Timbunan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, saat ini diperkirakan sekira 600 ribu ton lebih. Volume sampah yang terus meningkat, merupakan barometer Kota Bekasi dalam darurat sampah.
Sedangkan tinggi tumpukan sampah di TPST Bantargebang saat ini mencapai sekitar 60 meter. Ketinggian ini setara dengan gedung 20 lantai.
Dengan lebih dari 15.000 ton sampah yang dibuang ke TPST Bantargebang setiap harinya, timbunan sampah di Kota Bekasi menjadi yang tertinggi se-Jawa Barat sebesar 867 ribu ton, lebih tinggi dari kota Bandung sebesar 581 ribu ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penanganan sampah yang tidak tepat guna akan merugikan ekosistem tanah dan lingkungan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengelolaan sampah yang efektif, efisien, ramah lingkungan, serta berdampak positif pada perekonomian.
Saat ini masyarakat Kota Bekasi, khususnya Bantargebang masih menunggu solusi pengganti setelah dibatalkannya proyek Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL) yang berlokasi di Sumur Batu, Bantargebang, Kota Bekasi.
Masyarakat Bantargebang merasa heran dan bingung, pada 21 Juni 2024 lalu, tiba – tiba Pemerintah Kota Bekasi mengumumkan pembatalan pemenang tender Mitra Pengolahan Sampah yang sekaligus Pelaksana Proyek Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL).
Proyek PSEL sebenarnya dirancang untuk mengubah sampah menjadi energi listrik, dan memiliki potensi besar tidak hanya untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPST, tetapi juga memberikan sumber energi terbarukan bagi masyarakat Kota Bekasi.
Tokoh pemuda yang juga Anggota DPRD Kota Bekasi periode 2024 – 2029, Haji Anton menegaskan pentingnya teknologi untuk mengurai sampah di TPST Bantargebang yang semakin menggunung.
“Volume sampah yang terus bertambah memerlukan penanganan yang lebih canggih agar tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Teknologi modern dapat membantu dalam proses penguraian, daur ulang dan konversi sampah menjadi energi, sehingga mengurangi tumpukan sampah sekaligus menciptakan nilai tambah dari limbah yang ada,” tutur Haji Anton.
“Dengan teknologi yang tepat, sampah yang ada di TPST Bantargebang bisa diolah lebih efisien, seperti melalui metode waste-to-energy (mengubah sampah menjadi energi), pengomposan otomatis, dan teknologi daur ulang untuk memisahkan material yang bisa digunakan kembali. Upaya ini tidak hanya akan membantu mengatasi masalah kapasitas di Bantargebang, tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca dan pencemaran air tanah”, paparnya.
Anggota DPRD Kota Bekasi asal Dapil III (Rawalumbu – Mustikajaya – Bantargebang) ini mendesak Pemerintah Kota Bekasi untuk secepatnya mencarikan solusi, karena bila semakin ditunda maka akan lebih rumit ke depannya.
“Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL), tidak hanya mengatasi masalah sampah, tetapi juga solusi energi yang ramah lingkungan, dan upaya untuk mendukung pencapaian ketahanan energi,” pungkasnya.
Untuk diketahui, tahapan lelang Proyek Pengelolaan Energi Sampah Listrik (PSEL) di Bantargebang sudah selesai dan pemenangnya adalah Konsorsium EEI-MHE-HDI-XHE asal Tiongkok yang kemudian secara mendadak dibatalkan oleh Pemerintah Kota Bekasi. Pembatalan tersebut akhirnya berbuntut panjang dengan digugatnya panitia lelang dan Pemkot Bekasi ke PTUN Bandung.