Organisasi orang pengidap HIV Jaringan Indonesia Positif (JIP) menginisiasi progam advokasi melalui Advocate4Health merupakan kegiatan peningkatan peran serta komunitas dalam pemantauan dan Advokasi yang diinisiasi oleh Komunitas.
Advocacy Specialist Jaringan Indonesia Positif Timotius Hadi mengatakan, terlaksana kegiatan tersebut bertujuan untuk menjembatani terjadinya mispersepsi dan miskoordinasi diantara komunitas dan layanan kesehatan.
“Sejak didirikan pada 2014 hingga saat ini, Jaringan Indonesia Positif (JIP) telah mendapat pelaporan terjadinya bentuk stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang yang hidup dengan HIV di Indonesia,” ucap dia melalui keterangannya melalui via daring, Selasa (26/03/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyatakan, beberapa tanggapan telah dilakukan untuk penyelesaian kasus yang ditemukan meliputi penyediaan kanal pengaduan, layanan konseling, pendampingan kasus bagi korban serta melakukan audiensi kepada stakeholder terkait baik level pemerintah (kementerian atau subdinas) maupun swasta termasuk mitra dari Komnas Perempuan.
“Selama bulan Mei-Oktober 2023, JIP telah meneliti indeks stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang dengan HIV di Indonesia dengan menggunakan instrumen penelitian global yang disebut dengan ‘Stigma Index 2.0’,” jelasnya.
Dengan, kata dia Instrumen penelitian dikembangkan oleh beberapa organisasi tingkat global, seperti Global Network People Living with HIV (GNP+), International Community of Women Living with HIV (ICW), UNAIDS dan International Planned Parenthood Federation (IPPF).
“Stigma Index telah digunakan secara global guna mendokumentasikan pengalaman yang berbeda di antara orang dengan HIV, terkait stigma dan diskriminasi, sampai dengan mendorong perubahan kebijakan di suatu daerah tertentu, akibat stigma atau diskriminasi yang dialami oleh orang dengan HIV,” sambungnya.
Stigma Index di Indonesia Tahun 2022 mengumpulkan informasi yang beragam mengenai pengalaman orang dengan HIV di Indonesia yang menghadapi stigma dan diskriminasi.
“Stigma Index 2.0 yang dilakukan oleh JIP berhasil menyasar 1400 orang yang hidup dengan HIV di 16 provinsi sebagai responden,” katanya.
Sekaligus, temuan awal dari penelitian Stigma Index 2.0 Indonesia telah disampaikan kepada stakeholder terkait khususnya kepada Kementerian Kesehatan RI.
“Hal tersebut dilakukan dengan harapan bahwa temuan-temuan hasil Stigma Index 2.0 bisa digunakan sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam menyusun program penanggulangan HIV yang lebih humanis, termasuk kampanye anti diskriminasi dan memantau berbagai kegiatan penanggulangan HIV di Indonesia”, jelasnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi, menyampaikan bahwa saat ini kelompok berusia 25-49 tahun memiliki porsi terbesar sebanyak 70,4% dalam temuan kasus HIV. Angka ini kemudian diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 15,9%1.
“Meski demikian, semakin menurunnya angka temuan kasus HIV baru pada beberapa tahun terakhir, menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia mungkin mencapai target,” imbuhnya.
Imran mengungkapkan, berbagai upaya untuk menyamakan persepsi dan tujuan telah dilakukan termasuk melibatkan peran berbagai sektor pemerintah.
“Namun, kerap ditemukan pemahaman atau “perspektif miring” yang keliru dari stakeholder di luar area kesehatan tentang HIV,” akunya.
Ia berujar, hal ini disinyalir terjadi karena program penanggulangan HIV selama ini hanya menyasar pada pengguna narkotika, pekerja seks, Lelaki Seks, Waria dan kelompok lainnya yang masih dianggap amoral bagi sebagian masyarakat.
“Sehingga mengentalkan nuansa stigma dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok sasaran ini dalam program program-program HIV di Indonesia,” tuturnya