BEKASI – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi mengumumkan rencana ambisius untuk merestorasi 1,5 juta hektare lahan hijau yang telah beralih fungsi. Kebijakan ini akan ditempuh melalui revisi besar-besaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) guna mengembalikan fungsi ekologis dan mengatasi persoalan lingkungan kronis, seperti banjir.
Pernyataan tegas ini disampaikan Gubernur Dedi Mulyadi di sela-sela kunjungannya di Bekasi, setelah menghadiri peletakan batu pertama proyek Wisata Air Kalimalang bersama Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Kamis (21/08/2025).
Kritik Terhadap Perda Lama dan Visi Restorasi
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Dedi Mulyadi, salah satu akar masalah alih fungsi lahan yang masif berasal dari regulasi sebelumnya. Ia menyoroti Perda tahun 2022 yang dinilai telah melegitimasi hilangnya kawasan hijau secara signifikan.
”Problemnya, Perda 2022 Jawa Barat itu menghilangkan 1,5 juta hektare lahan hijau. Ini yang mau saya kembalikan. Tata ruangnya mau saya ubah mulai hari ini,” tegas Dedi.
Langkah ini, menurutnya, adalah sebuah keharusan untuk mengembalikan keseimbangan alam. Ia berpendapat bahwa penganut filosofi sejarah harus memastikan peruntukan lahan sesuai dengan fungsinya dan tidak boleh menyalahi kodrat alam.
Inspirasi dari Peradaban Air Kerajaan Tarumanegara
Gubernur yang dikenal mendalami sejarah Sunda ini menjelaskan bahwa kebijakannya berlandaskan pada kearifan lokal Kerajaan Tarumanegara. Menurutnya, peradaban masa lalu telah mengajarkan cara mengelola air secara bijaksana.
”Saya ini orang yang belajar tentang sejarah Tarumanegara. Leluhur kita dulu sudah sangat mengerti tentang peradaban air; bagaimana sungai menjadi sumber kehidupan, jalur transportasi, sekaligus solusi untuk masalah banjir,” paparnya.
Secara filosofis, ia menyederhanakan kunci penanganan banjir di wilayah seperti Bekasi menjadi dua elemen: sungai dan rawa. “Ilmunya hanya dua: sungai dan rawa. Jika kita bisa mengurus sungai dan menjaga rawa, Bekasi tidak akan banjir. Tugas saya adalah membereskan dari hulunya,” tambah Dedi.
Ketegasan Pemimpin sebagai Kunci Penegakan Aturan
Dedi Mulyadi menyadari bahwa rencana restorasi lahan hijau ini akan berhadapan dengan kompleksitas sosial, terutama jika menyangkut bangunan atau usaha yang sudah berdiri di lahan yang tidak semestinya. Namun, ia menekankan perlunya ketegasan seorang pemimpin.
”Seorang pemimpin terkadang harus tegas, tidak boleh hanya berlandaskan perasaan ‘tidak tega’. Kalau kita selalu berpikir kasihan, masalah tidak akan pernah selesai, karena kita berhadapan dengan warga yang belum tentu sepenuhnya mengerti hak dan kewajiban,” ujarnya.
Menurutnya, ketegasan diperlukan untuk menegakkan aturan demi kepentingan publik yang lebih luas dan jangka panjang.
Menata Ruang Publik dari Dominasi Pedagang Liar
Lebih lanjut, Gubernur menyoroti salah satu tantangan utama dalam penataan ruang di Jawa Barat, yaitu maraknya okupasi ruang publik oleh pedagang yang tidak tertata. Hal ini, menurutnya, telah mengurangi nilai estetika dan hak publik untuk menikmati keindahan alam.
”Problem di Jawa Barat ini khas. Ada pantai bagus ditutup pedagang, ada sungai indah ditutup pedagang, bahkan sawah dan kebun teh yang permai pun bernasib sama,” keluhnya.
Ia menegaskan bahwa kondisi ini membuat keindahan alam Jawa Barat hanya bisa dinikmati oleh mereka yang “jajan” atau berbelanja di lokasi tersebut.
”Spot-spot indah akhirnya diambil oleh pedagang. Ini tidak bisa dibiarkan. Tugas negara adalah mengatur bagaimana pedagang bisa berdagang dengan baik, tetapi di saat yang sama alam harus tetap terjaga, terawat, dan bisa diakses oleh semua kalangan,” pungkasnya.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.



























