Partai Persatuan Pembangunan (PPP) genap berusia 50 tahun. Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tb. Massa Djafar menilai memasuki usia PPP setengah abad ini, menunjukkan kemerosotan sangat serius.
“Khususnya di Era Reformasi, pemilu pertama pasca-Reformasi, PPP meraih 11,31 juta (10,72%) suara, mendapat 58 kursi DPR RI (12,55%). Namun, capaian tersebut cenderung menurun di beberapa pemilu berikutnya,” kata Tb. Massa Djafar kepada rakyatbekasi.com di Jakarta, Rabu (04/01/2023).
Ketua Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Politik Unas ini mencermati puncak kemerosotan paling telak terjadi pada Pemilu 2019, yaitu PPP hanya mampu meraih 6,32 juta (4,52%) suara dan 19 kursi DPR RI (3,3%).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Capaian ini merupakan yang terendah dalam lima kali pemilu terakhir,” ujar Tb. Massa Djafar.
Menurut dia, akar permasalahan kemerosotan PPP, yaitu pertama disebabkan oleh konflik internal tak kunjung reda.
“Setengah perjalanan PPP diwarnai konflik, yakni sejak tahun 1979, di bawah kepemimpinan John Naro,” ungkap Tb. Massa Djafar.
Pasca Reformasi, sambung dia, konflik berlanjut di bawah kepemimpinan Suryadharma Ali dan Romahurmuziy alias Romy.
Selain konflik, kedua pimpinan partai berlambang Ka’bah tersebut terlibat korupsi dan masuk penjara.
“Kemudian akar permasalahan yang kedua, yaitu adanya campur tangan pemerintah, selain faktor konflik internal dan kasus korupsi,” kata mantan Sekretaris Dewan Pembina Jakarta Islamic Centre ini.
Tb. Massa Djafar menyebut faktor-faktor ini telah merusak citra PPP sebagai partai Islam. Sementara, muncul partai baru berbasis Islam di Era Reformasi, yaitu PKS, PBB, PAN, dan PKB.
“Banyak pendukung PPP yang beralih ke partai-partai baru berbasis Islam. PPP tidak lagi menjadi satu-satunya partai Islam. Basis pendukung partai Islam telah tersebar dan terbagi ke dalam beberapa partai, yakni PBB, PKS, PAN, dan PKB,” terang Tb. Massa Djafar yang juga mantan Pokja Dewan Ketahanan Nasional RI.
Baru-baru ini, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 3-11 Desember 2022, menunjukkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terdepak dari kursi di DPR karena gagal mengantongi dukungan di atas 4 persen ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Selain PPP, menurut hasil survei terbaru SMRC itu, PAN dan NasDem juga tergusur dari Senayan pada Pemilu 2024.
Beberapa hari menjelang akhir tahun 2022 lalu, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono mengumumkan struktur pengurus harian terbaru sebagai upaya untuk kembali lolos ke DPR.
Mardiono menyebutkan seluruh kader yang masuk ke dalam pengurus harian telah sepakat untuk bekerja sama dalam memenangkan Pemilu 2024.
“Ke depan, seluruh kader yang ditetapkan telah sepakat akan bekerja sekuat tenaga, mencurahkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memenangkan Pemilu 2024,” ujar Mardiono di Jakarta pada Selasa (27/12/2022).
“Dalam kepengurusan ini mereka telah menandatangani integritas, isinya termasuk loyalitas terhadap partai. Insya Allah tim ini solid di bawah kepemimpinan saya dan Sekjen Gus Arwani, dengan didampingi oleh empat wakil ketua umum,” tutup Mardiono.