Sampai saat ini, begitu sangat resisten reaksi kedua kubu pendukungnya, ketika ada upaya Anies dan Puan dipasangkan sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2024.
Perbedaan latar belakang, struktur sosial dan behavior, kerapkali mengemuka dan menjadi alasan Anies dan Puan begitu ditentang, khususnya di kalangan akar rumput pendukungnya. Benarkah demikian?, mungkin ini menjadi menarik dibahas secara lebih lugas, rasional dan terukur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau memang ada perbedaan mendasar dan prinsip di antara Anies dan Puan, kenapa tidak dicari kesamaan dan kecocokannya, agar keduanya menjadi harmonis dan selaras bagi perjalanan politik ke depannya.
Jangankan hanya dua sosok, republik yang lebih kompleks masalahnya ini juga didirikan dari bangunan perbedaan yang paling prinsip dan fundamental, namun bisa disatukan oleh konsensus nasional.
Tentu saja semua paham bahwa para pendiri bangsa telah bersepakat, perbedaan mendasar soal suku, agama, ras dan antar golongan dapat dipersatukan dengan terwujudnya Pancasila, UUD 1945 dan NKRI hingga bisa dinikmati hingga saat ini.
Memori bangsa ini tak akan pudar, ketika para ulama dan pemimpin umat tulus dan hikmad dalam musyawarah BPUPKI tahun 1945, ketika Piagam Jakarta pada akhirnya melebur dalam prinsip-prinsip negara Pancasila dan bukan sebagai negara agama.
Meskipun menjadi persoalan yang substansi dan membutuhkan ekstra perhatian khususnya bagi partai politik dan pendukungnya, untuk mempertemukan Anies dan Puan sebagai pasangan ideal dalam panggung pilpres 2024.
Secara personifikasi mungkin ada, sama halnya dengan pasangan capres siapapun lainnya, karena setiap figur memiliki eksistensi dan karakternya masing-masing.
Anies dan Puan akan bertumbuh simpati, empati dan apresiasi publik, mengingat kedua figur pemimpin tersebut sama-sama memiliki loyalis dan kalangan “die hard” tersendiri.
Secara aspek historis dan ideologis, Anies dan Puan yang akan menjadi pengantin politik pilpres itu justru menjadi kekuatan signifikan dan paling berpengaruh.
Keduanya mewarisi trah pemimpin yang tak bisa diabaikan bahkan menjadi tolok ukur bibit, bebet dan bobot dari budaya Jawa yang sudah menjadi representasi politik nasional.
Puan yang cucu Bung Karno dan Anies yang cucu AR Baswedan, merupakan generasi yang layak mendapat panggung politik nasional untuk meneruskan estafet kepemimpinan dan mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang telah dicanangkan oleh generasi terdahulu.
Meneruskan spirit kebangsaan sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang pondasinya telah diletakan oleh para pejuang dan pahlawan, termasuk dari kakeknya Anies dan Puan.
Sementara itu dalam tatanan ideologi, Anies dan Puan cenderung menjadi sinergi dan elaborasi dari kekuatan nasionalis dan agama.
Kedua hubungan aliran ideologi dan politik yang dalam satu dekade ini begitu tajam pasang surutnya, berpotensi menemukan momentum politik yang kondusif melalui kolaborasi Anies dan Puan.
Meskipun mendapat sokongan umat Islam, figur moderat Anies yang berlatar pendidikan di Amerika, menjadi pasangan sejoli buat Puan yang kental dengan nasionalis sekuler, sebagian politik tradisional dan Islam abangan.
Anies dan Puan seperti mewakili keintiman ideologi nasionalis dan Islam. Keduanya juga menjadi cermin dari kekuatan partai politik besar dan paling berpengaruh serta euforia rakyat yang menginginkan figur pemimpin yang mampu merangkul kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa.
Pasangan Anies dan Puan bukan saja otentik, lebih dari itu menjadi kompromi paling bijak dan solutif dari krisis kepemimpinan dan karut-marutnya politik yang melanda kekinian Indonesia.
Setidaknya ada simbiosis mutual antara Megawati Soekarno Putri atau PDI Perjuangan dengan Anies Rasyid Baswedan jika terjadi kesepakatan.
Terkait transformasi nilai-nilai, edukasi dan rasionalisasi Anies dan Puan terhadap kemungkinan terjadinya penolakan dan migrasi dukungan politik dari masing-masing grass root.
Bagi Anies dan Puan serta irisan keduanya, memang membutukan proses dan pendekatan yang elegan untuk menjawab dan mengantisipasinya.
Namun seiring waktu dan perlahan, konstelasi dan konfigurasi politik nasional pada situasi dan kondisi tertentu, akan mendorong pilihan yang terbaik yang mendesak untuk menyelamatkan pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Para petinggi partai politik dan elit kekuasaan, khususnya dari PDI Perjuangan yang memahami dan akrab dengan kultur “patron klain” rakyat Indonesia.
Selayaknya menjadikan Anies dan Puan sebagai pasangan capres paling potensial dan mampu memenangkan hati rakyat, menjadi pilihan yang tak terhindarkan lagi.
Tentunya, selain untuk kebaikan masa depan negara dan bangsa Indonesia, pilihan Anies dan Puan sebagai pasangan capres-cawapres juga berarti mendongkrak suara partai politik yang mengusung keduanya.
Seandainya, domain Anies dan Puan beserta masing-masing irisannya memahami dan dapat memaknai perbedaan antara politik idealis dan politik realitas.
Seandainya kedua kubu masing-masing berjiwa besar dan legowo mendukung Anies dan Puan. Maka pilpres 2024 dan efek kekuasaan yang dihasilkannya, akan menjadi mahfum bagi semua pihak dinilai sebagai alat untuk merangkai idealisme.
Jadi, bersemangat dan yakinlah para nasionalis religius dan religius nasionalis. Anies dan Puan sejatinya merupakan pasangan ideologis dan relevan.
Oleh: Yusuf Blegur