RUU KUHAP dan Nilai-nilai Profesionalisme Advokat

- Jurnalis

Sabtu, 22 Maret 2025 - 23:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Direktur LBH FRAKSI ’98 Naupal Al Rasyid, SH., MH (istimewa)

Direktur LBH FRAKSI ’98 Naupal Al Rasyid, SH., MH (istimewa)

Salah satu masalah dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) adalah pembatasan kebebasan advokat menjalankan tugas dan profesinya yang rumusannya pada Pasal 142 ayat (3) huruf b. Menurut Ketua Komisi III DPR Habiburokhman ada bab khusus memperkuat peran advokat.

Berbeda dengan KUHP lama, di mana peran advokat sangat terbatas yakni duduk, mencatat, dan mendengar tak boleh mengajukan keberatan.

Tapi RUU KUHAP mengubah ketentuan itu sehingga advokat bisa protes jika dalam pemeriksaan terindikasi ada intimidasi. (hukumonline.com, 20/03/2025).

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada saat penyusunan RUU KUHAP tersebut, dari kalangan masyarakat sudah banyak mengkritik karena tidak adanya pelibatan partisipasi publik dalam penyusunan RUU KUHAP oleh legislatif dan pemerintah.

Hal ini, dapat mengkhawatirkan terjadinya sikap merendahkan kehormatan dan integritas profesi seorang advokat yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pilar penting dalam sistem peradilan dengan profesi yang luhur (officium nobile) yang diharapkan menjalankan tugasnya dengan penuh integritas, etika, dan profesionalisme.

Sejak KUHAP diundangkan 44 tahun yang lalu pada tahun 1981, KUHAP telah mengatur peran advokat sebagai penasehat hukum telah ada sejak proses penyelidikan sampai dengan proses rehabilitasi di lembaga kemasyarakatan diluar pengadilan.

Advokat sebagai penasehat hukum berperan untuk memastikan bahwa hak-hak seorang tersangka, terdakwa dan terpidana tidak dilanggar.

Sebagaimana Pasal 54 KUHAP menentukan, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat utama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Dan, untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam Pasal 54 KUHAP menentukan tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya.

Ketentuan lain yang mengatur peran advokat adalah dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) menentukan, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Menurut bunyi pasal ini advokat berstatus sebagai penegak hukum di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan maupun pengadilan.

Sebagai salah satu bagian lembaga penegak hukum di Indonesia, advokat merupakan satu lembaga yang perannya sangat penting, di samping instansi yang telah disebut di atas.

Selain itu, peran sentral dari advokat berbeda dengan instansi kepolisian dan kejaksaan maupun lembaga peradilan. Advokat menjaga dan mengawal hak-hak asasi manusia dan hak-hak kostitusionalnya, sedangkan kejaksaan dan kepolisian mewakili kepentingan pemerintah dan lembaga peradilan mewakili negara. (Omar Seno Adji, 2008).

Advokat dalam menjalankan perannya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya tetap berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan.

Arti penting kebebasan advokat menurut Hadi Herdiansyah (2017), untuk mengeluarkan pendapat atau pernyatan tersebut di atas adalah tidak tak terbatas, tetapi kebebasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Kebebasan ini dapat diukur dengan kode etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan kata lain kebebasan ini dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

Dan kebebasan itu harus dalam rangka pembelaan perkara, demi kepentingan klien, yang berarti harus relevan dengan pembelaan.

Advokat bebas dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan Kebebasan untuk menjalankan profesi, adalah bebas membela siapa saja, dalam perkara apa saja, kapan dan dimana saja, tidak ada yang boleh menghambat atau melarang.

Larangan dapat dilakukan apabila melanggar kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memaksa, mempengaruhi atau dengan tipu muslihat supaya orang atau klien memberi perkara kepadanya.

Pada saat ini, advokat bebas dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan.

Kebebasan untuk menjalankan profesi, adalah bebas membela siapa saja, dalam perkara apa saja, kapan dan dimana saja, tidak ada yang boleh menghambat atau melarang.

Tetapi dalam penyusunan RUU KUHAP tampak ada usaha untuk menetapkan larangan berpendapat diluar pengadilan sebagaimana kemudian menjadi rancangan KUHAP pada Pasal 142 ayat (3) huruf b yang rumusannya, ”Advokat dilarang memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya”.

Penjelasan resmi Pasal 142 ayat (3) huruf b memberikan pengertian mengambang karena salah satunya, memberikan kewenangan bagi advokat yang menjadi kuasa hukum untuk menyampaikan keberatan ketika terjadi intimidasi dalam proses pemeriksaan.

Menurut Habiburokhman RUU KUHAP “Kalau kemarin advokat selama 44 tahun mendampingi klien yang diperiksa, jadi dia cuma bisa mencatat dan mendengar. Tapi, di KUHAP baru, advokat bisa menyampaikan keberatan, kalau terjadi intimidasi terhadap orang yang diperiksa”.

Namun demikian RUU KUHAP juga mengatur advokat bisa mendampingi saksi dan korban, tidak hanya seseorang yang telah berstatus tersangka.

