Oleh: Lamhot Capah SH.
Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Dan negara hadir untuk menjamin semua warga negara mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas tanpa memandang suku, agama, ras, pekerjaan dan juga strata sosial.
Namun pada kenyataannya, walau berazaskan pada azas keadilan sosial, pendidikan di Provinsi Jawa Barat masih mengusung paradigma lama. Lebih memprioritaskan pendidikan untuk Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM).
Dari laman PPDB online Jawa Barat, kuota untuk KETM mendapat porsi besar. Berikut sebaran kuota KETM untuk masing-masing SMA Negeri di Kota Bekasi:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
- SMAN 1 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 2 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 3 Bekasi, kuota 48 siswa
- SMAN 4 Bekasi, kuota 52 siswa
- SMAN 5 Bekasi, kuota 42 siswa
- SMAN 6 Bekasi, kuota 42 siswa
- SMAN 7 Bekasi, kuota 50 siswa
- SMAN 8 Bekasi, kuota 47 siswa
- SMAN 9 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 10 Bekasi, kuota 47 siswa
- SMAN 11 Bekasi, kuota 54 siswa
- SMAN 12 Bekasi, kuota 42 siswa
- SMAN 13 Bekasi, kuota 42 siswa
- SMAN 14 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 15 Bekasi, kuota 52 siswa
- SMAN 16 Bekasi, kuota 38 siswa
- SMAN 17 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 18 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 19 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 20 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 21 Bekasi, kuota 51 siswa
- SMAN 22 Bekasi, kuota 51 siswa
Selain mendapatkan porsi besar dalam kuota PPDB, siswa yang berpredikat sebagai siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu, bebas memilih sekolah mana yang dikehendakinya. Walaupun itu berjarak sampai puluhan kilometer jauhnya dari tempat tinggalnya.
Skenario Serupa di PPDB tahun 2021 Lalu
Seperti yang pernah saya ditemui dalam PPDB tahun 2021 silam, beberapa siswa yang notabene membawa status KETM memilih sekolah-sekolah favorit, seperti SMAN 1, 2 dan 5, sedangkan jelas di dekat tempat tinggalnya ada sebuah SMA Negeri lainnya.
Namun, ketika hal ini dipertanyakan ke beberapa pejabat pendidikan, jawaban simpel dan sederhana diberikan oleh mereka, “Apakah siswa miskin tidak boleh memilih sekolah yang menurut mereka berkualitas? Itu hak mereka, dan tidak dapat dihalang-halangi.”
Secara logika berpikir sederhana, memang tidak dapat dihalang-halangi siswa dari latar belakang KETM untuk memilih sekolah yang diinginkannya.
Apakah tidak menjadi sesuatu yang janggal ketika di sekitar rumahnya, radius di bawah 1 Km, ada SMA Negeri, tapi siswa tersebut memilih untuk bersekolah ke SMAN 1 yang jaraknya sekitar 5 sampai 15 Km dari tempat tinggalnya. Namun, karena berstatus KETM, maka privilege ada di tangan mereka.
Lalu, masih pada PPDB tahun lalu, saya menemukan siswa yang tinggal di perumahan mewah di Bekasi Selatan, asal sekolah dari salah satu sekolah swasta paling bonafide juga di Bekasi Selatan, namun masuk ke SMAN 1 Bekasi menggunakan privilege yang sama, Siswa KETM.
Pejabat itu juga melanjutkan, “Kita hanya sebatas memverifikasi dokumen. Kalau mereka punya dokumen pendukung bahwa mereka berasal dari keluarga tidak mampu, dan masih ada kuota untuk mereka di sekolah tersebut, apa bisa kita halang-halangi. Tidak.”
Itulah sedikit gambaran tentang fenomena PPDB Jabar tahun 2021 lalu. Dan kemungkinan besar hal ini akan terjadi lagi pada PPDB 2022 saat ini.
Dan dari hasil penelisikan,maupun investigasi yang saya dilakukan menjelang tahap pendaftaran PPDB, sejumlah Kantor Lurah, Camat, Disdukcapil dan juga Dinsos membludak warga untuk mengurus SKTM.
Tanpa malu-malu, warga mengurus surat-surat sakti itu untuk mendapatkan privilege khusus dari negara. Walaupun dia datang ke kantor-kantor tersebut turun dari sebuah mobil mewah berstandar di atas 500 jutaan.
Tidak juga merasa aman dengan mengantongi predikat tidak mampu, banyak orang tua, dibantu oleh “tangan-tangan sakti” menyulap koordinat tempat tinggal menjadi hanya di bawah 500 meter dari sekolah.
Bahkan ada yang hanya di bawah 100 meter dari sekolah favorit tersebut. Misalnya sekarang , jumlah siswa yang mendaftar dengan menggunakan jalur KETM di SMAN 1 Bekasi, sebanyak 56 orang dari 51 kuota yang ada.
Demikian juga di SMAN 2, 112 pendaftar memperebutkan 51 kursi. Di SMAN 3, terdaftar 52 siswa dari kuota 48. Di SMAN 4, 63 pendaftar dari 52, dan di SMAN 5, terdaftar 110 siswa memperebutkan 42 kursi. Dari sekian banyak pendaftar tersebut, beberapa siswa terlihat sangat mencolok.
Kembali ke permasalahan Jalur KETM. Dengan bangganya, para orang tua menggunakan label tidak mampu, sedangkan tempat tinggalnya berjarak di bawah radius 300 meter.
Padahal bila seandainya benar dia berdomisili sekitar sekolah, dia tidak harus menggunakan label tidak mampu hanya untuk bersekolah.
Menyedihkan. Karena pemerintah sudah menyediakan kuota untuk masyarakat sekitar sekolah melalui Jalur Zonasi sebesar 50 persen dari daya tampung sekolah. Tidak perlu dengan embel-embel siswa miskin atau siswa dari keluarga tidak mampu, ataupun keluarga yang terdampak bencana, entah bencana apa.
Kalau hanya untuk dapat bersekolah di sekolah negeri saja harus mengaku-ngaku miskin atau tidak mampu, sampai-sampai merubah koordinat , tapi meninggikan kesombongan dengan memilih sekolah-sekolah favorit, entah akan menjadi apa anak-anak ini kelak.
Karena dari sejak dini sudah diajarkan melakukan segala cara untuk mencapai tujuan. Termasuk cara-cara yang sangat memalukan.
Bersambung…………