Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) mengingatkan pentingnya penerapan etika bernegara yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila oleh para penyelenggara negara.
Imbauan ini disampaikan dalam Dialog Nasional bertajuk “Etika Bernegara Pancasila” yang digelar oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PA GMNI di Sekretariat PA GMNI Jakarta, Sabtu (22/03/2025).
Dialog ini diadakan sebagai respons terhadap kondisi Indonesia yang dinilai mengalami defisit demokrasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Umum PA GMNI, Prof. Arief Hidayat, menekankan bahwa etika bernegara Pancasila merupakan seperangkat nilai yang mengatur tindakan pejabat negara dan publik dalam menjalankan tugas dengan keadilan, tanggung jawab sosial, dan transparansi.
Menurutnya, penerapan nilai-nilai ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
“Etika bernegara Pancasila adalah seperangkat nilai yang mengatur tindakan pejabat negara dan pejabat publik dalam menjalankan tugas keadilan, tanggung jawab sosial, transparansi. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Prof. Arief Hidayat dalam sambutannya.
Pentingnya Supremasi Sipil dalam Demokrasi Pancasila
Prof. Arief Hidayat mengingatkan bahwa sistem demokrasi Pancasila yang dirancang oleh para pendiri bangsa bertujuan untuk menegakkan supremasi sipil, sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Ia juga menyoroti bahwa Indonesia bukan sekadar negara hukum biasa (common law), melainkan negara hukum yang berkeadilan dan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Dalam berpolitik, ekonomi, dan sosial budaya, semua harus disinari oleh nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, tanpa mengacu pada agama tertentu. Rule of ethics harus berada di atas hukum positif,” tambahnya.
Namun demikian, ia juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap kecenderungan yang terjadi di negara-negara dengan tingkat spiritualitas tinggi, di mana korupsi, kriminalitas, dan pelanggaran HAM justru lebih tinggi dibandingkan negara-negara dengan tingkat atheisme yang rendah.
Menurutnya, fenomena ini menjadi kenyataan yang berbahaya bagi Indonesia.

Pandangan Para Pemikir dan Akademisi
Dialog Nasional ini turut menghadirkan sejumlah tokoh penting, seperti Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara; Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Widjojo, mantan Gubernur Lemhanas; serta Dr. Sukidi, akademisi dan peneliti yang fokus pada isu sosial dan politik. Acara ini juga disiarkan secara daring ke seluruh cabang PA GMNI di Indonesia.
Pengamat kebhinekaan, Dr. Sukidi, menyampaikan bahwa bangsa ini perlu kembali kepada pemikiran para pendiri bangsa, terutama Bung Karno, yang menjadikan Pancasila sebagai bintang penuntun dalam berbangsa dan bernegara.
“Bung Karno menyatakan bahwa Pancasila adalah bintang penuntun dalam bersikap berbangsa dan bernegara. Menjadikan Pancasila sebagai sumber dari etika bernegara adalah langkah yang harus kita ambil,” jelas Sukidi, yang juga merupakan doktor lulusan Harvard University.
Ia menambahkan bahwa akar-akar kejahatan seperti korupsi dan upaya kekuasaan yang mengurangi peran supremasi sipil harus segera diputus. Demokrasi, menurutnya, harus selalu berlandaskan pada rule of law.
Sementara itu, Romo Franz Magnis Suseno menyoroti pembusukan yang terjadi dalam demokrasi Indonesia sejak era reformasi.
Menurutnya, pengaruh oligarki semakin kuat, mengalahkan prinsip-prinsip demokrasi yang sesungguhnya.
“Para politisi tidak lagi melayani rakyat, tetapi mencari kesempatan untuk memperkaya diri,” ujar Prof. Franz Magnis Suseno.
Harapan untuk Masa Depan Demokrasi Indonesia
Dialog Nasional ini dihadiri oleh para aktivis GMNI serta alumni GMNI dari berbagai unsur partai politik dan penyelenggara negara.
Para peserta sepakat bahwa penerapan etika bernegara berbasis Pancasila adalah langkah penting untuk memperbaiki kondisi demokrasi Indonesia yang tengah menghadapi tantangan besar.
Dengan dialog ini, PA GMNI berharap dapat mendorong para penyelenggara negara untuk kembali kepada nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka, demi menciptakan Indonesia yang lebih adil, transparan, dan berkeadilan.