Konflik Internal
Namun, sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Soekarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI.
Akan tetapi, pemerintahan Soeharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Soekarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB. Kemudian secara de facto Megawati Soekarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.
Selanjutnya, konflik internal PDI terus terjadi hingga berlangsung kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996, para pendukung Megawati Soekarnoputri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.
Kemudian pada 15 Juli 1996, pemerintahan Presiden Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati Soekarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi. Bentrok dengan kubu Megawati Soekarnoputri tak terhindarkan. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.
Setelah kejadian tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR. Karena pemerintahan Seharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya