Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Arief Hidayat , menyerukan pentingnya konsolidasi kaum nasionalis untuk mengembalikan politik Indonesia ke jalan ideologis.
Seruan ini disampaikan dalam acara Halalbihalal DPP PA GMNI bertajuk Memperkuat Kesalehan dan Solidaritas Sosial untuk Indonesia Raya yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (12/04/2025).
Arief menyoroti tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yaitu pergeseran nilai dan arah perjuangan yang tidak kasatmata namun sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyebut bahwa musuh bangsa kini bukan lagi penjajah asing, melainkan berasal dari dalam negeri sendiri.
“Dulu, musuh Bung Karno jelas penjajah. Tapi musuh kita sekarang lebih sulit dikenali, karena datang dari bangsa sendiri. Rakus akan kekuasaan, sumber daya dikeruk untuk kepentingan pribadi, bukan untuk rakyat,” tegas Arief dalam pidatonya.
Dalam situasi seperti ini, Arief menekankan bahwa kaum nasionalis, terutama alumni GMNI yang telah digembleng dengan nilai-nilai ideologis, harus berani tampil sebagai kekuatan penyeimbang dan pengarah perubahan.
Ia mengajak seluruh alumni GMNI untuk tidak diam dan mengambil peran aktif dalam mengembalikan politik ke jalan Pancasila, Trisakti, dan Marhaenisme.
“Teman-teman GMNI tidak boleh diam. Kita harus jadi pendulum perubahan ke arah yang benar. Kita harus kembalikan politik ke jalan Pancasila, Trisakti, dan Marhaenisme,” ujarnya, disambut tepuk tangan meriah dari para peserta.
Arief juga menggarisbawahi bahwa Indonesia sedang memasuki siklus sejarah 20 hingga 30 tahunan yang selalu diwarnai guncangan besar.
Ia menyebut beberapa momen penting dalam sejarah bangsa, seperti Kemerdekaan 1945, jatuhnya Orde Lama 1966, Reformasi 1998, hingga ketidakpastian politik setelah Pemilu 2024.
“Siklus ini pasti membawa kekacauan, tetapi juga peluang lahirnya tata baru. Kalau kita tidak bersiap, kita hanya jadi korban. Tapi kalau kita punya visi, kita bisa memimpin arah baru itu,” jelasnya.
Menurut Arief, PA GMNI memiliki posisi strategis untuk menjadi penjaga arah bangsa. “Bukan karena kita merasa lebih baik, tetapi karena kita punya warisan ideologis yang jelas. Kita punya basis intelektual, moral, dan jaringan alumni yang tersebar di semua lini,” tuturnya.
Acara ini juga menjadi momen untuk mengenang almarhum Murdaya Poo , tokoh nasionalis dan pengusaha yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP PA GMNI.
Arief menyebut Murdaya sebagai bukti bahwa nasionalisme dan keberpihakan pada rakyat tidak bertentangan dengan keberhasilan di dunia usaha.
“Murdaya adalah Marhaenis sejati. Ia membuktikan bahwa menjadi konglomerat tidak berarti harus jadi kapitalis rakus. Ia gunakan kekayaannya untuk membangun banyak hal, termasuk perjuangan ideologi. Semoga semangat itu kita lanjutkan,” ucap Arief.
Sebagai bentuk konkret konsolidasi ideologi, PA GMNI memperkenalkan TV Marhaen, sebuah platform media yang bertujuan menjadi wadah penyebaran gagasan nasionalis.
Arief menjelaskan bahwa TV Marhaen akan menjadi rumah bagi kader-kader ideologis Bung Karno di seluruh Indonesia.
“TV Marhaen akan jadi rumah bagi kader-kader ideologis Bung Karno di seluruh Indonesia. Di sinilah kita menggelorakan Pancasila dalam wajah yang modern dan aktual,” tambahnya.
Di akhir pidatonya, Arief mengajak seluruh alumni GMNI untuk tidak terjebak dalam romantisme sejarah, melainkan menjadikan nilai-nilai ideologis sebagai panduan konkret dalam bertindak.
Ia menekankan bahwa nasionalisme bukan sekadar nostalgia, tetapi keberpihakan nyata terhadap rakyat.