Dugaan pertamax oplosan mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan sembilan petinggi Pertamina yang menjadi tersangka.
Para tersangka korupsi Pertamina ini diduga melakukan blending atau mengoplos BBM jenis Pertamax dengan Pertalite.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka diduga membeli RON 90 atau lebih rendah, namun mengaku membeli RON 92.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemudian RON 90 itu dioplos atau blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92.
Kerugian masyarakat akibat pertamax oplosan ini karena konsumen harus merogoh kantong lebih dalam untuk membayar BBM dengan research octane number (RON) 92 yang diduga merupakan hasil oplosan dari RON 90 (Pertalite).
Berdasarkan hasil perhitungan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menilai kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 47 miliar per hari atau Rp 17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan.
Selain itu, pengoplosan ini juga berdampak menghilangkan produk domestik bruto sebesar Rp 13,4 triliun. “Dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan.” (TEMPO.CO, 28 Februari 2025).
Oleh karena itu, ada sekelompok orang atau individu (naturalijk person) yang mengalami kerugian akibat pertamax oplosan ini karena hasil oplosan dari RON 90 (Pertalite).
Dimana setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum dengan demikian setiap warga negara atas nama kepentingan umum (on behalf on the public interest) dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapa saja pun yang melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) yang nyata-nyata merugikan kepentingan publik dan kesejahteraan luas (pro bono publico).
Hal ini pun, sesuai dengan hak asasi manusia mengenai access to justice, yaitu akses untuk mendapatkan keadilan apabila negara diam atau tidak melakukan tindakan apapun untuk kepentingan warga negaranya yang mengacu pada landasan yuridis, filosofis dan moral dalam rangka sistem dan doktrin hukum serta instrumen citizen law suit atau actio populasis.
Pengajuan tuntutan perdata yakni gugatan oleh warga negara yang dikenal dengan actio popularis atau citizen law suit. Menurut Sjahdeini (2005) yang dimaksud dengan citizen law suit adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan.
Gugatan dapat ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum.
Menurut Gokkel (2005), citizen law suit adalah gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang, tanpa ada pembatasan, dengan pengaturan oleh negara.
Dalam citizen law suit setiap orang dapat menggugat atas nama kepentingan umum dengan menggunakan Pasal 1365 BW.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa citizen law suit adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur adanya prosedur tersebut.
Dengan demikian setiap anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapa saja yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas.
Selanjutnya, dalam citizen law suit, hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas nama kepentingan umum adalah tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang yang mengalami sendiri kerugian secara Iangsung, dan juga tidak memerlukan surat kuasa khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.
Citizen law suit memiliki kesamaan dengan class action, yaitu sama-sama merupakan gugatan yang melibatkan kepentingan sejumlah besar orang secara perwakilan oleh seorang atau lebih.
Adapun, yang membedakan dengan class action adalah citizen law suit yang berhak mengajukan gugatan adalah setiap orang atas dasar bahwa ia adalah anggota masyarakat tanpa mensyaratkan bahwa ia adalah orang yang menderita kerugian secara langsung.
Dalam class action tidak setiap orang dapat mengajukan gugatan, melainkan hanya satu atau beberapa orang yang merupakan anggota kelompok yang mengalami kerugian secara langsung.
Kepentingan yang dituntut dalam citizen law suit adalah kepentingan umum yang dianggap kepentingan setiap anggota masyarakat juga, sedangkan dalam class action kepentingan yang dituntut adalah kepentingan yang sama dalam suatu permasalahan yang menimpa kelompok tersebut.
Karakteristik citizen law suit, menurut Indro Sugianto (2005) dapat digambarkan sebagai berikut:
- Citizen law suit merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk mengajukan gugatan di Pengadilan untuk dan atas nama kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik.
- Citizen law suit dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau otoritas negara.
- Citizen law suit memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan (implementasi) undang-undang.
- Orang perorangan warga negara yang menjadi penggugat dalam citizen law suit tidak perlu membuktikan adanya kerugian langsung yang bersifat riil atau tangible.
- Secara umum, peradilan cenderung reluctant terhadap tuntutan ganti kerugian jika diajukan dalam gugatan citizen law suit.
Gugatan citizen law suit yang biasa juga dikenal dengan sebutan actio popularis, yakni prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum (public interest) secara perwakilan.
Didasarkan pada prinsip bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum, dengan demikian setiap warga negara atas nama kepentingan umum (on behalf of the public interest) dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) yang nyata-nyata merugikan kepentingan publik dan kesejahteraan luas (pro bono publico), hal inipun sesuai dengan hak asasi manusia mengenai access to justice yaitu akses untuk mendapatkan keadilan, apabila negara diam atau tidak melakukan tindakan apapun untuk kepentingan warga negaranya tersebut.
Oleh karena sistem dalam gugatan warga negara (citizen law suit) yang sifat gugatannya adalah memperjuangkan kepentingan publik atau hajat hidup orang banyak dalam hal negara tidak melaksananakan kewajibannya untuk melindungi, menghormati, menegakkan dan memajukan hak-hak dan hak asasi warga negara, sehingga merugikan warga negaranya sedangkan wakil-wakil dari warga negara tersebut yang duduk di lembaga negara diam atau tidak mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingan atau persoalan yang merugikan warga negaranya.
Dengan menyimak argumentasi dan penggunaan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 28 UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 5 dan 10 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan gugatan citizen law suit, sekalipun secara umum tetap menggunakan hukum acara yang diatur HIR/RBg dengan penyesuaian pada tahap awal pemeriksaan, khususnya penentuan hak gugat (standing to sue) Individu atas nama Kepentingan Umum. (Bambang Mulyono, 2009).
Dapat disimpulkan, bahwa untuk prosedur gugatan warga negara (citizen law suit) yang paling spesifik adalah penentuan hak gugat (standing) dari subyek hukum Penggugat, kriteria Tergugat, kriteria materi gugatan serta perlunya notifikasi yang kesemuanya masih memerlukan pengaturan lebih khusus mengenai hak gugat warga negara atas nama kepentingan umum.
Sehingga masyarakat mempunyai pedoman yang baku untuk menggunakan prosedur gugatan citizen law suit atas kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 47 miliar per hari atau Rp 17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan akibat pertamax oplosan ini karena hasil oplosan dari RON 90 (Pertalite).
Untuk itu, mekanisme gugatan citizen law suit sebagaimana kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 47 miliar per hari atau Rp 17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan akibat pertamax oplosan ini karena hasil oplosan dari RON 90 (Pertalite) di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa citizen law suit merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk mengajukan gugatan di pengadilan untuk dan atas nama kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik, sebagaimana dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau otoritas negara.
Dalam konteks yang demikian, citizen law suit memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan (implementasi) undang-undang yang mana menjadi penggugat dalam citizen law suit tersebut, serta tidak perlu membuktikan adanya kerugian langsung yang bersifat riil atau tangible sebagaimana kerugian yang dialami masyarakat selama satu tahun praktik pengoplosan akibat pertamax oplosan ini karena hasil oplosan dari RON 90 (Pertalite) terhadap tuntutan ganti kerugian jika diajukan dalam gugatan citizen law suit.
Penulis : NAUPAL AL RASYID, SH., MH (Direktur LBH FRAKSI ’98)
Editor : Bung Ewox