Perwakilan orangtua wali murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jaticempaka 1 mendatangi Gedung DPRD Kota Bekasi untuk menuntut pergantian kepala sekolah setempat akibat dugaan pungutan liar (pungli).
Mereka menyampaikan keluhan terkait beberapa pungutan yang dianggap tidak wajar, seperti permintaan uang sebesar Rp 75 ribu untuk sampul rapor dan pembelian kipas angin serta alat kebersihan guna memenuhi fasilitas ruang kelas.
Wati (43), perwakilan wali murid, menyatakan bahwa orangtua siswa ingin segera ada keputusan yang diambil oleh Dinas Pendidikan (Disdik).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menghormati dinas pendidikan yang sedang memproses ini, kita juga menghormati proses itu. Tapi kalau satu minggu ini tidak ada hasil atau tidak ada keputusan mungkin akan ada upaya selanjutnya,” ujarnya kepada awak media.
Menurut Wati, siswa kelas satu pada tahun ajaran ini pernah diminta membayar uang sebesar Rp 75 ribu untuk sampul rapor.
Namun, kepala sekolah menyebut hal itu baru bersifat uji coba dan akhirnya urung terjadi lantaran tidak diindahkan oleh guru di sekolah.
Selain itu, ada permintaan dari kepala sekolah untuk meminjam uang tabungan siswa yang konon digunakan untuk membiayai operasional sekolah, termasuk gaji guru honor.
Wati juga menambahkan bahwa orangtua murid diminta membeli seragam seharga Rp 700 ribu di sekolah.
Orangtua siswa tidak diajak untuk berunding terlebih dahulu, melainkan menerima pemberitahuan untuk membayar sejumlah uang.
“Adapun dia dicopot, dipindahkan, itu kita serahkan saja kepada dinas pendidikan. Yang jelas, kepala sekolah berikutnya mudah-mudahan jauh lebih baik untuk sekolah kami,” keluhnya.
Sementara itu Plt Kepala Disdik Kota Bekasi, Ahmad Yani, menambahkan bahwa penghentian atau pergantian kepala sekolah tidak bisa dilakukan secara sepihak karena ada serangkaian proses yang harus dilalui.
“Jadi ada kriteria untuk diputuskan nanti apakah memang harus keluar dari kepala sekolah lalu dijadikan guru kembali, atau mereka mau mengundurkan diri,” terangnya.
Ahmad Yani menekankan bahwa kepala sekolah negeri adalah berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan mesti mentaati aturan yang dibuat oleh pemerintah.
“Buat saya bukan boleh atau tidak boleh, pungutan itu sama sekali tidak boleh. Hal-hal yang tidak melalui kesepakatan itu tidak boleh, saya melarang sekali lagi, lagi pula sudah dicukupi oleh pemerintah,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman, menyampaikan bahwa pihaknya berpedoman pada Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 18 Tahun 2022 yang mengatur mekanisme pengangkatan, pemindahan, dan penghentian kepala sekolah. Aturan tersebut bisa menjadi acuan bagi Disdik Kota Bekasi untuk mengambil keputusan.
Wildan menekankan agar seluruh sekolah negeri di Kota Bekasi, baik SD maupun SMP, untuk mentaati aturan yang berlaku.
Menurutnya, sekolah negeri tidak perlu menarik dana dari orangtua siswa karena telah dialokasikan dananya oleh pemerintah.
“Rekomendasi dari Komisi IV agar ini menjadi pembelajaran bersama supaya tidak ada lagi kejadian serupa di sekolah-sekolah lain yang ada di Kota Bekasi,” tambahnya.
Sebagai informasi, Kepala SDN Jaticempaka 1, Siti Munawaroh, hadir di gedung DPRD Kota Bekasi menggunakan kursi roda. Jurnalis kami telah mencoba meminta jawaban dari pihak kepala sekolah, namun tidak bisa langsung memberikan keterangan.
Namun demikian, Perwakilan dari kepala sekolah SDN Jaticempaka 1 menjanjikan waktu tersendiri untuk mengkonfirmasi keluhan orangtua siswa tersebut.
Dengan adanya tuntutan ini, diharapkan Disdik Kota Bekasi dapat segera mengambil keputusan yang tepat dan transparan untuk menyelesaikan masalah ini demi kesejahteraan dan kepentingan pendidikan anak-anak di SDN Jaticempaka 1.