Tiktok disebut gagal melindungi pengguna anak-anak di dalam platformnya. Ini membuat aplikasi video tersebut didenda sebesar US$368 juta atau Rp 5,6 triliun.
Denda tersebut ditetapkan oleh investigasi Data Protection Commission (DPC) Irlandia. Lembaga tersebut menyebutkan perlindungan akun anak-anak tidak cukup dilakukan pada paruh kedua tahun 2020, dikutip dari CNN Internasional, Rabu (27/09/2023).
Salah satu contohnya adalah profil anak yang baru dibuat bisa dilihat oleh siapapun karena menjadi default oleh publik. Risiko privasi pada anak-anak juga tidak cukup diungkapkan oleh Tiktok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DPC juga menyinggung soal Family Pairing. Fitur tersebut merupakan kontrol orang tua untuk mengawasi akun anak-anak yang dirilis April 2020 lalu.
Di dalamnya, Family Pairing dapat mengatur akun untuk waktu pemakaian perangkat, membatasi konten yang tidak diinginkan, dan membatasi pesan langsung pada anak-anak.
Namun DPC menyebutkan fitur tersebut tidak mengharuskan orang dewasa yang jadi pengawas akun sebagai orang tua atau wali dari anak itu.
Artinya tiap orang dewasa bisa membuat perlindungan privasi anak menjadi lemah.
Untuk keputusan tersebut, DPC memberikan waktu perusahaan hingga tiga bulan untuk memperbaikinya.
Sementara itu, CNN Internasional mencatat tanggapan Tiktok dalam postingan blog. Menurut perusahaan, beberapa aspek dalam keputusan tidak lagi relevan.
“Sebagian besar kritik pada keputusan tidak lagi relevan karena tindakan yang kami terapkan pada awal 2021,” tulis kepala privasi Tiktok Eropa, Elaine Fox.
Pada awal 2021, Tiktok membuat akun lama dan baru menjadi pribadi secara default bagi pengguna berusia 13-15 tahun. Dia juga menjelaskan akan meluncurkan desain ulang alur pendaftaran akun bagi pengguna usia 16-17 tahun dengan pengaturan pribadi default. (*)