Majelis Hakim Berwenang Menyatakan Sidang Terbuka atau Tertutup dengan Pertimbangan Perlindungan Harkat dan Martabat Kemanusiaan

- Jurnalis

Sabtu, 8 Februari 2025 - 14:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Direktur LBH FRAKSI ’98 Naupal Al Rasyid, SH., MH (istimewa)

Direktur LBH FRAKSI ’98 Naupal Al Rasyid, SH., MH (istimewa)

Persidangan pada hakikatnya wajib dilaksanakan terbuka untuk umum dalam perkara di pengadilan dengan landasan sesuai dengan asasnya harus dilaksanakan sidang yang terbuka untuk umum, ini memastikan persidangan tidak berlangsung secara sembunyi-sembunyi.

Salah satu tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam proses pemeriksaan. Terbukanya sidang untuk umum ini merupakan salah satu bentuk kontrol dan pengawasan.

Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum ini diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : “Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.”

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sedangkan dalam hukum acara pidana, asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum diatur dalam Pasal 153 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi: ayat (3) “Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” ayat (4) “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”

Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum merupakan asas yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan penegakan hukum dalam tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan sebagai bentuk penjaminan atas kepastian hukum suatu proses peradilan.

Menurut Yahya Harahap, (2007), pemeriksaan sidang pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, bertujuan agar semua persidangan pengadilan jelas, terang dilihat dan diketahui masyarakat.

Selain itu penerapan asas persidangan dilaksanakan terbuka untuk umum bertujuan agar memastikan para pihak yang berperkara mengajukan bukti yang cukup dan hakim mempertimbangkan bukti tersebut dari dua pihak secara akuntabel.

Prinsip keterbukaan sidang pengadilan tersebut berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan.

Tujuan daripada asas ini tidak lain untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektivitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang adil kepada masyarakat.

Secara formil asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum, membuka kesempatan “social control” yang bertujuan agar masyarakat bisa mengetahui secara langsung terhadap proses hukum sehingga dapat memberikan kontrol demi terwujudnya keadilan. Pengertian asas terbuka untuk umum ini meliputi proses pemeriksaan pengadilan hingga putusan hakim.

Mengenai hal tersebut, Fence M. Wantu (Sardi Rahmat, 2020) menyatakan, pengertian asas ini dapat berarti bahwa siapapun boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan.

Asas ini merupakan pengawasan atau kontrol sosial terhadap jalannya peradilan, sekalipun tidak merupakan kontrol langsung terhadap jalannya persidangan, yang akan lebih menjamin objektifitas pemeriksaan yang fair sampai pada putusan yang adil kepada masyarakat.

Selain itu asas ini untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang tidak memihak dan adil, serta melindungi hak asasi siapapun yang beracara di pengadilan.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka Hakim wajib menyatakan sidang terbuka untuk umum pada saat pemeriksaan perkara kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

Meskipun dalam konteks pemeriksaan dalam perkara susila atau terdakwanya masih anak-anak dilakukan tertutup untuk umum, tetapi dalam pembacaan putusan, sidang harus dinyatakan terbuka untuk umum.

Apabila hakim pengadilan dalam memeriksa suatu perkara melanggar ketentuan-ketentuan tersebut, maka putusan hakim pengadilan tersebut batal demi hukum.

Demikian juga, apabila pemeriksaan terdakwa dalam perkara mengenai kesusilaan atau Terdakwanya masih anak-anak dilakukan dalam pemeriksaan terbuka untuk umum, maka putusan hakim pengadilan negeri tersebut batal demi hokum. (Ahmad Kamri, 2017).

Pada prinsipnya, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP yang berbunyi, “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”

Hal ini, diperluas sebagaimana disampaikan oleh Andi Hamzah (2001) berpendapat bahwa seharusnya kepada hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum.

Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenuhnya diberikan kepada Hakim.

Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.

Misalkan dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya.

Untuk menentukan apakah suatu perkara bermuatan kesusilaan atau kekerasan seksual perlu dikaji lebih mendalam dan hal tersebut merupakan kewenangan Majelis Hakim pemeriksa perkara untuk menganalisis berdasarkan surat dakwaan Penuntut Umum, dengan mencermati berkas perkara Terdakwa dan kemudian setelah ditelaah, Majelis Hakim dalam melaksanakan persidangan harus berdasarkan hukum acara yang berlaku, meskipun pada fakta persidangan akhirnya diketemukan fakta hukum bahwa tidak terdapat kekerasan seksual maupun persoalan mengenai kesusilaan pada uraian perbuatan Terdakwa.

