantinya.
“Ini menjelang Pilkada, artinya ada 2 kali bansos untuk daerah yang sama. Politik gentong babi jadi tren karena politik kita basisnya suap-menyuap terutama dalam pemilu. Praktik ini tak hanya terjadi di Sumatera Utara tapi banyak daerah lain,”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keempat, pengerahan aparat sipil negara (ASN) atau aparat. Jumlah ASN dan keluarganya sangat signifikan jika diarahkan untuk pemenangan calon tertentu.
Kemudian penempatan posisi atau pos tertentu seperti rotasi ke beberapa daerah jelang Pemilu dan Pilkada. Praktik ini terjadi antara lain di kota Medan dan Sumatera Utara.
Kelima, penyelenggara Pemilu dan Pilkada rentan dirasuki kepentingan politik. Seperti yang terjadi dalam verifikasi partai politik jelang Pemilu 2024.
Keenam, pengadilan tidak netral. Misalnya ketika ada perkara sengketa hasil Pilkada yang melibatkan keluarga Jokowi seperti Bobby dan Kaesang, bagaimana sikap MK menangani perkara itu?.
Sebab salah satu dari 9 hakim MK yakni Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi. “Ini mengkhawatirkan jika MK menggunakan cara yang sama dalam menangani sengketa Pilkada,”. (hukumonline.com, 14/08/2024).
Sebagaimana diketahui, pengawasan penyelenggaraan Pilkada 2024 diadakan agar kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam hak pilih warga negara bisa tersalurkan dengan sebenarnya yang merupakan suatu kehendak yang didasari keprihatinan luhur (ultimate concern) demi tercapainya Pilkada yang berkualitas dan berintegritas.
Selain mendorong penyelenggaraan Pilkada yang berlandaskan asas luber jurdil (free and fair election), kepastian hukum (predictable procedure), hasil Pilkada sesuai pilihan pemilih (electoral integrity) dan penegakan hukum yang adil (electoral justice) juga menjadi bagian bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
Pengawasan yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah suatu kebutuhan dasar (basic an objective needs) dari Pilkada.
Pengawasan merupakan keharusan, bahkan menjadi elemen yang melekat pada momentum tanpa manipulasi dan kecurangan Pilkada.
Bagir Manan (2001), mengemukakan bahwa pengawasan adalah suatu bentuk hubungan dengan sebuah legal entity yang mandiri, bukan hubungan internal dari entitas yang sama.
Bentuk dan isi pengawasan dilakukan semata-mata menurut atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Hubungan pengawasan hanya dilakukan terhadap hal yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang.
Pengawasan tidak berlaku atau tidak diterapkan terhadap hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang.
Untuk menjawab urgensi persoalan dan problematika pengawasan dugaan pelanggaran Pilkada 2024 tersebut, dan sebagai tugas dan kewenangan Bawaslu menyadari bahwa partisipasi politik menjadi wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi.
Karena salah satu misi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil.
Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pilkada itu salah satunya harus diawali dengan proses sosialisasi dan regulasi pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pilkada dari pengawas Pilkada kepada masyarakat.
Ini adalah salah satu bentuk komunikasi efektif yang dilakukan oleh Bawaslu untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat agar mau terlibat dalam proses Pilkada yang sedang dilaksanakan.
Oleh karenanya, di tengah keterbatasan ketentuan yang ada dan agar menjadi tujuan utama Bawaslu juga tercapai, sebagaimana Pasal 22B dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa Bawaslu telah menetapkan pengaturan mendasar yang menjadi lingkup revisi pengaturan dalam Peraturan Bawaslu Nomor 6 Tahun 2024 ini yaitu peraturan ini akan menjadi dasar pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dengan uraian lingkup pelaksanaan pengawasan jajaran pengawas Pemilihan, mekanisme pengawasan, termasuk format Formulir Model A untuk Pemilihan.
Peraturan Bawaslu ini mengatur mengenai Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Bawaslu memegang tanggung jawab akhir atas Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan.
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan membagi tugas Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan sesuai dengan Peraturan Bawaslu yang mengatur mengenai tata kerja dan pola hubungan Pengawasan dalam pengawasan Pilkada Serentak 2024 yang menjadi Pilkada terbesar sepanjang sejarah Pemilu Indonesia dengan diselenggarakan di 37 provinsi dan 508 Kabupaten/Kota yang akan memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Penulis : Naupal Al Rasyid, SH., MH (Direktur LBH FRAKSI ’98)
Editor : Bung Ewox