KOTA BEKASI – Sekretaris Daerah Kota Bekasi Junaedi menginstruksikan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menggenjot realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Rabu (21/08/2024) malam kemarin, Pemerintah Kota Bekasi bersama DPRD Kota Bekasi baru saja menyepakati perubahan APBD Kota Bekasi Tahun 2024 sebesar Rp 6,9 Triliun melalui Anggaran KUA PPAS yang disepakati bersama TAPD Pemerintah Daerah.
Melalui perubahan APBD tersebut, target PAD Kota Bekasi mengalami perubahan dari target awal Rp 3,350 Triliun, meningkat menjadi sebesar Rp3,578 Triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ya harus optimis, tentunya ya nanti khususnya saya sebagai Ketua TAPD sekaligus Sekda ya itu menekankan kepada seluruh khususnya kepada OPD yang bertugas tambahan untuk mendapatkan pajak dan retribusi,” ucap Sekda Kota Bekasi Junaedi saat dikonfirmasi RakyatBekasi melalui keterangannya, Kamis (22/08/2024) lalu.
Sebagai upaya mendongrak realisasi capaian penerimaan PAD, kata dia, Pemerintah Kota Bekasi telah berupaya melakukan relaksasi dalam kemudahan pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) kepada masyarakat agar realisasi penerimaan PAD bisa meningkat. Sebab, realisasi PAD Kota Bekasi di antaranya masih didominasi dari sektor PBB.
“Ya saya rasa berdampak, terkait relaksasi adalah upaya upaya kita untuk warga masyarakat agar tertarik untuk melakukan pembayaran pajak. Tentunya awal tahun sampai pertengahan itu seni lah, dengan catatan tidak mengurangi pendapatan kita yang sudah ditargetkan,” ungkap Junaedi.
Dimana, dari perubahan APBD Kota Bekasi 2024, kata dia, kebijakan anggaran belanja daerah pada perubahan APBD Tahun 2024 mengalami penambahan sebesar Rp 1,09 Triliun atau 17,22 persen sehingga belanja menjadi Rp 7,4 Triliun.
Meski, sebagai catatan melalui perubahan struktur APBD dan Perubahan KUA dan PPAS 2024, Besaran Belanja Daerah Rp 7,4 Triliun surplus atau defisit Rp 534 Miliar dibandingkan perubahan APBD yang mencapai Rp 6,9 Triliun.
Dengan adanya defisit anggaran dari APBD Pemerintah Daerah, kata Junaedi, hal itu adalah sesuatu yang biasa terjadi, apabila belanja daerah lebih besar dibandingkan anggaran yang dimiliki.
“Itu sudah biasa, namanya bahasa keuangan yang ada defisit, ada surplus. Defisit sebenarnya engga, kita kan melihat anggaran berimbang. Nanti kita ada Silpa, kita tarik kesitu yang akhirnya tertutup,” tutur Junaedi.
Sehingga, dalam mengantisipasi terjadinya defisit Anggaran, kata dia, realisasi capaian penerimaan PAD dari sektor PBB, masih kan difokuskan. Walaupun, sejauh ini belum ada program stimulan yang dikerahkan kepada OPD penghasil PAD.
“Itu nanti kita lihatlah, yang jelas relaksasi itu ada, sekarang kan baru PBB. Kalau yang lain-lain, kita relaksasi juga nanti berimbas ke yang lainnya. Yang jelas kita lihat, terutama adalah (relaksasi) PBB dulu,” paparnya.