JAKARTA – Ada yang menarik dari pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. Katanya, koruptor yang tertangkap tangan itu hanya mereka yang kurang beruntung.
Risiko tertangkap tangan di Indonesia masih rendah, sehingga banyak koruptor yang merasa aman dan nyaman untuk melakukan tindakan korupsi.
“Saya kok merasa orang yang tertangkap tangan atau berperkara terhadap korupsi itu apes. Sebetulnya yang lain kelakuannya sama. Hanya mereka lebih rapi dalam menyembunyikannya,” jelas Alexander dalam Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Kemenkeu 2022 di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan Alexander merujuk pada hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dinilainya belum mampu mengungkap banyak pelaku korupsi.
Bukan hanya itu, kata Alexander, kegiatan pengawasan di inspektorat setiap kementerian dan lembaga pun juga tidak banyak mengungkap masalah korupsi atau penyimpangan.
“Dari hasil audit BPK ini sebetulnya belum banyak mengungkap pelaku korupsi. Dari kegiatan pengawasan di inspektur setiap kementerian lembaga itu tidak banyak mengungkap perkara korupsi atau penyimpangan,” tegas Alexander.
Alexander menuturkan mayoritas pejabat yang tertangkap KPK merupakan orang-orang yang hanya kebetulan apes atau tidak beruntung, padahal seharusnya audit BPK dan pengawasan di inspektorat kementerian dan lembaga bisa mengungkap lebih banyak lagi.
Menurutnya, masih banyak oknum yang kejahatannya lebih besar namun belum tertangkap, karena mereka sangat lihai dan rapi dalam menyembunyikan harta kekayaan.
Ia menambahkan dalam ilmu ekonomi dikenal “high risk high income” yaitu semakin tinggi risiko sebuah pekerjaan maka penghasilan yang didapat semakin tinggi.
Di sisi lain, kata dia, hal itu berbanding terbalik dengan korupsi karena memiliki risiko sangat rendah namun penghasilan yang didapat sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat.
“Rendah, risiko orang ketahuan korupsi sangat rendah. Kalau enggak ada yang lapor enggak ada yang bisa ungkap,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketika suatu negara gagal membangun sebuah institusi dengan basis tata kelola yang baik dan memiliki check and balance maka sangat berpotensi terjadi penyelewengan dan korupsi.
Bahkan sebenarnya mayoritas institusi sudah memiliki sistem yang akuntabel dan di dalamnya terdapat check and balance, namun belum berjalan secara efektif baik disengaja maupun tidak disengaja.
“Karena bisa saja sebuah institusi membentuk check and balance tapi tidak berjalan baik secara sengaja maupun tidak,” kata Sri Mulyani. (*)