Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didin S Damanhuri menilai Menteri BUMN Erick Thohir mengembalikan BUMN sebagai sapi perah politik.
Itu tercermin dari keputusan Erick menunjuk dua pendukung Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sebagai komisaris BUMN.
“(Ini) seperti tahun 60-an. Terjadi lagi,” katanya seperti dikutip Tempo pada Ahad, 25 Februari 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tercatat sudah ada dua orang yang terlibat dalam pemenangan pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo-Gibran, yang diberi jabatan komisaris di sejumlah BUMN.
Yang pertama adalah Prabu Revolusi yang merupakan jurnalis sekaligus Politikus Partai Perindo, didapuk menjadi Komisaris Independen PT Kilang Pertamina Internasional.
Meski sempat berada di barisan Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Prabu melompat pagar menjadi anggota TKN Prabowo-Gibran.
Sebelum mengangkat Prabu jadi komisaris, Erick juga mengangkat istri Komandan TKN Fanta Muhammad Arief Rosyid Hasan, Siti Zahra Aghnia, sebaga Komisaris Independen PT Pertamina Patra Niaga.
Didin menyoroti pengalaman bagi-bagi jatah Komisaris BUMN berbasis balas jasa politik dan bukan berdasar kompetensi dan profesionalitas selama ini.
Menurut dia, banyak fungsi kontrol para komisaris yang nyaris tak berfungsi. Akibatnya, berujung pada banyak kasus kerugian BUMN.
“Misalnya BUMN Karya, Garuda, Indofarma, Krakatau Steel dan lain-lain,” ujar Didin.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, negara telah merugi akibat korupsi di BUMN setidaknya Rp 47,92 triliun sepanjang 2016 hingga 2021.
Kerugian tersebut diungkap dalam 119 kasus korupsi yang telah disidik aparat penegak hukum di lingkungan BUMN.
Temuan ICW menunjukkan, ada 83 aktor korupsi dengan latar belakang pimpinan menengah di BUMN.
Sementara itu, 76 pegawai BUMN tercatat sebagai aktor korupsi dan 51 aktor korupsi dari kalangan direktur BUMN.
Sedangkan 40 aktor korupsi lagi diklasifikasikan berlatar belakang pekerjaan lain.
Selain besarnya potensi korupsi dan nepotisme, penunjukan komisaris BUMN sebagai balas jasa politik juga menjadi preseden buruk bagi anak muda.
Di mana peserta seleksi pegawai BUMN harus melalui tes berjenjang, bahkan hingga tujuh tahapan, sedangkan para komisaris dari barisan pendukung bisa mendapatkan dengan mudah.