Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) turut menanggapi soal surat imbauan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tentang perlunya keterbukaan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) yang tak kunjung direspons Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Peneliti Formappi Lucius Karus, Bawaslu selaku salah satu lembaga penyelenggara pemilu seharusnya bisa menempuh cara lain yang lebih tegas seiring tidak adanya jawaban dari KPU.
Sebab, seraya menyindir, Lucius menyebut Ketua KPU Hasyim Asy’ari sibuk berkencan sehingga tak sempat membaca surat dari Bawaslu RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jadi saya sih sebenarnya sangat menanti suara keras dari Bawaslu, tidak hanya sifatnya administratif. Mengirimkan surat, kirimkan surat ke ketua KPU, kalau ketua KPU-nya lagi pergi kencan ya susah gitu ya. pasti tidak dibaca surat itu,” kata Lucius dalam diskusi di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (22/05/2023).
Lucius diduga melontarkan sindiran sibuk kencan itu terkait terungkapnya pertemuan dan perjalanan yang dilakoni Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias “wanita emas” beberapa waktu lalu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam persidangan Senin (3/4/2023) menilai Hasyim terbukti melakukan pertemuan dan perjalanan dengan Hasnaeni yang berstatus petinggi partai politik.
Hal ini dinilai telah melanggar etik sebagai penyelenggara pemilu. Meski begitu, tidak terdapat bukti dan saksi terkait aduan pelecehan seksual terhadap “wanita emas” tersebut. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan kepada Hasyim.
Selanjutnya, kembali ke persoalan keterbukaan Silon, Lucius memandang KPU tidak terbuka dengan Bawaslu selaku pengawas dalam tahapan Pemilu 2024.
Hal ini antara lain dibuktikan dengan sulitnya Bawaslu mengakses Silon secara utuh. Di sisi lain, Lucius juga menyoroti keengganan para bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang sudah didafatarkan partai politik (parpol) ke KPU tak ingin datanya diketahui publik
“Orang mau dipilih (tapi) tidak mau publik mengatahui dirinya. Saya kira ini yang saya ingin soroti dari penyelenggara (pemilu),” lanjut dia.
Lucius tak menginginkan, lembaga penyelenggara pemilu mendukung langkah bacaleg yang enggan membuka data dirinya kepada publik. Hal ini, ujar dia menambahkan, terjadi di Pemilu 2019.
“Karena di 2019, penyelenggara seperti memberikan angin kepada caleg yang ingin menutup ke publik. Aturan ini terus di pertahankan di 2024, semangat perubahan itu dari penyelenggara sendiri tidak muncul, aturan yang sudah dikritik dipertahankan,” tutupnya.