Proses rekrutmen Satuan Pengawas Internal (SPI) di RSUD Chasbullah Abdulmadjid (CAM) Kota Bekasi tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, aktivis, hingga pemerhati kebijakan publik.
Mekanisme rekrutmen yang dinilai tertutup dan membingungkan memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Frits Saikat, seorang aktivis kemanusiaan yang kerap terlibat dalam advokasi pasien di RSUD CAM.
Saat ditemui awak media, Frits mengungkapkan kebingungannya terkait informasi yang tidak sinkron antara pihak RSUD CAM dan Pemerintah Kota Bekasi mengenai mekanisme rekrutmen SPI.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyebut bahwa pernyataan dari Direktur RSUD CAM, Dr. Kusnanto, dan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, justru saling bertentangan.
“Saya sempat konfirmasi ke Direktur RSUD Dr. Kusnanto soal mekanisme rekrutmen SPI. Beliau bilang pendaftaran bisa berkoordinasi dengan Pak Wali Kota. Tapi lucunya, setelah saya tanya ke Wali Kota Bekasi, beliau malah bilang prosesnya ada di website RSUD CAM. Nah, ini kan lucu, kok informasinya beda. Tapi ya sudahlah, itu urusan mereka. Saya cuma heran, Direktur sama Wali Kota bohongnya nggak kompak,” ujar Frits sambil tertawa ringan.
Frits juga menyoroti kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait proses rekrutmen SPI.
Ia menilai bahwa pengumuman yang hanya dilakukan melalui website RSUD CAM tanpa publikasi di media massa atau kanal informasi publik lainnya memperkuat kesan ketertutupan.
“Saya saja yang sering berhubungan dengan pihak RSUD CAM untuk advokasi pasien tidak tahu alamat website-nya, apalagi masyarakat umum. Tapi mungkin saya yang gaptek?” ujarnya dengan nada bercanda.
Minimnya akses informasi ini, kata dia, dianggap sebagai bentuk pembatasan yang tidak perlu, mengingat posisi SPI merupakan jabatan strategis yang seharusnya diisi melalui proses yang transparan dan akuntabel.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya kepentingan politik dalam pembentukan SPI, Frits membantah adanya skenario politik sempit.
Namun, ia tidak menampik bahwa beberapa nama yang muncul dalam daftar kandidat memiliki latar belakang partai politik.
“Nggak lah, saya rasa nggak seperti itu. Tapi memang ada beberapa nama yang saya lihat tadi, ada juga kok yang kutu loncat dari partai satu ke partai lain. Jadi, saya rasa ini lebih ke persoalan teknis saja,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD CAM dan Pemerintah Kota Bekasi belum memberikan penjelasan resmi terkait mekanisme rekrutmen SPI maupun alasan minimnya publikasi kepada masyarakat.
Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran tim redaksi, Ketua SPI diperkirakan bakal menerima gaji serta uang transportasi sebesar Rp20 Jutaan tiap bulannya. Sedangkan bagi anggota SPI jumlahnya lebih sedikit, yakni sekira Rp13 Jutaan tiap bulan, pantas saja jadi rebutan.
Masyarakat kini menanti kejelasan dari pihak terkait agar proses pengisian posisi strategis seperti SPI dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Proses rekrutmen SPI di RSUD CAM menjadi perhatian publik karena posisi ini memiliki peran penting dalam memastikan tata kelola rumah sakit berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
Dengan adanya kritik dari berbagai pihak, diharapkan Pemerintah Kota Bekasi dan RSUD CAM dapat segera memberikan klarifikasi dan memperbaiki mekanisme rekrutmen agar lebih terbuka dan inklusif.