JAKARTA — Perhimpunan Nasional Aktivis ’98 (PENA 98) mengeluarkan rilis resmi yang mengecam keras insiden tragis dalam aksi demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025. Peristiwa yang mencoreng wajah demokrasi Indonesia ini menelan korban jiwa, seorang pengemudi ojek online (ojol) yang tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik aparat.
Dalam pernyataannya, Tumpak Sidabutar, juru bicara PENA 98, menegaskan bahwa kejadian ini bukan sekadar insiden, melainkan bukti nyata kekerasan negara terhadap rakyat masih terus berlangsung. “Gugurnya saudara kita dari driver ojol adalah duka mendalam dan tamparan keras bagi demokrasi kita. Nyawa yang melayang hari ini adalah kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya,” ucap Tumpak dalam rilis yang diterima pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Pernyataan tersebut menyoroti ironi peran aparat keamanan. “Aparat yang seharusnya menjaga keamanan rakyatnya justru berubah menjadi alat yang menumpas hak rakyat,” lanjut Tumpak, yang juga merupakan mantan aktivis Forum Kota (FORKOT) 1998.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Demokrasi dalam Ancaman Kekerasan
Menurut PENA 98, demokrasi sejati seharusnya memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan jaminan keselamatan bagi setiap warga negara yang menyampaikan aspirasi. Namun, Tumpak menekankan bahwa yang terjadi di lapangan justru sebaliknya: “kekerasan, ketakutan, dan korban jiwa.”
”Aksi demonstrasi yang dilakukan hari ini bukanlah tindakan tanpa makna, melainkan aspirasi murni dari kecemasan rakyat terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan,” tegasnya.
PENA 98 memberikan dukungan penuh terhadap gerakan mahasiswa dan rakyat yang turun ke jalan, karena demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945. Mereka melihat perjuangan ini sebagai kelanjutan dari semangat Reformasi 1998 yang dulu mereka perjuangkan dengan pengorbanan besar.
”Aksi rakyat yang turun ke jalan adalah wujud nyata bahwa demokrasi masih hidup. Kami mendukung sepenuhnya, karena perjuangan mereka adalah kelanjutan dari semangat Reformasi 1998,” ungkap Tumpak.
Seruan Melawan Brutalitas Aparat
Di akhir rilisnya, PENA 98 menegaskan komitmen mereka untuk tidak tinggal diam ketika rakyat menjadi korban kekerasan negara. “Gugurnya saudara kita ojol adalah panggilan moral bagi kita semua untuk melawan tindakan brutalitas aparat kepolisian. Demokrasi harus dibela, dan kami akan terus berada di barisan rakyat,” tutup Tumpak Sidabutar.
Pernyataan ini menambah daftar panjang kritik terhadap respons aparat dalam menghadapi unjuk rasa. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa hak-hak sipil dan kebebasan berekspresi masih menjadi isu krusial yang membutuhkan perlindungan dari negara.
Bagaimana pendapat Anda tentang pernyataan PENA 98 dan insiden ini? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.




























