Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Wanna Alamsyah mengaku pihaknya akan menunggu balasan dari Polri ihwal data pembelian gas air mata.
Ia juga tak segan-segan untuk mengajukan keberatan bila dalam batas waktu yang ditentukan tak juga mendapat respons dari Polri.
“Kami akan menunggu balasan dari Polri selama 10 hari kerja. Jika tidak ada balasan, kami akan melakukan upaya keberatan,” kata Wanna saat dihubungi di Jakarta, Rabu (30/08/2023) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menjelaskan, apa yang dilakukan ICW saat ini kepada Polri adalah hal yang sesuai dengan prosedur UU nomor 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Apabila tidak ada tanggapan, maka pihaknya akan mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Pusat (KIP).
“Apa yg kami lakukan pada hari ini adalah proses permohonan informasi. Dalam ketentuannya, wajib untuk menjawab. Apabila tidak direspons juga, maka kami akan mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat,” tegas dia.
Diketahui, ICW telah membeberkan hasil temuannya terkait pembelian gas air mata Polri dengan nilai kontrak Rp2,01 triliun.
Pihak ICW sudah mengirimkan surat permohonan informasi tersebut ke Divisi Humas Polri.
Surat tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: 297/SK/BP/ICW/VIII/2023 tertanggal 30 Agustus 2023.
“Hasil kajian menemukan bahwa sejak tahun 2013 hingga 2022 pembelian gas air mata oleh kepolisian ada sebanyak 45 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar Rp2,01 triliun,” kata Wana.
Menurutnya, anggaran mencapai triliun rupiah ini dibelanjakan barang berupa 868 ribu amunisi, 36 ribu pelontar, dan 17 unit drone.
Namun, dokumen terkait pembelian perlengkapan tersebut tidak pernah dipublikasikan oleh Polri.
Wanna juga menyoroti penggunaan gas air mata kerap dilakukan secara berlebihan hingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Setidaknya, ada sekitar 144 peristiwa penembakan gas air mata yang terjadi sepanjang tahun 2015-2022.
“Kepolisian Republik Indonesia harus bertanggung jawab terhadap segala kasus penembakan gas air mata yang memakan korban jiwa. Kepolisian Republik Indonesia harus membuka informasi mengenai pengelolaan aset terkait gas air mata agar amunisi yang kadaluarsa tidak digunakan kembali,” pungkasnya.