Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono dan Abdul Harris Bobihoe (Ridho), menilai gugatan yang diajukan oleh Paslon Heri Koswara dan Sholihin ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Paslon Ridho dianggap hanya sebagai dalil formalitas.
Paslon Heri Koswara dan Sholihin melalui kuasa hukumnya memohon kepada MK agar mendiskualifikasi pasangan Tri Adhianto dan Abdul Harris Bobihoe pada Pilkada Kota Bekasi 2024 dalam sidang sengketa Pilwalkot Bekasi pada Rabu (08/01/2025).
Wakil Ketua Tim Pemenangan Paslon Ridho, Nicodemus Godjang, mengatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Paslon 01 hanya sebuah formalitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kedua, dalil yang disampaikan pun seharusnya MK langsung menolak. Kenapa? Soal selisih suara di PHPU sudah jelas secara hukum formal harus ditolak, karena sudah melewati ambang batas 0,5 persen. Karena, kita menang 0,7 persen,” ucapnya saat ditemui awak media termasuk RakyatBekasi.com di Kantor DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi di Ruko Sentra Niaga Kalimalang Bekasi, dalam acara HUT PDI Perjuangan ke-52, Jumat (10/01/2025).
Ia menjelaskan bahwa secara hukum formal, perkara ini sudah selesai.
“Makanya ada dua dalil yang mereka sampaikan, baik PHPU maupun Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Karena sudah tidak bisa di ambang batas 0,5 persen, maka mereka melakukan laporan terkait TSM. Itu juga harus ditolak. Kenapa? Harusnya berbicara TSM itu adalah rekomendasi ke Bawaslu. Enggak bisa ujug-ujug, karena kalah bawa data, kemudian kasih ke MK. Itu juga harusnya ditolak secara hukum formal,” sambungnya.
“Terkait TSM itu harus berdasarkan pengawasan Bawaslu dan harus ada laporan ke Bawaslu. Kapan TSM? Seminggu yang lalu, sebelum pemilu. Ya laporkan dong saat itu juga. Kenapa baru dilaporkan pada saat pembukaan gugatan di MK,” tambahnya.
Menurut Nicodemus, ada cara dalam menyikapi gugatan itu, yakni harusnya ditolak secara hukum formal karena tidak memenuhi syarat.
“Kita hargai itu, karena mereka punya hak. Tetapi menurut versi kami yang jelas bahwa tidak ada alasan MK untuk tidak menolak itu, bahkan harusnya tidak ada sidang. Mungkin ada persepsi lain daripada MK. Tapi kalau mereka berbicara menolak, dari mana? Itu kan dalil, dan yang disangkakan biasa itu di MK,” pungkasnya.
Sebagai informasi, gugatan Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) dapat terlihat pada pendapat MK yang menyatakan,
Namun, apabila lembaga-lembaga yang diberi wewenang telah menyelesaikan maka MK tidak berwenang memeriksa dan memutus permohonan kualitatif dimaksud.
MK juga menegaskan tidak melampaui kewenangan dan pada saat yang sama MK juga tidak melanggar hukum acara karena yang menjadi titik tolak dan sekaligus tujuan akhirnya adalah agar MK tidak terhalang kewenangan konstitusionalnya mengadili perselisihan hasil pemilu.
Pada akhir petimbangan mengenai TSM, MK berpendapat menyangkut dalil yang oleh Pemohon dikelompokkan sebagai pelanggaran yang bersifat TSM, terdapat fakta-fakta:
- Pertama, ada dalil-dalil yang ternyata Pemohon tidak melaporkan atau membuat pengaduan kepada Bawaslu atau Bawaslu menyatakan tidak pernah menerima laporan ataupun mendapatkan temuan;
- Kedua, Bawaslu menerima pengaduan atau mendapatkan temuan dan telah dilakukan tindak lanjut;
- Ketiga, tidak terdapat fakta yang membuktikan bahwa Bawaslu tidak melaksanakan kewenangannya.
Terhadap dalil-dalil ini, MK berpendapat bahwa dalil yang dianggap Pemohon sebagai pelanggaran yang bersifat TSM tersebut tidak beralasan menurut hukum. (vide, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019).