Sengketa Pilkada 2024 dapat dilakukan setelah 3 hari kerja sejak diumumkan penetapan perolehan suara secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berdasarkan KBBI, sengketa merupakan sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian hingga perselisihan.
Kata ini digunakan dalam Pilkada 2024 ketika ada pihak yang keberatan dengan keputusan KPU mengenai hasil perolehan suara Pilkada 2024 yang diumumkan KPU pada 15 Desember 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi yang para calon kepala daerah yang keberatan dengan keputusan tersebut dapat mengajukan sengketa Pilkada 2024.
Apa Itu Sengketa Pilkada 2024?
Menurut Pasal 156 Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2016, perselisihan hasil pemilihan merupakan perselisihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dengan calon kepala daerah terhadap penetapan hasil perolehan suara.
Sengketa Pilkada 2024 dapat terjadi ketika pasangan calon kepala daerah keberatan dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan yang dilakukan harus sesuai dengan undang-undang yang mengatur persoalan sengketa Pilkada 2024.
Ini menjadi acuan bagi para calon kepala daerah untuk mengajukan gugatan atau sengketa.
Adanya perselisihan terhadap perolehan suara dapat mempengaruhi penetapan calon terpilih.
Bila sengketa dikabulkan MK, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan tersebut.
Syarat Sengketa Pilkada 2024
Pengajuan gugatan atau sengketa dilakukan oleh calon kepala daerah atau peserta pemilihan yang keberatan dengan keputusan KPU.
Aturan untuk mengajukan sengketa dapat dilakukan sesuai dengan pasal 157 berikut ini:
- Peserta pemilihan mengajukan permohonan kepada MK paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan.
- MK memiliki waktu maksimal 45 hari untuk menggelar sidang sengketa gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 yang diajukan oleh para kontestan pilkada.
- Pengajuan permohonan gugatan hasil pilkada harus dilengkapi dengan alat/dokumen bukti pelanggaran dan keputusan KPU Provinsi atau kabupaten/kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
- Apabila alat bukti kurang lengkap, para calon kepala daerah yang mengajukan gugatan dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lambat tiga hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh MK.
- Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Cara Pengajuan Sengketa Pilkada 2024
Perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus yang dibentuk sebelum pelaksanaan pilkada.
Adapun tata cara pengajuan gugatan sebagai berikut:
- Pemohon datang ke MK
- Menunjukkan identitas diri
- Mengambil nomor urut pengajuan (NUP)
- Menyerahkan berkas
- Memasukkan perkara di meja registrasi
- Menunggu hasil registrasi dan status permohonan diterima atau tidaknya
Berdasarkan permohonan MK Nomor 4 Tahun 2024, MK akan menerima pengajuan gugatan dari pemohon sejak 27 November 2024 hingga 18 Desember 2024.
Kegiatan merupakan upaya MK untuk meningkatkan kesiapan dan kualitas penanganan sengketa pilkada dengan fokus pada perbaikan sistem dan mekanisme yang ada.
Ambang Batas Pengajuan Permohonan Sengketa Pilkada
Mengenai syarat formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil Pilkada 2024 diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2024.
Syarat tersebut berlaku setelah pemeriksaan persidangan atau dipertimbangkan setelah pemeriksaan lanjutan bersamaan dengan pokok permohonan.
Pemohon tetap menguraikan pasal 158 dalam kedudukan hukum dengan menghubungkan pada pokok permohonan untuk menjelaskan kepada MK bahwa penerapan pasal tersebut dapat ditunda keberlakuannya sehingga harus dibuktikan dalam pemeriksaan persidangan.
Jadi, syarat formil tidak dipertimbangkan di awal. MK akan membawanya sampai mempertimbangkan dan mempersidangkan pokok permohonan sengketa.
Ada empat ambang batas pengajuan permohonan sengketa yakni:
- Apabila terjadi perselisihan sebanyak 2 persen dari total suara sah untuk provinsi dengan penduduk di bawah 2 juta jiwa. Untuk kabupaten/kota penduduknya di bawah 250 ribu jiwa.
- Apabila terjadi perselisihan sebanyak 1,5 persen dari total suara sah untuk provinsi dengan penduduk 2 juta sampai 6 juta jiwa. Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu hingga 500 ribu jiwa.
- Apabila terjadi perselisihan sebanyak 1 persen dari total suara sah untuk provinsi dengan penduduk 6 juta sampai 12 juta jiwa. Untuk kabupaten/kota dengan penduduk 500 ribu sampai satu juta jiwa.
- Apabila terjadi perselisihan sebanyak 0,5 persen dari total suara sah untuk provinsi dengan penduduk di atas 12 juta jiwa. Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa.
Contoh Kasus Sengketa Sesuai Aturan Ambang Batas Permohonan
Dilansir laman MK RI, diberikan contoh kasus sengketa pilkada yang mengaitkan dengan ambang batas permohonan pengajuan. Berikut ini contohnya.
Diketahui provinsi X dengan jumlah pendudukan 1.905.121 jiwa. Pengajuan perselisihan suara dapat dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak dua persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU.
Apabila di provinsi tersebut total suara sah mencapai 1.837.300, maka 2 persennya adalah 36.746. Jumlah tersebut merupakan ambang batas selisih suara antarpasangan calon (paslon).
Hasil perolehan suara ditetapkan paslon A mendapatkan 637.200 suara, paslon B 601.500 dan paslon C 598.600. Selisih suara antara paslon A dan B adalah 35.700 suara (637.200-601.500).
Selisih suara itu berada di bawah angka ambang batas yang telah dihitung yakni 36.746 dan memenuhi syarat pasal 158 UU Pilkada. Data ini dapat dipaparkan pada saat persidangan.
Demikian penjelasan mengenai sengketa Pilkada 2024 meliputi syarat, cara mengajukan dan contoh kasus berdasarkan ambang batas pengajuan. Semoga bermanfaat.
Editor : Bung Ewox
Sumber Berita : Detik.com