Ratusan buruh yang tergabung dalam Buruh Bekasi Melawan menggeruduk Gedung Pemkot Bekasi untuk menuntut usulan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2025 mendatang, sekaligus menuntut pencabutan UU Cipta Kerja ke Pemerintah Daerah.
Sekretaris Buruh Bekasi Melawan, Maryono, mengatakan bahwa pihaknya datang ke lokasi bersama 25 Federasi Serikat Pekerja dengan tujuan untuk bertemu Pj Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhamad, guna berdiskusi mengenai pembahasan usulan Upah Minimum Daerah.
“Namun, beberapa kali kami hubungi ternyata Pj Wali Kota Bekasi selalu menghindar. Makanya wajar kami datang ke sini, baik-baik ditemui tidak bisa. Harapan kami Pj Wali Kota Bekasi bisa bertemu dengan kita, kita ini rakyatnya, kita mau silaturahim,” ucap Maryono saat ditemui di lokasi, Selasa (19/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, pihaknya bersama buruh lainnya adalah rakyat yang menyumbang pajak paling banyak di Kota Bekasi, namun sesulit itu bertemu dengan Kepala Daerah.
“Sehingga kami membawa rombongan. Pada Minggu-minggu ini tidak bisa bertemu. Maka kita akan membawa rombongan yang lebih besar lagi, masa mau bertemu aja susah, memangnya kita nakutin? Kan enggak,” katanya.
Oleh karena itu, dirinya bersama para rekan buruh lainnya akhirnya difasilitasi oleh Pemkot Bekasi untuk melakukan audiensi.
Hasilnya, mereka bertemu dengan Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Junaedi yang kemudian menjadwalkan kita bertemu dengan Pj Wali Kota Bekasi pada Kamis (21/11/2024) esok.
Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Junaedi, mengatakan bahwa di tengah aksi para serikat buruh, dirinya mengupayakan kondusifitas dengan duduk bersama dan menjalin komunikasi dalam ruang audiensi.
“Alhamdulillah audiensi dengan para serikat pekerja berjalan dengan baik. Kita semua saling mengerti dan memahami kedua belah pihak. Apa yang menjadi keinginan mereka, sudah kita tampung dan terima,” tutur Junaedi saat ditemui di lokasi.
“Nanti kita akan sampaikan kepada pimpinan, yakni Pak Pj Wali Kota, karena ini kan penyakit tahunan, soalnya tiap tahun pasti soal pengupahan. Tentunya kita akan pelajari kondisi yang ada di Kota Bekasi,” tambahnya.
Lebih jauh Junaedi menambahkan bahwa usulan mengenai kenaikan Upah Minimum pekerja mesti diupayakan dengan tatap muka, agar tidak terjadi polemik di kemudian hari.
Terutama, bilamana perusahaan besar mungkin tidak terganggu, sedangkan perusahaan kecil pasti akan bermasalah.
“Karena kalau perusahaan yang sudah stabil dan aman mungkin engga terganggu, terutama kepada perusahaan-perusahaan yang belum stabil ini yang harus diperhatikan. Apabila ada masalah, untuk berdiskusi sebelum kita lakukan pemutusan. Tidak ada salahnya kita bersilaturahmi,” sambungnya.
Kemudian terkait usulan kenaikan upah dari para serikat pekerja, kata Junaedi, harus dilihat dari sisi aspek ekonomi maupun kondisi dari para pengusaha.
“Apalagi kita belum lama ini Pileg, Pilpres dan sebentar lagi Pilkada, ekonomi kita pada tahun 2025 belum bisa diprediksikan, karena agak stagnan. Tentunya kita juga tidak terlepas dari pusat,” imbuhnya.
Namun demikian, Junaedi mengatakan bahwa buruh tidak hanya ada di Kota Bekasi, tetapi ini ada secara keseluruhan di Indonesia. Memang ada aturannya untuk wilayah masing-masing.
“Ya tetapi itu kan tidak terlepas dari pengusaha juga. Walau pasti perusahaan dan pekerja selalu bertolak belakang, tapi kita cari jalan tengah yang terbaik untuk itu karena ini kan penyakit tahunan soal tiap tahun pasti soal pengupahan,” tutup Junaedi.