Tim Pemenangan Ridho Nilai Gugatan Heri-Sholihin ke MK Hanya Formalitas Belaka

- Jurnalis

Jumat, 10 Januari 2025 - 18:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wakil Ketua Tim Pemenangan Paslon Ridho, Nicodemus Godjang.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Paslon Ridho, Nicodemus Godjang.

Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono dan Abdul Harris Bobihoe (Ridho), menilai gugatan yang diajukan oleh Paslon Heri Koswara dan Sholihin ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Paslon Ridho dianggap hanya sebagai dalil formalitas.

Paslon Heri Koswara dan Sholihin melalui kuasa hukumnya memohon kepada MK agar mendiskualifikasi pasangan Tri Adhianto dan Abdul Harris Bobihoe pada Pilkada Kota Bekasi 2024 dalam sidang sengketa Pilwalkot Bekasi pada Rabu (08/01/2025).

Wakil Ketua Tim Pemenangan Paslon Ridho, Nicodemus Godjang, mengatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Paslon 01 hanya sebuah formalitas.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kedua, dalil yang disampaikan pun seharusnya MK langsung menolak. Kenapa? Soal selisih suara di PHPU sudah jelas secara hukum formal harus ditolak, karena sudah melewati ambang batas 0,5 persen. Karena, kita menang 0,7 persen,” ucapnya saat ditemui awak media termasuk RakyatBekasi.com di Kantor DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi di Ruko Sentra Niaga Kalimalang Bekasi, dalam acara HUT PDI Perjuangan ke-52, Jumat (10/01/2025).

Ia menjelaskan bahwa secara hukum formal, perkara ini sudah selesai.

“Makanya ada dua dalil yang mereka sampaikan, baik PHPU maupun Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Karena sudah tidak bisa di ambang batas 0,5 persen, maka mereka melakukan laporan terkait TSM. Itu juga harus ditolak. Kenapa? Harusnya berbicara TSM itu adalah rekomendasi ke Bawaslu. Enggak bisa ujug-ujug, karena kalah bawa data, kemudian kasih ke MK. Itu juga harusnya ditolak secara hukum formal,” sambungnya.

“Terkait TSM itu harus berdasarkan pengawasan Bawaslu dan harus ada laporan ke Bawaslu. Kapan TSM? Seminggu yang lalu, sebelum pemilu. Ya laporkan dong saat itu juga. Kenapa baru dilaporkan pada saat pembukaan gugatan di MK,” tambahnya.

Menurut Nicodemus, ada cara dalam menyikapi gugatan itu, yakni harusnya ditolak secara hukum formal karena tidak memenuhi syarat.

“Kita hargai itu, karena mereka punya hak. Tetapi menurut versi kami yang jelas bahwa tidak ada alasan MK untuk tidak menolak itu, bahkan harusnya tidak ada sidang. Mungkin ada persepsi lain daripada MK. Tapi kalau mereka berbicara menolak, dari mana? Itu kan dalil, dan yang disangkakan biasa itu di MK,” pungkasnya.

Sebagai informasi, gugatan Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) dapat terlihat pada pendapat MK yang menyatakan,

“Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, telah terang bahwa kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran administratif pemilu yang bersifat TSM ada di tangan Bawaslu di mana hal itu harus telah terselesaikan pada tahapan proses sebelum KPU menetapkan perolehan suara secara nasional. Dengan kata lain, jika terjadi pelanggaran administratif pemilu yang bersifat TSM, hal itu harus telah terselesaikan sebelum perselisihan tentang hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Hal ini, sekali lagi menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang telah secara konsisten berpegang pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yaitu bahwa, dalam kontek sengketa pemilu, Mahkamah hanya memiliki kewenangan mengadili perselisihan tentang hasil pemilu.”

Putusan ini merupakan putusan yang sangat penting karena menunjukan secara jelas pendirian MK terhadap kompetensi pelanggaran Pilkada yang bersifat TSM ada di tangan Bawaslu.

MK dalam bagian pertimbangan hukum pelanggaran administratif pilkada yang bersifat TSM, harus telah terselesaikan sebelum perselisihan tentang hasil pilkada di MK, menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang telah secara konsisten berpegang pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yaitu bahwa, dalam konteks sengketa pemilu, Mahkamah hanya memiliki kewenangan untuk mengadili perselisihan tentang hasil pemilu.

