Media Sosial vs Media Tradisional: Siapa Pemenang di Era Disrupsi Informasi?

- Jurnalis

Minggu, 20 Juli 2025 - 16:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Media Sosial vs Media Tradisional.

Media Sosial vs Media Tradisional.

Di tengah lanskap informasi yang didominasi kecepatan, media sosial telah berevolusi dari sekadar platform interaksi menjadi sumber berita utama bagi jutaan orang.

Dari TikTok, Instagram, hingga X (dulu Twitter), informasi menyebar dalam hitungan detik, digunakan oleh individu, korporasi, hingga pemerintah untuk membangun citra dan menyebarkan agenda.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan krusial: Masihkah ada tempat bagi media tradisional seperti portal berita online, televisi, dan radio?

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketika generasi muda, khususnya Gen Z, lebih akrab dengan berita melalui feed visual ketimbang membaca artikel mendalam, perdebatan mengenai relevansi media konvensional menjadi semakin mendesak.

Pengamat komunikasi sekaligus penulis buku, Fiqih Akhdiyatu Salam, yang akrab disapa Ucil, memberikan analisis tajam mengenai pergeseran ini. Menurutnya, tantangan ini harus dilihat dari dua sisi: kecepatan teknologi dan tanggung jawab etis.

Dominasi Media Sosial: Cepat, Luas, dan Viral

Tidak dapat dipungkiri, media sosial menawarkan efisiensi yang luar biasa. Dengan jangkauan global dan biaya yang relatif rendah, platform ini menjadi andalan UMKM hingga lembaga negara untuk berkomunikasi dengan publik.

Sebuah konten yang menjadi viral dapat mencapai audiens yang jauh lebih besar dibandingkan iklan konvensional berbiaya ratusan juta rupiah.

“Generasi muda cenderung lebih suka mengonsumsi berita lewat feed Instagram atau menonton video pendek di TikTok, alih-alih mengunjungi situs berita untuk membaca artikel yang panjang,” ujar Ucil, menyoroti perubahan perilaku konsumen informasi saat ini.

Peran Media Tradisional yang Tak Tergantikan

Meski digempur oleh kecepatan media sosial, media tradisional memegang peran yang menurut Ucil tidak akan pernah bisa digantikan sepenuhnya. Peran tersebut terletak pada proses dan prinsip yang menjadi benteng pertahanan informasi berkualitas.

Benteng Verifikasi dan Kredibilitas

Perbedaan paling mendasar, kata Ucil, terletak pada ruang redaksi. Media tradisional memiliki sistem gatekeeping atau kurasi yang ketat.

“Sehebat apa pun media sosial, mereka tidak memiliki proses kurasi seperti media tradisional. Tanpa editor yang menimbang kelayakan tayang atau redaksi yang memikirkan dampak sebuah informasi, konten yang beredar sering kali hanya merepresentasikan satu perspektif,” jelasnya.

Portal berita, televisi, dan radio beroperasi dengan standar verifikasi berlapis, pengecekan fakta, dan penyuntingan untuk memastikan akurasi serta keseimbangan (cover both sides).

Menjaga Etika Jurnalisme dan Kepercayaan Publik

Media tradisional terikat pada kode etik jurnalistik, sebuah standar profesional yang memandu kerja mereka. Inilah yang menjadi fondasi untuk membangun kepercayaan publik jangka panjang.

“Baik media sosial maupun media tradisional harus tetap mematuhi etika jurnalistik. Mereka perlu membangun kepercayaan publik dan mengutamakan kepentingan bersama,” tegas Ucil.

Ancaman Disinformasi dan Tantangan Literasi Digital

Ketiadaan filter di media sosial membuka pintu lebar bagi penyebaran hoaks, misinformasi, dan disinformasi. Hal ini menjadi kekhawatiran besar, terutama ketika audiens muda cenderung menelan informasi tanpa melakukan verifikasi silang.

“Apakah tidak ada kekhawatiran jika generasi muda di masa depan lebih percaya berita dari sosial media ketimbang media tradisional?” tanya Ucil secara reflektif.

Pertanyaan ini menyoroti urgensi peningkatan literasi digital di masyarakat, agar mampu membedakan antara opini, konten viral, dan berita yang telah terverifikasi.

Masa Depan Media: Sinergi Bukan Substitusi

Pada akhirnya, pertarungan ini bukanlah tentang memilih salah satu dan menyingkirkan yang lain. Keduanya memiliki fungsi yang saling melengkapi di ekosistem informasi modern.

“Media sosial tidak dapat sepenuhnya menggantikan media tradisional,” tegas Ucil. “Karena media tradisional beroperasi dengan prinsip jurnalistik yang jelas, sedangkan media sosial sering kali hanya mengutamakan kecepatan dan perspektif tertentu.”

Media sosial unggul dalam kecepatan diseminasi dan sebagai ruang diskusi publik, sementara media tradisional berperan sebagai penyedia informasi yang mendalam, terverifikasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Bagi pembaca, kuncinya adalah memanfaatkan keduanya secara bijak: menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi kilat, dan merujuk ke media tradisional untuk mendapatkan konteks dan kebenaran yang utuh.

Dari mana Anda lebih sering mendapatkan berita, media sosial atau media tradisional? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar.









Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Penulis : Fiqih Akhdiyatu Salam

Editor : Bung Ewox

Follow WhatsApp Channel rakyatbekasi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

​ID Pers Jurnalis CNN Dicabut Usai Tanya Kasus MBG ke Presiden Prabowo, Kebebasan Pers Dipertaruhkan
Penonaktifan vs Recall Anggota DPR: Manuver Politik atau Langkah Hukum?
Kekerasan Polisi “Police Brutality” Secara Kolektif Terhadap Demonstran
Ancaman bagi Pelaku Pelecehan Seksual Anak: Pidana Penjara Hingga 15 Tahun dan Denda Miliaran Rupiah
Membongkar Paradoks Korupsi K3: Analisis Kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer
Vonis Tom Lembong dan Perdebatan Mens Rea: Benarkah Niat Jahat Belum Terbukti?
Ancaman 15 Tahun Penjara dan Denda Rp5 Miliar: Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual Anak
Perlindungan Satwa Liar Tak Bisa Lagi Parsial, Saatnya Lintas Sektor Bersatu

Berita Terkait

Senin, 29 September 2025 - 15:25 WIB

​ID Pers Jurnalis CNN Dicabut Usai Tanya Kasus MBG ke Presiden Prabowo, Kebebasan Pers Dipertaruhkan

Selasa, 9 September 2025 - 11:38 WIB

Penonaktifan vs Recall Anggota DPR: Manuver Politik atau Langkah Hukum?

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 08:51 WIB

Kekerasan Polisi “Police Brutality” Secara Kolektif Terhadap Demonstran

Rabu, 27 Agustus 2025 - 14:49 WIB

Ancaman bagi Pelaku Pelecehan Seksual Anak: Pidana Penjara Hingga 15 Tahun dan Denda Miliaran Rupiah

Minggu, 24 Agustus 2025 - 11:04 WIB

Membongkar Paradoks Korupsi K3: Analisis Kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

Berita Terbaru

Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca