Langkah pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025 ditolak secara masif oleh publik.
Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat yang merasa terbebani oleh peningkatan tarif pajak tersebut.
Di platform change.org, sudah lebih dari 15 ribu orang menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Petisi yang dimulai oleh kelompok masyarakat ini mencatat dukungan yang signifikan dari berbagai kalangan.
Mereka berpendapat bahwa kenaikan PPN akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa, sehingga memperberat beban hidup masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah berjuang dengan daya beli yang terbatas.
“Peningkatan PPN akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa yang pada akhirnya akan memperparah ketimpangan sosial-ekonomi. Kebijakan ini tidak hanya menambah beban bagi rakyat kecil, tetapi juga dapat menurunkan daya beli masyarakat,” ujar salah satu inisiator petisi, Anita Suryani.
Ekonom senior, Hadi Poernomo, juga meminta pemerintah untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN ini. Ia menyarankan agar pemerintah mencari solusi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus membebani masyarakat dengan peningkatan tarif pajak.
“Pemerintah bisa fokus pada peningkatan kepatuhan pajak dan memperbaiki sistem monitoring self-assessment untuk mencapai target penerimaan negara,” kata Hadi.
Di sisi lain, pemerintah menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendanai berbagai program pembangunan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa peningkatan PPN ini diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan meningkatkan pendapatan negara.
“Peningkatan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan mendukung program-program pemerintah,” ujarnya.
Namun, masyarakat merasa bahwa pemerintah tidak memperhatikan dampak jangka pendek dari kebijakan tersebut.
Beberapa pengusaha juga mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa kenaikan tarif PPN dapat mempengaruhi aktivitas bisnis dan daya saing mereka di pasar global.
“Kami memahami bahwa pemerintah perlu mencari sumber pendapatan baru, tetapi kebijakan ini harus dilaksanakan dengan pertimbangan yang matang agar tidak berdampak negatif pada ekonomi rakyat dan sektor bisnis,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani.
Dengan semakin banyaknya dukungan terhadap petisi menolak kenaikan PPN, pemerintah diharapkan dapat mendengarkan suara masyarakat dan mempertimbangkan kembali keputusan ini.
Sampai saat ini, diskusi mengenai kebijakan tersebut terus berlanjut, dan berbagai pihak berharap agar pemerintah dapat menemukan solusi yang lebih adil dan tidak memberatkan rakyat kecil.