MK lebih lanjut menyatakan dapat masuk ke wilayah kualitatif bila lembaga-lembaga yang diberikan wewenang dalam UU Pemilu guna tidak melaksanakan kewenangan tersebut.

Namun, apabila lembaga-lembaga yang diberi wewenang telah menyelesaikan maka MK tidak berwenang memeriksa dan memutus permohonan kualitatif dimaksud.

MK juga menegaskan tidak melampaui kewenangan dan pada saat yang sama MK juga tidak melanggar hukum acara karena yang menjadi titik tolak dan sekaligus tujuan akhirnya adalah agar MK tidak terhalang kewenangan konstitusionalnya mengadili perselisihan hasil pemilu.

Pada akhir petimbangan mengenai TSM, MK berpendapat menyangkut dalil yang oleh Pemohon dikelompokkan sebagai pelanggaran yang bersifat TSM, terdapat fakta-fakta:

  • Pertama, ada dalil-dalil yang ternyata Pemohon tidak melaporkan atau membuat pengaduan kepada Bawaslu atau Bawaslu menyatakan tidak pernah menerima laporan ataupun mendapatkan temuan;
  • Kedua, Bawaslu menerima pengaduan atau mendapatkan temuan dan telah dilakukan tindak lanjut;
  • Ketiga, tidak terdapat fakta yang membuktikan bahwa Bawaslu tidak melaksanakan kewenangannya.

Terhadap dalil-dalil ini, MK berpendapat bahwa dalil yang dianggap Pemohon sebagai pelanggaran yang bersifat TSM tersebut tidak beralasan menurut hukum. (vide, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019).


Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Follow WhatsApp Channel rakyatbekasi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Bidik Kemenangan Pemilu 2029, PKB Kota Bekasi Genjot Regenerasi Lewat PKP dan Musancab
DPD PSI Kota Bekasi Wujudkan Filosofi Gajah di Logo Baru Lewat Bakti Sosial dan Program Ketahanan Pangan
Guru Ditugaskan Awasi Makan Bergizi Gratis, PGRI Dilema antara Insentif dan Beban Kerja Tambahan
Agus Suparmanto Terpilih Aklamasi Jadi Ketum PPP, Target Utama: Kembalikan Partai ke Senayan pada Pemilu 2029
Diiringi Teriakan ‘Perubahan’, Mardiono Akui Gagal Bawa PPP ke Senayan dalam Pidato Emosional di Muktamar X
Muktamar X PPP Ricuh: Aksi Lempar Kursi Warnai Pembukaan, Teriakan ‘Perubahan’ vs ‘Lanjutkan’ Bergema
Muktamar X PPP Memanas: Duet “Tauke-Tokoh” Muncul Sebagai Penantang Kuat Mardiono, Pertaruhan Nasib Partai Ka’bah
Jelang Muktamar ke X, PPP Kota Bekasi Dorong Sistem AHWA saat Pemilihan Ketum

Berita Terkait

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 13:36 WIB

Bidik Kemenangan Pemilu 2029, PKB Kota Bekasi Genjot Regenerasi Lewat PKP dan Musancab

Sabtu, 4 Oktober 2025 - 18:45 WIB

DPD PSI Kota Bekasi Wujudkan Filosofi Gajah di Logo Baru Lewat Bakti Sosial dan Program Ketahanan Pangan

Kamis, 2 Oktober 2025 - 12:14 WIB

Guru Ditugaskan Awasi Makan Bergizi Gratis, PGRI Dilema antara Insentif dan Beban Kerja Tambahan

Minggu, 28 September 2025 - 10:28 WIB

Agus Suparmanto Terpilih Aklamasi Jadi Ketum PPP, Target Utama: Kembalikan Partai ke Senayan pada Pemilu 2029

Sabtu, 27 September 2025 - 19:30 WIB

Diiringi Teriakan ‘Perubahan’, Mardiono Akui Gagal Bawa PPP ke Senayan dalam Pidato Emosional di Muktamar X

Berita Terbaru

Proses pengadaan sistem perpajakan Coretax (Core Tax Administration System) kini menuai sorotan tajam.

Parlementaria

Komisi XI DPR Desak BPK Audit Pengadaan Sistem Coretax

Senin, 27 Okt 2025 - 22:30 WIB

Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca