JAKARTA – Wacana agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk satuan tugas (Satgas) guna menangani pejabat negara yang tidak menyerahkan Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencuat.
Wacana pembentukan Satgas ini dipandang perlu lantaran Ketua KPK, Firli Bahuri dan juga unsur pimpinan KPK lainnya sudah kehilangan wibawa di mata para pejabat.
“Memang pimpinan sekarang tidak ditakuti, tidak ada wibawanya, kontroversial, banyak retorika dan banyak pejabat yang mencibir dan mengabaikan imbauannya (agar menyerahkan LHKPN),” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman seperti dikutip Inilah.com, Kamis (07/04/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Boyamin menilai, apabila KPK benar membentuk Satgas LHKPN, sepatutnya tidak sekadar retorika maupun lips service. Sebab, jika kedua hal itu terjadi, efek kehadiran Satgas LHKPN juga akan tidak jelas.
Sementara, eks penyidik KPK Yudi Purnomo menilai pembentukan Satgas LHKPN belum diperlukan.
Sebab, lembaga anti rasuah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK.
“LHKPN salah satu cara pencegahan antikorupsi. Setiap pejabat harus berani laporkan hartanya. Idealnya 100 persen penyelenggara negara mengisi LHKPN, untuk pencegahan korupsi,” terang Yudi.
Oleh karena itu, KPK harus aktif menggenjot para pejabat agar taat menyerahkan LHKPN.
“Sebagian sudah bagus dijadikan syarat menduduki jabatan atau naik jabatan karena penting pejabat harus melaporkan LHKPN,” kata Yudi.
Sebagai informasi, belasan ribu penyelenggara negara terungkap belum menyampaikan laporan kekayaan ke KPK. Padahal, batas akhir penyampaian LHKPN periodik tahun 2021 pada 31 Maret 2022 lalu.
“Masih terdapat 15.649 wajib lapor atau penyelenggara negara yang belum menyampaikan laporan kekayaannya,” kata Plt. Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (05/04/2022).
Ipi menjelaskan, dari total 384.298 wajib lapor secara nasional, KPK telah menerima 368.649 LHKPN atau 95,93 persen.
Menurut Ipi, penyelenggara negara yang telah melaporkan kekayaannya, yakni pada bidang eksekutif tercatat 96,12 persen. Jumlah ini dari total 305.688 wajib lapor yang telah melaporkan. Sementara, bidang yudikatif 98,06 persen dari total 19.347 wajib lapor.[yud/*]