Oleh: Naupal Al Rasyid, S.H., M.H (Direktur LBH FRAKSI ’98)
JAKARTA – Aksi demonstrasi yang menuntut pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta pada Kamis, 28 Agustus 2025, berakhir tragis.
Kerusuhan yang pecah antara massa dan aparat kepolisian memakan korban jiwa, memicu kecaman luas terhadap dugaan kekerasan polisi (police brutality).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brigade Mobil (Brimob).
Insiden ini menyulut perhatian serius publik dan memaksa Presiden Prabowo Subianto untuk angkat bicara.
Kronologi Insiden Mencekam di Bendungan Hilir
Menurut saksi mata, situasi memanas di Jalan Penjernihan I, tepat di depan Rumah Susun Bendungan Hilir.
Di tengah konsentrasi massa, sebuah kendaraan rantis Brimob tiba-tiba melaju kencang dan menabrak kerumunan.
Dua orang yang mengenakan jaket ojol menjadi korban. Affan Kurniawan dinyatakan tewas di tempat, sementara rekannya, Moh Umar Amarudin, mengalami luka parah dan segera dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan intensif.
”Kejadiannya begitu cepat. Tiba-tiba mobil rantis itu maju tanpa peringatan, kami semua panik,” ujar seorang saksi di lokasi kejadian.
Respons Presiden dan Tuntutan Investigasi
Menanggapi tragedi ini, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan resmi dari Istana Negara pada hari Jumat (29/8).
Melalui sebuah video, Prabowo mengaku telah memantau perkembangan demonstrasi dan insiden yang menewaskan Affan Kurniawan.
”Saya, atas nama pribadi dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, mengucapkan turut berduka cita dan menyampaikan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan,” kata Prabowo.
Pernyataan Presiden ini menjadi sinyal serius bagi institusi Polri untuk segera mengusut tuntas kasus tersebut.
Berbagai lembaga swadaya masyarakat, termasuk LBH FRAKSI ’98, mendesak pembentukan tim investigasi independen untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam penanganan kasus kekerasan aparat ini.
Analisis Kekerasan Polisi: Otoritas dan Emosi Kolektif
Direktur LBH FRAKSI ’98, Naupal Al Rasyid, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kekerasan polisi secara kolektif dalam unjuk rasa sering kali dipicu oleh berbagai faktor kompleks.
Mengutip teori dari Sherman (1980), ia menyatakan bahwa aparat cenderung merespons secara agresif ketika merasa otoritas mereka ditantang oleh massa.
”Dalam situasi tekanan tinggi, respons aparat bisa menjadi upaya untuk memulihkan kontrol, namun seringkali melampaui batas kewajaran,” jelas Naupal.
Selain itu, faktor lain yang dapat memicu tindakan eksesif meliputi:
- Instruksi Atasan: Perintah untuk menindak tegas demonstran dapat diterjemahkan secara keliru di lapangan sebagai izin untuk menggunakan kekerasan.
- Solidaritas Korps: Rasa solidaritas di antara anggota kepolisian dapat memperkuat tindakan kolektif, di mana mereka merasa perlu bertindak bersama untuk melindungi satu sama lain dari ancaman yang dirasakan.
- Faktor Psikologis: Situasi yang kacau dapat memancing “emosi kolektif” yang membuat petugas kehilangan kontrol dan bertindak impulsif, seperti yang diungkapkan oleh Tb. Ronny Nitibaskara (2018).
Pelanggaran Hukum dan Hak Asasi Manusia
Tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dalam demonstrasi ini dinilai tidak hanya mencoreng wajah demokrasi, tetapi juga berpotensi melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Naupal, tindakan aparat jelas bertentangan dengan beberapa regulasi, di antaranya:
- UU Kepolisian Pasal 19 Ayat (2): Mengamanatkan bahwa Polri harus mengutamakan tindakan pencegahan (preventif) daripada tindakan represif.
- Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009: Khususnya Pasal 9 ayat (4) mengenai asas proporsionalitas, yang mengharuskan penggunaan kekuatan seimbang dengan ancaman yang dihadapi.
”Insiden pelindasan oleh rantis adalah bentuk penggunaan kekuatan yang sama sekali tidak proporsional dan tidak dapat dibenarkan. Ini sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat karena mengakibatkan hilangnya nyawa,” tegas Naupal.
Publik kini menanti langkah konkret dari pemerintah dan Polri untuk mengadili petugas yang bertanggung jawab serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penanganan demonstrasi agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Ikuti terus perkembangan terbaru mengenai investigasi kasus kekerasan polisi dalam demo pembubaran DPR hanya di rakyatbekasi.com.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Penulis : Naupal Al Rasyid, S.H., M.H (Direktur LBH FRAKSI ’98)
Editor : Bung Ewox





























