PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Konsep diri adalah bagian penting dari siapa kita dan bagaimana kita melihat diri sendiri. Menurut Elizabeth B. Hurlock, cara kita memahami diri kita terbentuk dari pengalaman yang kita jalani, terutama saat berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita.
Ini berarti bahwa konsep diri bukanlah sesuatu yang tetap, tetapi terus berkembang seiring waktu, dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan hubungan yang kita bangun.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana kita membangun citra diri melalui interaksi dengan orang lain dan bagaimana pandangan ini dapat memengaruhi perilaku serta kesejahteraan mental kita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masa remaja adalah periode yang sangat penting dalam perkembangan seseorang. Di fase ini, banyak perubahan terjadi baik secara fisik, mental, maupun emosional.
Remaja mulai mencari tahu siapa mereka dan membangun konsep diri yang lebih kompleks. Hurlock (2012) menjelaskan bahwa konsep diri awal biasanya terbentuk dari pengalaman di rumah dan lingkungan sosial, yang menjadi dasar bagi bagaimana kita menilai diri sendiri.
Hubungan dengan orang tua, teman, dan lingkungan sekitar sangat mempengaruhi cara remaja melihat diri mereka dan bagaimana mereka berinteraksi dalam masyarakat.
Pengalaman positif atau negatif yang dialami selama masa ini dapat membentuk pandangan individu terhadap diri mereka sendiri.
Misalnya, jika seorang remaja merasa diterima oleh teman-temannya, hal itu bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka.
Sebaliknya, jika mereka sering mendapat kritik atau merasa diabaikan, rasa percaya diri mereka bisa menurun.
Oleh karena itu, memahami hubungan antara konsep diri dan lingkungan sosial sangat penting untuk mendukung perkembangan psikologis yang sehat.
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang konsep diri menurut Hurlock dan bagaimana interaksi sosial berperan dalam pembentukan identitas individu.
b. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan wawancara untuk menggali lebih dalam tentang konsep diri individu.
Wawancara dilakukan dengan seorang siswi bernama Devira Ramadhani, yang merupakan siswi kelas 10-E di SMAN 11 Jakarta.
Proses wawancara berlangsung di kediaman Devira, yang memberikan suasana nyaman dan akrab, sehingga memudahkan komunikasi.
Penulis menerapkan wawancara semi-terstruktur, di mana kami telah menyiapkan daftar pertanyaan yang relevan namun tetap memberikan ruang bagi Devira untuk berbagi pengalaman dan pandangannya secara lebih bebas.
Pertanyaan-pertanyaan ini dirancang untuk menggali pemikiran dan perasaannya mengenai berbagai aspek kehidupan, termasuk tantangan yang dihadapinya serta dukungan sosial yang diterimanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam proses penelitian, penulis mengeksplorasi konsep diri individu melalui wawancara yang membahas dua sisi, yaitu positif dan negatif.
Devira menjelaskan bahwa dirinya memiliki respons yang sangat positif terhadap kegagalan, menganggapnya sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, serta menjadikan kegagalan tersebut sebagai motivasi bagi dirinya.
Selain itu, dirinya merasa diterima dan dihargai oleh orang-orang di sekitarnya dan orang-orang di sekitarnya pun sangat terbuka pada dirinya.
Kemudian ia juga merasakan kontrol yang signifikan atas hidupnya, mampu membuat keputusan yang baik dan menjalani hidup sesuai dengan kemauannya sendiri, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
Hal ini mencerminkan tingkat kepercayaan dirinya yang tinggi serta tanggung jawab terhadap pilihan hidup.
Ketika dihadapkan pada tantangan sehari-hari, ia tetap optimis dengan semangat dan perencanaan yang baik, ia membuat planning yang berisikan target-target yang harus ia capai dan mengejar target itu dengan penuh semangat.
Rasa nyaman yang dirasakan individu berasal dari dikelilingi oleh orang-orang baik, yang semakin memperkuat kualitas hidupnya. Devira mengungkapkan bahwa ia merasa sangat nyaman dengan kehidupan saat ini.
