Era digital telah membawa banyak perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, budaya, dan termasuk dalam perjuangan kesetaraan gender.
Feminisme, sebagai Gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, dan juga tidak terlepas dari pengaruh dunia digital.
Era digital telah memberikan peluang besar bagi gerakan feminisme, namun juga menghadirkan tantangan yang kompleks.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Era digital telah membawa angin segar bagi gerakan feminisme.
Akses yang semakin mudah terhadap informasi, platform untuk bersuara, dan jaringan global telah memperkuat suara perempuan dan memperluas jangkauan gerakan feminisme.
Feminisme di era digital ini terus berkembang dan berubah. Oleh karena itu, penting untuk selalu memperbarui informasi dan mengikuti perkembangan terbaru.
Namun apakah era digital ini membawa kemenangan bagi feminisme, atau justru menghadirkan tantangan baru?
Dalam segi sebuah kemenangan:
Peningkatan visibilitas
Media sosial menjadi salah satu platform bagi perempuan untuk berbagai pengalaman, suara, dan perjuangan mereka.
Hal ini meningkatkan visibilitas isu-isu perempuan dan mendorong lebih banyak orang untuk sadar akan ketidaksetaraan gender.
Peningkatan visibilitas ini membuat sebuah isu, masalah, atau kelompok menjadi terlihat dan diperhatikan oleh masyarakat luas untuk memberdayakan suara perempuan atau memberikan ruang bagi perempuan sebagai berbagi pengalaman, pendapat dan aspirasi mereka.
Contoh yang dapat kita ambil adalah gerakan #MeToo. Gerakan ini berhasil membuka percakapan global tentang kekerasan seksual dan mendorong lebih banyak korban untuk bersuara.
Gerakan #KitaSemuaBisa. Gerakan ini mendorong partisipasi perempuan dalam politik dan kepemimpinan.
Peningkatan visibilitas feminisme di era digital ini adalah sebuah perkembangan yang positif.
Namun, kita perlu terus berjuang untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan bahwa suara perempuan terus didengar dan diperjuangkan.
Akses informasi
Internet memberikan akses yang lebih mudah bagi perempuan untuk mendapatkan sebuah informasi mengenai hak-hak mereka, sumber daya, dan peluang yang tersedia.
Informasi yang didapat bisa dari media sosial, seperti platform Instagram, Twitter, dan Facebook banyak digunakan oleh aktivis dan organisasi perempuan untuk membagikan informasi, kampanye, serta cerita pribadi. Kamu bisa mengikuti akun-akun tersebut untuk mendapatkan update terbaru.
Contoh konkret yang dapat kita ambil adalah platform Konde.co. sebuah platform media online yang fokus pada isu-isu perempuan dan feminisme di Indonesia.
Platform Feminist.co sebuah akun Instagram yang populer yang membagikan informasi dan infografis tentang feminisme.
Akses informasi ini merupakan sebuah kunci dalam memperkuat gerakan feminisme.
Dengan adanya internet, perempuan dapat saling terhubung, berbagai pengetahuan, dan membangun gerakan yang kuat.
Namun, kita perlu waspada terhadap tantangan yang ada dan terus berupaya untuk menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif bagi semua perempuan.
Dalam segi tantangan baru:
Hate Speech atau Pelecehan Online
Ruang digital menjadi tempat berkembangnya hate speech atau pelecehan seksual terhadap perempuan.
Bentuknya ini sangat beragam, dimulai dari komentar negatif di media sosial, pesan pribadi yang berisi ancaman, hingga penyebaran konten yang merendahkan atau menghina.
Tantangan ini dapat menghambat partisipasi perempuan dalam ruang publik digital.
Hate speech atau pelecehan online ini ditujukan kepada permupuan di dunia maya, seperti: ujaran kebencian berbasis Gender.
Penghinaan dalam sebuah penampilan ini termasuk ke dalam sebuah penghinaan. Mengapa ujaran kebencian berbahaya?
- Mengancam keselamatan: Ujaran kebencian dapat memicu kekerasan fisik dan psikologis.
