Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan bahwa Lebaran 2025 menjadi penetapan terakhir dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Mulai 1 Muharram 1447 H atau awal tahun 2026, Muhammadiyah akan beralih menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) sebagai rujukan utama dalam menentukan awal bulan Hijriah, termasuk Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Kepastian ini disampaikan oleh Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto, yang menyebut akan ada peluncuran resmi KHGT pada tahun mendatang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Betul, tahun depan Muhammadiyah menggunakan KHGT. Nanti akan ada peluncuran resmi,” ujarnya dikutip dari laman resminya, Kamis (03/04/2025).
Akhir Era Wujudul Hilal
Metode hisab hakiki wujudul hilal selama ini menjadi pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Awal bulan ditetapkan bila hilal sudah wujud, yaitu setelah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari, dan posisi bulan sudah berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, bulan digenapkan menjadi 30 hari.
Namun, metode ini bersifat lokal—berbasis wilayah hukum tempat tinggal umat Islam—sehingga kerap memicu perbedaan penetapan awal bulan antarnegara, bahkan antardaerah dalam satu negara.
Menuju Unifikasi Global
KHGT merupakan sistem kalender yang dirancang untuk penyeragaman awal bulan Hijriah secara global, dengan cara menganggap bumi sebagai satu kesatuan mutlak (zona rukyat).
KHGT menggunakan kriteria Imkanur Rukyat, yakni kemungkinan hilal terlihat, dengan parameter umum: ketinggian bulan minimal 5 derajat dan elongasi (jarak sudut bulan dan matahari) minimal 8 derajat.
Dengan kriteria tersebut, jika di suatu titik di muka bumi hilal sudah memenuhi syarat visibilitas, maka seluruh dunia menetapkan awal bulan yang sama.
KHGT diharapkan dapat menyatukan kalender Hijriah dan menyamakan waktu-waktu ibadah umat Islam di seluruh dunia.
Keputusan Muhammadiyah ini juga berakar dari Munas Tarjih di Pekalongan pada 23 – 25 Februari 2024, yang menyepakati kebutuhan mendesak terhadap kalender Hijriah yang pasti dan universal.
Kelebihan KHGT
KHGT memiliki beberapa keunggulan utama, di antaranya; mampu memproyeksikan waktu jauh ke depan atau merunut ke belakang secara akurat karena berbasis hisab.
Sistem ini juga lebih inklusif, karena mengadopsi kriteria Imkanur Rukyat yang telah digunakan oleh banyak negara Islam.
KHGT dirumuskan dalam Konferensi Internasional di Turki pada 2016 yang diikuti lebih dari 150 ahli falak dari 60 negara.
Secara global, sistem ini memiliki legitimasi kuat dan berpotensi menjadi solusi dari polemik perbedaan penetapan bulan Hijriah.
Tantangan dan Kekurangan KHGT
Meski menjanjikan, KHGT tetap memiliki sejumlah tantangan. Di internal Muhammadiyah, masih terdapat resistensi karena perubahan ini dianggap meninggalkan metode Wujudul Hilal yang sudah lama dijadikan pijakan tarjih.
Selain itu, KHGT menetapkan awal hari Hijriah dimulai pukul 00.00 waktu setempat, berbeda dengan pemahaman umum masyarakat Muslim yang menganggap hari Hijriah dimulai sejak Maghrib.
Di sisi lain, KHGT menekankan ijtimak sebagai titik transisi bulan, sehingga memunculkan pertanyaan terkait peran rukyat dalam konteks hadis-hadis Nabi yang menyebutkan hilal secara visual.
Kesatuan Umat Jadi Tujuan
Terlepas dari dinamika tersebut, Muhammadiyah menegaskan bahwa transisi ke KHGT adalah bagian dari ikhtiar untuk mewujudkan kalender Islam yang bersifat global, ilmiah, dan menyatukan umat.
KHGT diyakini akan membawa keseragaman waktu ibadah, seperti Idulfitri dan Iduladha, antara Indonesia, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya.
Langkah ini sekaligus menjadi kontribusi Muhammadiyah dalam menjawab tantangan zaman, menyatukan umat, dan memperkuat integrasi global umat Islam melalui kepastian waktu ibadah.