Salah satu alasan utama yang ia sebutkan adalah keberadaan orang-orang baik di sekitarnya.
Dukungan sosial yang kuat ini memberikan rasa aman dan nyaman, serta membantu mengurangi stres yang mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, meskipun banyak pengalaman positif, ada kalanya dia merasa tidak dihargai, ia menceritakan bahwa pernah merasa diabaikan saat melakukan presentasi di kelasnya.
Meskipun sudah berusaha keras untuk menyampaikan ide dan informasi, ada saja orang di sekitarnya yang tampak sibuk dengan urusannya sendiri, seolah-olah tidak memperhatikan apa yang ia sampaikan.
Kemudian ia mengatakan bahwa dirinya jarang merasa tidak percaya diri dalam situasi tertentu. Jika pun ada, ia cenderung bersikap “cuek” dan mengabaikan penyebab perasaan tidak percaya diri tersebut.
Ia menjelaskan bahwa cara ini membantunya untuk tetap fokus pada tugas yang harus diselesaikan tanpa terganggu oleh perasaan negatif.
Misalnya, jika ada kritik atau komentar buruk, ia lebih memilih untuk melupakan hal itu dan melanjutkan pekerjaannya.
Dengan cara ini, dirinya bisa menghindari pengaruh buruk dari pendapat orang lain dan tetap berkomitmen pada apa yang harus dilakukan.
Selanjutnya, Devira mengungkapkan bahwa ia cukup sering menerima pujian dan hadiah ketika mencapai suatu prestasi.
Mereka merasa beruntung karena keluarga dan teman-teman selalu memberikan apresiasi atas usaha dan pencapaian yang telah dilakukan.
Ia menyebutkan bahwa hadiah-hadiah tersebut, baik yang besar maupun kecil, sangat berarti baginya dan menjadi motivasi tambahan untuk terus berusaha.
Kemudian, ia mengatakan bahwa mereka merasa sedih ketika mendapat kritik atau merasa tidak diterima oleh guru atau teman sekelas.
Meskipun perasaan itu menyakitkan, ia berusaha untuk tidak terpuruk. Ia memilih untuk menjadikan kritik sebagai motivasi untuk memperbaiki diri.
Devira menjelaskan bahwa saat menerima kritik, ia mencoba melihatnya dengan cara positif. Alih-alih merasa putus asa, ia berusaha memahami apa yang bisa diperbaiki.
Dengan cara ini, kritik yang awalnya terasa menyakitkan bisa menjadi dorongan untuk belajar dan berkembang. Selanjutnya ia menyatakan bahwa dirinya menjalani hidup sesuai dengan kemauan sendiri.
Mereka merasa bebas untuk membuat pilihan dan keputusan tanpa adanya pengontrolan yang ketat dari keluarga.
Ia menekankan bahwa dukungan dari keluarga justru membuat mereka lebih percaya diri untuk mengejar apa yang diinginkan dalam hidup.
Dengan tidak adanya tekanan dari orang tua atau anggota keluarga lainnya, ia merasa lebih leluasa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.
Hal ini memberikan kesempatan baginya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan pribadi.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri menurut Elizabeth B. Hurlock merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya, yang sangat mempengaruhi cara seseorang menilai dirinya sendiri.
Dalam kasus Devira Ramadhani, dukungan positif dari keluarga dan teman-teman berkontribusi pada peningkatan rasa percaya diri dan motivasinya, sementara pengalaman negatif seperti kritik dapat diubah menjadi dorongan untuk perbaikan diri.
Masa remaja, sebagai fase kritis dalam pembentukan konsep diri, menuntut individu untuk mengatasi tantangan dengan sikap adaptif, seperti yang ditunjukkan oleh Devira ketika ia menganggap kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar.
Penulis : Dian Cahya Anbiya - Mahasiswi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Editor : Bung Ewox