Keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengawas di tingkat desa dan kelurahan menjadi salah satu sorotan utama sebagai masukan untuk revisi UU Pemilu.
BEKASI – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi menggelar kegiatan penguatan kelembagaan pengawas pemilu bekerja sama dengan Komisi II DPR RI. Acara ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemilu sebelumnya dan merumuskan proyeksi strategis untuk meningkatkan kualitas pengawasan di masa mendatang.
Menegaskan Eksistensi di Luar Tahapan Pemilu
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Kota Bekasi, Choirunnisa Marzoeki, menyatakan kegiatan ini merupakan kolaborasi strategis dengan pimpinan Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, untuk menegaskan peran Bawaslu yang berkelanjutan.
“Kegiatan ini untuk menguatkan kelembagaan, sekaligus menjawab apakah Bawaslu tingkat kota di luar tahapan pemilu ini masih ada secara kelembagaan,” ujar Choirunnisa di Hotel Horison Ultima Bekasi, Rabu (10/09/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, Bawaslu tetap aktif menjalankan tugas sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat meskipun tidak dalam masa tahapan pemilu. Program penguatan seperti ini, lanjutnya, tidak hanya diselenggarakan di Kota Bekasi tetapi juga di seluruh Indonesia untuk menjaga kesiapan institusi.
Serap Aspirasi untuk Revisi UU Pemilu
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menjelaskan kehadirannya adalah untuk menyerap aspirasi langsung dari para penyelenggara pemilu di tingkat daerah. Masukan ini dinilai krusial, terutama karena dalam beberapa bulan terakhir wacana revisi Undang-Undang Pemilu semakin menguat.
“Saya hadir untuk berinteraksi langsung dengan rekan-rekan penyelenggara pemilu dan mendengarkan masukan-masukan dari mereka,” kata Dede Yusuf.
Menurutnya, evaluasi penyelenggaraan pemilu tidak hanya menyangkut aspek teknis, tetapi juga kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bertugas di lapangan, khususnya di badan adhoc.
Tantangan SDM Pengawas Jadi Sorotan Utama
Salah satu isu strategis yang menjadi sorotan utama dalam diskusi tersebut adalah tantangan terkait keterbatasan SDM di badan adhoc pengawasan. Dede Yusuf mencontohkan jumlah Pengawas Kelurahan dan Desa (PKD) yang tidak sebanding dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang harus diawasi.
“Misalnya kita berbicara dari konteks Bawaslu di Panwascam, di bawahnya lagi ada PKD. Satu desa itu hanya ada satu Panwas (PKD), sementara satu desa bisa ada kurang lebih 10 TPS,” ungkapnya.
Kondisi ini, menurut Dede Yusuf, menjadi kendala serius dalam efektivitas fungsi pengawasan. “Nah, dari sisi SDM untuk melakukan fungsi pengawasan, ini harus kita dengar dan kita lihat. Ini menjadi masukan penting bagi kami di DPR,” punggkasnya.
Eksplorasi konten lain dari Rakyat Bekasi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.