“Lalu, ada penambahan, advokat juga bisa mendampingi saksi dan korban. Kalau di KUHAP yang lama advokat itu hanya mendampingi tersangka”. (Kompas.com, 20/03/2025).

Penjelasan tersebut, makin membuat ketentuan rancangan KUHAP pada Pasal 142 ayat (3) huruf b dalam rumusan pasal ini jelas bertentangan dengan berbagai ketentuan yang menjamin status advokat sebagaimana integritas profesi seorang advokat yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pilar penting dalam sistem peradilan dengan profesi yang luhur (officium nobile) yang diharapkan menjalankan tugasnya dengan penuh integritas, etika, dan profesionalisme sebagaimana telah diatur dalam UU Advokat.

Ketentuan ini juga menjadi ancaman bagi peran advokat dalam melaksanakan peran non litigasi termasuk peran pemberi bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum di luar pengadilan.

Terlebih, hal ini juga merupakan bentuk pembatasan terhadap hak berpendapat dan berekspresi.

Advokat sebagai profesi yang bebas dan mandiri serta bertanggung jawab, mempunyai peran penting di dalam mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum.

Berpijak pada teori sistem peradilan pidana yang diperkenalkan oleh Herbet Packer (1968), dimana terdapat model due process model, yaitu menekankan pada fakta dari suatu kasus yang diperoleh melalui prosedur formal yang sudah ditetapkan oleh undang-undang.

Prosedur itu penting dan tidak boleh diabaikan, melalui suatu tahapan pemeriksaan yang ketat mulai dari tahapan penyidikan, penangkapan, penahanan hingga peradilan.

Maka dalam mencapai terwujudnya due process model, advokat memiliki peran penting dimana advokat dapat masuk dari awal proses di dalam dan di luar pengadilan.

Menghadapi keadaan demikian ketentuan rancangan KUHAP pada Pasal 142 ayat (3) huruf b, tidak ada jalan lain selain menolak bahwa keberadaan advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada advokat.

Kewenangan advokat tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan peradilan serta juga dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam kebebasan menjalankan profesinya.

Berkaitan dengan itu, ketentuan rancangan KUHAP pada Pasal 142 ayat (3) huruf b tidak sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh Konstitusi negara yaitu equality before the law yang maknai persamaan dalam mengakses keadilan dengan pranata hukum yang telah disediakan.

Dari segi substansial, pengaturan mengenai hak dan kewajiban Advokat di dalam rancangan KUHAP pada Pasal 142 ayat (3) huruf b tersebut di atas tidak cukup memadai, utamanya dalam hal profesionalisme advokat.

Maka ini, berimplikasi terhadap eksistensi advokat dalam menjalankan peranannya di tengah proses penegakan hukum yang dapat mencederai marwah profesi terhormat yang melekat pada diri seorang advokat.

Sebagai profesi yang luhur, advokat dituntut untuk dapat bekerja secara profesional dan terikat pada etika profesi dan tanggung jawab standar keilmuan.

Profesionalisme advokat sebagai profesi yang tangguh akan ditentukan oleh etos profesi dalam arti sejauh mana kompetensi advokat sanggup menerapkan standar etika serta keterampilan teknik berperkara di dalam dan di luar pengadilan.

Penulis : NAUPAL AL RASYID, SH., MH (Direktur LBH FRAKSI ’98)

Editor : Bung Ewox

Follow WhatsApp Channel rakyatbekasi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Direktur Pemberitaan Jak Tv dan Tuduhan ‘Obstruction of Justice’ Pasal 21 Uu Tipikor
Keyakinan dan Teosentris: Harmoni Pemikiran Ilmiah dan Spiritualitas dalam Tradisi Islam
Demoralisasi Oknum Penegak Hukum Dalam Memutus Perkara
Pecah Kongsi Kepala Daerah Gegara Mutasi dan Rotasi
Refleksi 17 tahun Bawaslu: Pengawasan yang Efektif dan Peningkatan Partisipasi Pemilih
RUU TNI dan Penghormatan Terhadap Demokrasi
Era Post-Truth: Mengungkap Fenomena Narasi Viral di Tengah Banjir Kota Bekasi
Mekanisme ‘Citizen Law Suit’ Terhadap Dugaan Pengoplosan BBM Pertamax

Berita Terkait

Minggu, 27 April 2025 - 23:51 WIB

Direktur Pemberitaan Jak Tv dan Tuduhan ‘Obstruction of Justice’ Pasal 21 Uu Tipikor

Senin, 14 April 2025 - 20:35 WIB

Keyakinan dan Teosentris: Harmoni Pemikiran Ilmiah dan Spiritualitas dalam Tradisi Islam

Senin, 14 April 2025 - 10:20 WIB

Demoralisasi Oknum Penegak Hukum Dalam Memutus Perkara

Minggu, 13 April 2025 - 17:01 WIB

Pecah Kongsi Kepala Daerah Gegara Mutasi dan Rotasi

Kamis, 10 April 2025 - 11:26 WIB

Refleksi 17 tahun Bawaslu: Pengawasan yang Efektif dan Peningkatan Partisipasi Pemilih

Berita Terbaru

error: Content is protected !!