JAKARTA – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebutkan bahwa salah satu permasalahan di pemilihan umum (Pemilu) Indonesia, yaitu adanya jual beli suara di pemilu.
Titi menegaskan, adanya tindak jual beli suara di pemilu menjadi sumber korupsi dan memperburuk Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia.
“Jual beli suara ini akan memperburuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kita, karena ternyata, korupsi politik lebih banyak daripada korupsi pemilu,” kata Titi di Jakarta, Minggu (19/02/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Titi berharap hal buruk tersebut bisa jadi perhatian Bawaslu untuk mengantisipati praktik tahapan Pemilu 2024 yang sedang berlangsung ditambah adanya jual beli tiket pencalonan.
“Bawaslu di 2023 diharapkan punya visi besar dalam hal ini. Jual beli tiket pencalonan juga, untuk mendapatkan nomor urut di pileg, termasuk juga mendapatkan tiket pencalonan pemilu presiden dan wapres. Itu perlu menjadi perhatian Bawaslu,” ungkap Titi.
Selain itu, Perludem juga menuntut transparansi proses Pemilu 2024 ke penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu.
Titi melihat saat ini kedua penyelenggara pemilu tersebut menjadi ujung tombak pertaruhan 2024.
“Kita menggantungkan masa depan pemilu kita pada penyelenggara pemilu yang berintegritas. Pertaruhan kita terletak pada pundak KPU dan Bawaslu. Tetapi tentu saja kita perlu menuntut proses yang transparan, kita perlu awasi bentuk timsel yang bekerja,” tegas Titi.
Lebih jauh Titi mengimbau kepada KPU dan Bawaslu agar mempunyai satu kepahaman dalam regulasi. Mengingat, dinamika politik sudah menjadi ‘makanan’ bagi masyarakat.
“Jadi kalau Bawaslu tidak punya kesatupahaman yang sama tentang regulasi, seperti tadi Pak Bagja (Ketua Bawaslu) mengatakan kepastian hukum penting, ya benar tapi kalau KPU kepastian hukumnya A dan Bawaslu B bisa jadi buruk situasi,” tutup Titi.