Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terus berkembang pesat, menghadirkan inovasi yang mengubah cara manusia bekerja, berinteraksi, dan menciptakan sesuatu.
Namun, kemajuan ini tidak terlepas dari tantangan keamanan yang semakin kompleks.
Menurut Siggi Stefnisson, Cyber Safety Chief Technology Officer Gendigital, tahun 2025 diprediksi akan menjadi titik transformasi besar dalam lanskap keamanan siber, di mana ancaman digital menjadi semakin canggih dan personal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, tetapi setiap inovasi membawa risiko yang sepadan,” ujar Stefnisson dalam sebuah laporan resmi dari Avast. Berikut adalah tren dan tantangan utama yang diperkirakan akan mendominasi keamanan digital pada tahun 2025.
AI Mengaburkan Batas Antara Nyata dan Fiksi
AI kini mampu menciptakan hyper-personalized realities, atau pengalaman yang sangat personal bagi pengguna.
Teknologi ini memungkinkan AI memprediksi kebutuhan pengguna, tetapi dengan biaya berupa pengorbanan privasi.
Pengguna diminta untuk menyerahkan data pribadi, seperti kalender, pesan, dan aplikasi, agar AI dapat berfungsi secara maksimal.
“Ini memunculkan pertanyaan penting: siapa yang mengontrol narasi AI? Bagaimana kita melindungi pemikiran independen di tengah pengaruh mesin yang semakin mendalam?” ujar Stefnisson.
Deepfake: Revolusi Manipulasi Digital
Deepfake, teknologi berbasis AI yang dapat menciptakan konten visual dan audio palsu, telah mencapai tingkat kecanggihan yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2025, ancaman deepfake diperkirakan meningkat dalam tiga area utama:
- Serangan Pribadi:
- Deepfake digunakan untuk menciptakan video atau audio palsu guna memeras atau merusak reputasi seseorang.
- Manipulasi Politik:
- Pemerintah atau aktor jahat lainnya dapat menggunakan deepfake untuk menyebarkan disinformasi atau menciptakan ketidakstabilan sosial.
- Penipuan Finansial:
- Penjahat dapat menggunakan video atau audio palsu untuk menipu karyawan perusahaan agar melakukan transfer dana atau membocorkan informasi rahasia.
Data Menjadi Target Utama
Data pribadi telah menjadi mata uang di era digital, tetapi juga merupakan aset yang paling rentan terhadap eksploitasi.
Pelanggaran data memungkinkan penjahat siber membangun profil mendetail dari korban mereka, yang digunakan untuk serangan phishing dan penipuan.
Stefnisson menyoroti ancaman dari akun-akun lama yang terlupakan, seperti email atau akun media sosial yang tidak lagi aktif.
Akun-akun ini menjadi pintu masuk bagi peretas untuk melancarkan serangan yang lebih besar.
Keamanan Finansial di Era AI
Penipuan berbasis AI semakin personal dan sulit dideteksi. Misalnya, deepfake digunakan untuk menciptakan video palsu yang tampak otentik, memikat korban ke dalam investasi palsu.
AI juga digunakan untuk meniru suara pejabat pemerintah, menciptakan platform baru untuk penipuan.
“Serangan ini tidak lagi hanya soal teknologi, tetapi juga soal eksploitasi emosional. Penjahat memanfaatkan ketakutan dan kepercayaan untuk mendapatkan keuntungan,” tambah Stefnisson.
Tantangan di Masa Depan
Dengan AI yang mulai masuk ke ranah sensitif seperti pendidikan dan pengasuhan, muncul tantangan baru bagi keluarga. Anak-anak dapat membangun ikatan yang lebih kuat dengan mesin dibandingkan dengan orang tua mereka, mengurangi interaksi sosial yang penting untuk perkembangan emosional.
Stefnisson menegaskan bahwa keamanan digital tidak hanya tentang melindungi perangkat, tetapi juga melindungi manusia di baliknya.
“Teknologi harus menjadi katalisator untuk perubahan positif, bukan alat eksploitasi.”
Kolaborasi untuk Masa Depan yang Aman
Avast dan Norton, bagian dari Gen, telah meluncurkan berbagai solusi untuk menghadapi ancaman ini, seperti Norton Genie untuk deteksi penipuan dan Avast One untuk perlindungan menyeluruh.
Namun, teknologi saja tidak cukup. Edukasi dan kesadaran global menjadi kunci untuk memastikan masa depan yang lebih aman.
“Inovasi tidak bisa dihindari, tetapi kita harus memastikan bahwa teknologi digunakan secara bertanggung jawab untuk melindungi privasi, keamanan, dan kepercayaan masyarakat,” tutup Stefnisson.