Praktik penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan masih marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Kota Bekasi.
Meski Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran No.M/5/HK.04.00/V/2025 tentang larangan penahanan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik buruh, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut terus berulang.
Salah satu kasus terbaru dialami oleh seorang pria berinisial JN, warga asal Lampung yang merantau ke Bekasi untuk bekerja di perusahaan pembiayaan PT. Multindo Finance.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
JN mengaku ijazahnya ditahan oleh pihak perusahaan sebagai syarat untuk dapat bekerja sebagai account officer sejak November 2024.
Kronologi Kasus Penahanan Ijazah di PT. Multindo Finance
Ketua Komisariat GMNI Universitas Bina Sarana Informatika Bekasi, Dian Arba, JN terpaksa menyetujui penahanan ijazah karena tidak memiliki pilihan lain demi mempertahankan pekerjaannya dan mendukung keluarga yang baru ia bentuk usai menikah.
“JN datang mengadu. Ketika mengundurkan diri pada 25 April 2025 karena harus merawat mertuanya yang sakit di kampung, ijazahnya tidak dikembalikan. Perusahaan meminta uang Rp3.220.500 dengan alasan pengembalian kelebihan gaji,” ujar Bung Jangkis, sapaan karib Dian Arba kepada rakyatbekasi.com, Jumat (04/07/2025).
Sebagai catatan, GMNI telah melaporkan kasus ini ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bekasi sejak 11 Juni 2025, namun hingga kini belum ada tindakan konkret.
Bahkan saat audiensi langsung ke kantor Disnaker pada Kamis, 3 Juli 2025, mereka mendapati bahwa pihak terkait belum mengetahui laporan tersebut.
“Kami sudah melayangkan surat resmi, tetapi saat kami datang (hari ini), namun ternyata mereka (Disnaker Kota Bekasi) belum tahu menahu. Ini mencerminkan lemahnya penanganan laporan ketenagakerjaan di Bekasi,” sesal Bung Jangkis.
Ancaman Hukum dan Seruan untuk Pemerintah Kota Bekasi
Penahanan dokumen pribadi seperti ijazah bertentangan dengan regulasi ketenagakerjaan dan berpotensi menjerat pelaku dengan sanksi pidana.
Aktivis GMNI menilai hal ini sebagai bentuk eksploitasi terhadap pekerja yang rentan, terutama buruh migran atau perantau.
“Jika praktik ini tidak diberantas, akan mencoreng nama baik Kota Bekasi dan menciptakan preseden buruk bagi sektor ketenagakerjaan lokal,” tegas Dian.
GMNI menyerukan kepada Wali Kota Bekasi Tri Adhianto dan Plh Kadisnaker Ika Indah Yarti untuk mengambil langkah preventif dan represif dalam memberantas praktik penahanan ijazah.
Edukasi perusahaan, pengawasan aktif, dan saluran pengaduan yang responsif dinilai sebagai hal mendesak yang harus segera dilakukan.
“Bagaimana hak-hak pekerja di Kota Bekasi dapat terlindungi dan sejahtera, jika Disnaker Kota Bekasi kerjanya makan gaji buta dengan mendiamkan laporan penahanan ijazah yang menimpa pegawai PT Multindo Finance,” tutupnya dengan nada geram.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.





























