Anda mungkin sering membayangkan atau berimajinasi tentang sesuatu yang mengasyikan. Misalnya membayangkan wajah ganteng atau cantik yang baru saja ditemui. Namun ternyata ada orang yang tidak bisa melakukan itu semua alias tak bisa berimajinasi.
Umumnya orang cenderung lebih mudah mengingat wajah seseorang atau tampilan visual namun sering lupa dengan namanya.
Secara ilmiah, otak manusia memang lebih mudah merekam gambar atau visual dibandingkan kata-kata. Tapi ternyata ada orang yang sebaliknya, mereka sulit mengingat wajah orang, kondisi itu disebut dengan aphantasia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satunya adalah artis cantik Dianda Sabrina. Saat menjadi bintang tamu di acara Lapor Pak, dara blasteran Arab-Belanda ini mengungkapkan jika dirinya adalah salah satu orang yang mengidap aphantasia atau orang yang tidak mampu berimajinasi.
“Berarti kamu kalau habis ketemu sama kita nih, terus pulang terus kamu menceritakan ke orang lain terus kamu ceritainnya berarti kamu gak ngebayangin muka kita?” tanya Andhika, salah satu personel di Lapor Pak. “Aku tau mukanya tapi aku kalau di suruh ngebayangin aku gak bisa,” jawab Dianda Sabrina.
Apa itu aphantasia?
Aphantasia merupakan kondisi mental langka di mana seseorang tidak mampu menciptakan gambar atau bayangan secara visual dalam pikirannya, sehingga menyebabkan ia tidak bisa berimajinasi.
Sekitar 1-3 persen populasi penderita aphantasia tidak bisa memvisualisasikan jenis gambaran apapun di dalam benaknya.
Fenomena buta mental pertama kali disebutkan dalam sebuah studi tahun 1880 oleh Francis Galton. Francis, seorang naturalis Inggris, meminta 100 pria dewasa untuk mendeskripsikan meja tempat mereka sarapan. Dia meminta informasi tentang warna, ketajaman, dan pencahayaan.
Yang mengejutkannya, 12 dari 100 pria itu tidak bisa menjawab banyak. Mereka, sampai saat itu, berpikir bahwa frase mental imagery tidak dimaksudkan dalam arti literal!
Pada tahun 2003, mengutip Yourmentalhealthpal, seorang pasien berusia 63 tahun mengungkapkan masalah aneh kepada Dr. Adam Zeman, seorang ahli saraf.
Pasien, yang kemudian diberi gelar ‘MX’, tidak dapat membayangkan keluarga, teman, dan tempat-tempat yang pernah dia kunjungi di benaknya.
MX, seorang pensiunan surveyor, baik-baik saja, menjalani hidupnya sambil membaca novel dengan gembira dan tertidur dengan bayangan orang yang dicintainya di benaknya. Semuanya baik-baik saja sampai dia menjalani operasi kecil yang membuatnya buta pikiran.
Sejak menangani MX, Zeman dan timnya memiliki 16.000 orang yang memberi tahu mereka bahwa mereka tidak memiliki citra mental.
Para ilmuwan juga mengklaim bahwa kondisi ini memiliki puluhan juta penderita. Kondisi yang dialami MX kini disebut aphantasia. Kata ini berasal dari istilah Yunani ‘phantasia,’ yang berarti ‘imajinasi.’
Sejak itu, para ilmuwan telah mendokumentasikan beberapa contoh orang yang mengalami aphantasia. Dalam sebuah survei tahun 2009 oleh Bill Faw, seorang mahasiswa dari Brewton-Parker College, sekitar 2 persen dari 2.500 orang yang dia wawancarai tidak memiliki gambaran mental.
Tanda-tanda dan penyebab
Aphantasia menjelaskan hanya satu gejala utama yaitu ketidakmampuan gambaran mental dari ingatan atau imajinasi. Sementara kebanyakan orang dengan aphantasia hidup sehat, beberapa mungkin mengalami kesulitan mengenali wajah, tempat, atau mengingat peristiwa.
Mengutip Tutorialspoint, beberapa orang mungkin kesulitan membayangkan masa depan, dan banyak yang melaporkan respons stres fisiologis yang lebih lemah terhadap situasi menakutkan yang dibayangkan.
Pasien aphantasia juga mengalami penurunan kemampuan untuk mengakses indra mental lainnya, seperti membayangkan bau, suara, rasa, atau sentuhan. :Karena aphantasia belum diklasifikasikan sebagai kelainan, ia tidak memiliki kriteria diagnostik,” ungkap Tutorialspoint.
Untuk melihat kondisi ini, para ilmuwan menggunakan kuesioner di mana subjek diminta untuk menilai kejernihan gambar yang mereka lihat dalam pikiran mereka sebagai respons terhadap berbagai petunjuk untuk mengukur kekuatan dan kejelasan citra visual mereka.
Penelitian tentang aphantasia sebagai kondisi kesehatan mental masih dalam tahap awal dan belum dipelajari. Namun, beberapa bukti mendukung gagasan bahwa depresi dan depersonalisasi merusak citra visual.
Kebanyakan orang memiliki aphantasia bawaan, atau seumur hidup, sejak lahir. Seseorang cenderung memiliki aphantasia jika kerabat tingkat pertamanya juga memiliki aphantasia. Jarang stroke atau cedera kepala dapat menyebabkannya, dan mungkin juga terjadi karena episode psikotik atau depresi.
Menjalani hidup dengan aphantasia
Pada kasus aphantasia ini, yang paling banyak menjadi pembicaraan di dunia adalah perempuan bernama Susie McKinnon. Ia tidak bisa mengingat pernah menjadi seorang anak atau mengingat masa lalunya.
Baginya, seorang Susie adalah perempuan berusia 60 tahun, seperti sekarang, hanya itu. Dan Susie melihat keuntungan lain dari tidak bisa memikirkan masa lalu atau lamunan tentang masa depan.
“Saya tahu bahwa banyak orang berusaha untuk bisa benar-benar berada di saat ini, tetapi itu mudah bagi saya karena itu satu-satunya cara saya otak beroperasi. Jadi saya benar-benar ada di saat kini di sepanjang waktu.”
Pada dasarnya, orang dengan aphantasia ini seperti ‘buta’ atau tidak memiliki ‘mata pikiran’. Mereka tidak mampu memvisulisasikan pikiran maupun peristiwa penting dalam kehidupan orang.
Misalnya, ketika Anda berpikir tentang seorang teman, biasanya Anda akan membayangkan wajah mereka di dalam pikiran. Tapi, orang dengan aphantasia tidak bisa membayangkan hal seperti itu.
Orang yang mengalami aphantasia menghadapi berbagai masalah setiap hari. Misalnya, mereka secara teratur mengalami kesulitan dalam mengingat wajah atau tempat. Ini bisa membuat marah seiring berjalannya waktu, menyebabkan kesulitan fungsional dan sosial.
Namun, aphantasia memiliki spektrum yang luas. Tidak semua orang yang berurusan dengannya kekurangan kemampuan mental imagery lintas indera yang lengkap.
Beberapa orang dapat membayangkan nada musik yang mereka dengar. Namun, mereka mungkin tidak dapat mengingat gambar yang terkait dengannya.
Hingga saat belum ada pengobatan atau penyembuhan untuk aphantasia kongenital atau kelainan bawan. Namun, beberapa penderita aphantasia telah berbicara tentang bagaimana perawatan seperti psikedelik (untuk meningkatkan halusinasi) yang memungkinkan mereka mendapatkan kembali kemampuan memvisualisasikannya.