JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Integritas Pemilu 2024 mempertanyakan urgensi Bawaslu RI sehingga memutuskan mengubah pengaturan terkait Jadwal Pengumuman Anggota Terpilih dan Pelantikan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota masa jabatan Tahun 2023-2028 terpilih menjadi Rabu, 16 Agustus 2023 hingga Minggu, 20 Agustus 2023.
“Keterlambatan pengumuman seleksi Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu tingkat kabupaten/kota mengakibatkan kekosongan pimpinan Bawaslu di 514 kabupaten/kota karena masa jabatan mereka berakhir pada 14 Agustus 2023,” terang Koalisi Masyarakat Sipil untuk Integritas Pemilu 2024 dalam rilis yang rakyatbekasi terima, Rabu (16/08/2023).
Meskipun telah keluar surat Bawaslu Republik Indonesia Nomor 565/KP.05/K1/08/2023 tentang pengambil alihan tugas dan wewenang Bawaslu/Panwaslih Kabupaten/Kota, lanjutnya, hal tersebut tidak menyelesaikan permasalahan kekosongan pimpinan bawaslu di Kabupaten/Kota yang tentu berdampak pada pengawasan tahapan Pemilu 2024 yang sedang berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Landasan yang digunakan oleh Bawaslu dalam poin Ke-2 surat Keputusan a quo adalah suatu bentuk keserampangan Bawaslu dalam manafsirkan klausul Pasal 556 (3) UU Pemilu. Di mana, dalam Pasal tersebut menyebutkan “Apabila terjadi hal yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan tugasnya, Bawaslu atau Bawaslu Provinsi melaksanakan tahapan pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk sementara waktu sampai dengan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota dapat menjalankan tugasnya kembali”,” tambahnya.
Setidaknya terdapat beberapa unsur dalam klausul tersebut, diantaranya: (1) terjadinya suatu hal; (2) Yang mengakibatkan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kab/kota; (3) Tidak dapat melaksanakan “tugasnya”; (4) Bawaslu atau Bawaslu Provinsi melaksanakan tahapan penvelenggaraan pemilu; (5) Untuk sementara waktu; (6) Sampai dengan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kab/Kota dapat menjalankan tugasnya kembali.
Dalam hal ini, bagaimana unsur ketiga dapat terpenuhi, jika belum adanya penetapan terhadap Personalia yang berwenang memegang mandat sebagai penjalan tugas yang dimaksud? Artinya, konteks dalam Pasal 556 (3) tersebut dapat terlaksana, jika, dan hanya jika, terdapatnya Personalia Bawaslu Kab/Kota yang tidak melaksanakan tugasnya (karena sakit, terkena sanksi, atau alasan lainnya).
Fakta saat ini, bukan karena Bawaslu kab/Kota tidak dapat melaksanakan tugasnya. Namun, karena Personalia Bawaslu Kab/kota belum dipilih dan dilantik secara tidak professional, transparan, dan tidak mendasar secara hukum.
“Bentuk tindakan yang bernuansa koruptif dan politis inilah yang merugikan Masyarakat secara konstitusional atas hak kepastian hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut lagi, kami mamandang bahwa pengambil alihan wewenang tersebut juga bertentangan dengan Pasal 99 huruf e UU Pemilu. Dalam Pasal tersebut, dijelaskan wewenang Bawaslu Provinsi mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Kabupaten/Kota setelah mendapatkan pertimbangan Bawaslu apabila Bawaslu Kabupaten/Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Hal tersebut tidak berlaku untuk keadaan penundaan pengumuman seleksi yang belum ada komisionernya,” imbuhnya.
Lainnya, mengenai keterbatasan personalia dan Sumber Daya Manusia (SDM) di Bawaslu Provinsi, sangat tidak rasional melakukan pengawasan di seluruh wilayah kabupaten/kota, karena disaat yang bersamaan Bawaslu Provinsi juga harus melakukan pengawasan melekat ke KPU Provinsi.
“Kami tentu sangat menyayangkan sekali dan ini menjadi preseden buruk bertepatan dengan hari lahirnya Bawaslu Kabupaten/Kota yang ke-5,” tukasnya.
“Kami memandang bahwa apa yang terjadi hari ini diduga ada agenda seting yang kuat, terstruktur, sistematis dan masif dengan kekuatan intervensi kepentingan politik untuk kepentingan kelompok tertentu,” bebernya.
Padahal di saat yang bersamaan mengacu pada PKPU 3 Tahun 2022 terkait dengan Tahapan Jadwal dan Program Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, tahapan pemilu sedang memasuki fase krusial yakni Penetapan Daftar Caleg Sementara (DCS) dan tahapan lainnya yang berpotensi tidak dapat diawasi secara melekat oleh pengawas pemilu.
Penundaan pengumuman ini adalah bukan pertama kalinya dilakukan oleh Bawaslu RI. Sebelum ini, Bawaslu RI juga melakukan penundaan pada tahapan pengumuman di tim seleksi.
“Kecurigaan dan opini publik di masyarakat semakin menguat dan mempertanyakan ada apa di balik penundaan pengumuman seleksi ini. Mengingat, Bawaslu Republik Indonesia pun tidak dapat menyampaikan secara spesifik kepada publik terkait dengan transparansi dan akuntabilitasnya, mengapa dilakukan penundaan pengumuman seleksi yang bolanya sudah ada di Bawaslu,” tandasnya.
Karena sebetulnya sudah dilakukan di uji kelayakan dan kepatutan oleh Bawaslu provinsi. Dalam hal ini, Bawaslu tinggal mengonfirmasi nama-nama anggota Bawaslu terpilih di lima atau tiga nomor urut teratas hasil seleksi yang dilakukan Bawaslu provinsi.
Atas dasar hal tersebut di atas, berikut pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil untuk Integritas Pemilu 2024 yang terdiri dari Netfid Indonesia, Pemantau Pemilu PB PMII, KIPP Indonesia, DEEP Indonesia, PP KMHDI dan JPPR;
- Menolak segala bentuk intervensi politik dalam proses seleksi penyelenggara Pemilu;
- Mendesak Pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi kinerja Bawaslu RI dalam penyelenggaraan seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi, Kabupaten, dan Kota secara komprehensif;
- Mendesak Bawaslu RI untuk segera mengumumkan hasil seleksi calon anggota Bawaslu Kab/Kota untuk mengembalikan kepercayaan publik;
- Mendesak Bawaslu RI untuk transparan dan profesional dalam proses penetapan hasil serta menyampaikan alasan rasional kepada publik terkait alasan penundaan;
- Menuntut Bawaslu RI untuk tidak mengintervensi proses penetapan calon anggota Bawaslu Kabupaten/ Kota terpilih;
- Mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit keuangan negara dalam proses seleksi yang berpotensi merugikan keuangan negara akibat perubahan jadwal pengumuman.
(mar)