Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku bahwa pihaknya telah memetakan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan pemilu 2024 mendatang.
Kepala Biro Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Bawaslu, Harimurti Wicaksono, mengungkapkan, ada enam variabel yang mempengaruhi netralitas ASN dalam pelaksanaan Pemilu.
“Pertama adalah mentalitas birokrasi kita yang masih jauh dari semangat reformasi birokrasi, yang mestinya mewujudkan ASN yang loyal pada pelayanan publik dan kepentingan negara ketimbang atasan atau aktor politik lokal,” terang Hari secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Mensukseskan Penyelenggaraan Tahapan Pemilu 2024’ pada Selasa (03/01/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Variabel kedua adalah berkaitan dengan kepentingan politik partisan ASN, yang terikat pada irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon. Politisasi identitas muncul akhirnya karena variabel kedua ini.
“Perlu saya ceritakan pengalaman saya sebelum di Bawaslu ini, di pemerintah daerah juga. Jadi konsekuensi netral itu menurut calon kepala daerah atau kepala daerah yang terpilih, netral sama dengan tidak mendukung,” jelasnya.
Maka hal ini tentu perlu dapat perhatian bersama, agar bisa bersikap netral dalam gelaran kontestasi politik, demi perjalanan karir birokrat bisa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kemudian, sambung Hari, variabel berikutnya adalah mengambil posisi keberpihakan, karena peluang menduduki jabatan tertentu atau keuntungan lainnya.
“Berikutnya intimidasi dan tekanan orang kuat lokal yang terlalu dominan kepada ASN yang berada dalam cengkeraman ekosistem yang tidak menguntungkan,” ujarnya.
Selanjutnya, ada juga variabel penegakan hukum yang masih birokratis, melibatkan banyak pihak dan belum mampu beri efek jera kepada para pelaku pelanggaran netralitas.
Dalam hal ini apabila ASN tersebut terbukti telah mendukung salah satu calon yang berhasil menduduki jabatan tertentu, bukan sanksi yang didapatkan melainkan promosi jabatan.
“Padahal itu melanggar netralitas, itu dipastikan yang bersangkutan akan mendapatkan promosi jabatan. Walaupun ketentuan itu merupakan kategori pelanggaran hukum lainnya,” kata Hari.
Lalu variabel selanjutnya ialah berkenaan dengan politisasi birokrasi yang dilakukan oleh calon peserta pemilu atau pemilihan kepala daerah.
“Data dugaan pelanggaran ASN Pemilu 2019 itu (yang) larangannya diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 dan PP Nomor 42 Tahun 2004, itu temuannya adalah 914. Kemudian jumlah laporannya adalah 85, yang diproses 4, bukan pelanggaran 101, dan rekomendasi yang kita sampaikan kepada KASN 894,” terangnya.
Namun hingga saat ini, Hari mengaku pihaknya belum menerima feedback dari Komisi ASN (KASN) terhadap 894 rekomendasi yang disampaikan Bawaslu tersebut.
“Berapa yang sudah ditindaklanjuti oleh PPK, tentunya ini menjadi evaluasi bersama di antara gugus tugas, baik Bawaslu, BKN, KASN, dan Mendagri,” pungkasnya. (*)