- Membatasi kebebasan berekspresi: Ujaran kebencian dapat menciptakan suasan yang tidak aman bagi kelompok yang menjadi target, sehingga mereka merasa takut untuk bersuara.
- Merusak sebuah reputasi: Ujaran Kebencian dapat merusak reputasi seseorang atau kelompok tertentu.
Penting diingatkan, ujaran kebencian adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Kita semua memiliki peraan untuk menciptakan ruang online yang aman dan inklusif bagi semua orang.
Komersialisasi feminisme
Feminisme sering dijadikan tren atau komoditas oleh industri tertentu, yang dapat mengaburkan makna sebenarnya dari sebuah gerakan ini.
Dalam hal ini, komoditas feminitas mengungkapkan bagaimana berbagai praktik dan strategi pemasaran membentuk pola konsumen identitas gender, dan peran sosial yang telah melanggengkan ketidaksetaraan gender.
Feminisme dimanfaatkan untuk tujuan komersial , seringkali tanpa pemahaman yang mendalam tentang gerakan feminisme itu sendiri, bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti iklan yang memanfaatkan isu feminisme.
Iklan seringkali menggunakan citra perempuan yang kuat dan mandiri untuk menjual produk, namun tanpa memberikan pesan yang subtansial tentang kesetaraan gender.
Komersialisasi feminisme ini memiliki dampak yang cukup banyak, seperti:
- Pembelokan makna Feminisme: komersialisasi dapat mengubah feminisme menjadi tren semata, mengabaikan isu-isu struktural dan sistemik yang mendasari ketidaksetaraan gender.
- Eksploitasi: perempuan dapat dieksploitasi secara seksual atau finansial dalam upaya untuk menjual produk atau jasa dengan label feminis.
- Memperkuat Patriaki: Dalam beberapa kasus, komersialisasi feminisme justru dapat memperkuat sistem patriaki dengan cara yang halus, misalnya dengan mempromosikan citra perempuan yang ideal dan tidak realistis.
Komersialisasi feminisme ini adalah fenomena yang kompleks. Meskipun ada niat baik di balik beberapa upaya komersialisasi, penting bagi kita untuk tetap kritis dan membedakan antara feminisme sejati dan eksploitasi komersial.
Dengan memahami dampak dari komersialisasi, kita dapat menjadi konsumen yang lebih cerdas dan mendukung gerakan feminisme yang otentik.
Era digital ini telah memberikan peluang besar bagi gerakan feminisme, namun juga menghadirkan tantangan baru.
Hal ini sangat penting untuk menciptakan suatu lingkungan yang mendukung semua individu, tanpa memandang jenis kelamin atau latar belakang dan memastikan bahwa setiap orang merasa dihargai dan terwakili dalam media digital.
Feminisme di era digital adalah sebuah pertempuran yang berkelanjutan.
Untuk mencapai kesetaraan gender, kita perlu terus berjuang melawan berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Berikut beberapa saran yang dapat diambil, antara lain;
- Tingkatkan Literasi digital: Memahami cara kerja media sosial dan internet dengan baik dan benar untuk melindungi diri dari pelecehan online.
- Gunakan Media Sosial dengan Bijak: Sebarkan informasi yang akurat dan positif tentang feminisme, dan lawan ujaran kebencian.
- Lindungi Privasi: Batasi informasi pribadi yang dibagikan di media sosial untuk mencegah suatu doxing.
- Belajar tentang Interaksi: Pahami bagaimana berbagai bentuk penindasan (ras, kelas, orientasi seksual, dll.) saling terikat dengan gender.
Jadi, Feminisme di era digital adalah sebuah proses yang dinamis dan terus berkembang.
Dengan kerja sama yang semangat kuat, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan setara bagi semua orang.
Secara umum, kita semua memiliki peran dalam menciptakan dunia digital yang lebih adil dan setara bagi perempuan.
Dengan bekerja sama, kita dapat mengatasi tantangan dan meraih kemenangan dalam perjuangan untuk kesetaraan gender.
Penulis : Salwa Al Qorni [Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta]
Editor : Bung Ewox