Kemudian jika dikaitkan dengan pertimbangan untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga yang materi perkaranya bukan menyangkut kekerasan seksual maupun persoalan mengenai kesusilaan, Majelis Hakim kemudian berpendapat untuk lebih memberikan perlindungan terhadap korban sehingga persidangan dilaksanakan secara tertutup untuk umum, hal ini tidak bertentangan dengan apa yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sidang terbuka untuk umum atau Openbaarheid van Rechtspraak selaku prinsip yang bersifat universal, lahir sebagai keterbukaan dan tanggung jawab peradilan untuk memenuhi kebutuhan pencari keadilan, jurnalistik maupun masyarakat banyak terhadap jalannya persidangan hingga pembacaan putusan selain yang berkaitan dengan anak atau kesusilaan dan juga sidang perkara perceraian.

Pengecualian untuk perkara kesusilaan karena karakteristiknya berkaitan dengan aib, derakat dan harga diri dari korban tindak pidana kesusilaan, maka tidak pantas diberitahukan kepada publik maupun diikuti oleh masyarakat banyak.

Sedangkan dinyatakan tertutup pemeriksaan persidangan bagi perkara anak berhadapan dengan hukum supaya tidak mengganggu jiwa dan batin dari anak (Paramita Brata dkk 2020).

Secara materiil kewenangan Majelis Hakim berhak menentukan dan mempertimbangkan asas sidang terbuka untuk umum untuk memastikan memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk menjamin objektivitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan permeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang adil kepadamasyarakat sebagai tujuan dari asas sidang terbuka untuk umum itu sendiri.

Sebagaimana norma hukum yang ada di Indonesia asas sidang terbuka untuk umum dicantumkan pada Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Kemudian diatur pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman berbunyi: “Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang undang menentukan lain.”

Pasal tersebut menerangkan bahwa dalam sidang pemeriksaan dibuka untuk umum, namun apabila terdapat undang-undang khusus yang menginginkan persidangan tersebut dilakukan secara tertutup maka persidangan akan dilakukan secara tertutup. (Jisaman, 2019).

Tujuannya adalah sebagai pencegahan putusan semena-mena atau berat sebelah, maka sidang harus dilangsungkan dimuka umum.

Prinsip keterbukaan dipakai sebagai landasan acara pidana yang mengedepankan hak asasi manusia dengan maksud untuk menjamin keobjektivitasan pemeriksaan di pengadilan.

Kebebasan pertimbangan Majelis Hakim diberikan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum.

Sebenarnya, penetapan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum dengan pertimbangan tersebut sepenuhnya diberikan kewenangan kepada Majelis Hakim.

Majelis Hakim dapat melakukan itu berdasarkan perintah jabatannya agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi perlindungan harkat dan martabat kemanusian.

Penulis : NAUPAL AL RASYID, SH., MH (Direktur LBH FRAKSI ’98)

Editor : Bung Ewox

Follow WhatsApp Channel rakyatbekasi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

KNPI Visioner: Bersama Pemuda Mewujudkan Bekasi Keren
Menggali Konsep Diri Menurut Hurlock: Hubungan Antara Diri dan Lingkungan Sosial
Tantangan Sosiologi dalam Menyikapi Perubahan Perilaku Masyarakat di Era Digitalisasi
Feminisme di Era Digital, Kemenangan atau Tantangan Baru?
Pengaruh Interaksi Digital Terhadap Komunitas Modern
Hereditas dan Lingkungan dalam Proses Perkembangan
Komposisi Para Pembantu Prabowo-Gibran, Antara ‘Zakken Kabinet’ dan Koalisi Partai
Sebuah Tinjauan untuk Tingkatkan Kegemaran Membaca Masyarakat Kota Bekasi

Berita Terkait

Sabtu, 8 Februari 2025 - 14:41 WIB

Majelis Hakim Berwenang Menyatakan Sidang Terbuka atau Tertutup dengan Pertimbangan Perlindungan Harkat dan Martabat Kemanusiaan

Sabtu, 11 Januari 2025 - 14:42 WIB

KNPI Visioner: Bersama Pemuda Mewujudkan Bekasi Keren

Senin, 23 Desember 2024 - 09:44 WIB

Menggali Konsep Diri Menurut Hurlock: Hubungan Antara Diri dan Lingkungan Sosial

Kamis, 12 Desember 2024 - 21:44 WIB

Tantangan Sosiologi dalam Menyikapi Perubahan Perilaku Masyarakat di Era Digitalisasi

Kamis, 12 Desember 2024 - 19:55 WIB

Feminisme di Era Digital, Kemenangan atau Tantangan Baru?

Berita Terbaru

error: Content is protected !!