JAKARTA – Proses pengadaan sistem perpajakan Coretax (Core Tax Administration System) kini menuai sorotan tajam. Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit dengan tujuan tertentu (PTT) terhadap proyek strategis tersebut.
Mekeng menegaskan, sistem yang seharusnya hadir untuk mempermudah wajib pajak ini justru berpotensi besar merugikan negara.
Padahal, kehadiran Coretax semestinya bisa mempermudah masyarakat dan pengusaha dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
DPR Desak Audit Menyeluruh Proses Pengadaan
Kecurigaan adanya masalah dalam proyek ini diungkapkan dengan jelas oleh Mekeng. Ia meminta BPK mengaudit seluruh aspek, mulai dari proses penetapan vendor hingga kelayakan harga.
“Ini menurut hemat saya, mungkin minta ke BPK untuk dibuat pemeriksaan untuk tujuan tertentu. Dari sisi proses penetapan vendornya, dari sisi harganya, sistemnya ini sudah proper atau belum. Kalau tidak kan ini merugikan negara,” jelas Mekeng seperti dikutip inilah.com, Minggu (26/10/2025).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini membandingkan kondisi di Indonesia dengan negara lain di mana masyarakat merasa nyaman dan mudah dalam membayar pajak.
“(Sementara) kita ini mau bayar pajak saja susah,” ujarnya.
Dukungan untuk Langkah Menkeu Baru
Mekeng turut menyambut baik langkah Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang memutuskan untuk menunda implementasi Coretax.
”Jadi ya saya sih sepakat juga kalau memang dianggap oleh Menkeu yang baru ini, bahwa (Coretax) ini tidak bermanfaat ya, harus dilakukan pemeriksaan,” tegasnya.
Meski demikian, saat ditanya apakah BPK perlu memeriksa mantan Menkeu Sri Mulyani dan mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo, Mekeng enggan berspekulasi lebih jauh.
”Kalau itu proses berikutnya lah… Kan menteri yang sekarang, dia merasa bahwa itu tidak ada manfaat ya dia minta itu supaya di-review, diperiksa gitu lho. Bahwa nanti pemeriksaannya akan memeriksa orang-orang tertentu, ya silakan saja itu kan proses,” pungkasnya.
Pengakuan Menkeu Purbaya: Sistem Coretax ‘Tak Mumpuni’
Sorotan terhadap Coretax semakin tajam setelah pengakuan mengejutkan dari Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.
Ia secara terbuka mengakui bahwa sistem tersebut ‘tak mumpuni’ untuk digunakan, bahkan setelah dikembangkan selama empat tahun.
Sistem ini merupakan warisan dari era Menkeu sebelumnya, Sri Mulyani.
Gandeng ‘White Hacker’ Uji Sistem
Untuk menguji kelayakan sistem Coretax usai dilakukan perbaikan, Purbaya bahkan menggandeng peretas putih (white hat hacker) lokal.
”Kita juga sudah panggil hacker kita, yang jago-jago, ini bukan orang asing. Orang Indonesia tuh hacker-nya jago-jago banget, saya panggil yang ranking-ranking dunia itu yang jagoan… Dan sudah di-test, sudah lumayan,” ujar Purbaya kepada wartawan di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Kualitas Program Disebut Seperti Buatan ‘Lulusan SMA’
Purbaya mengungkap, vendor asing, LG CNS, yang ditunjuk untuk menyelesaikan sistem Coretax, ternyata tidak menemukan jalan keluar atas masalah yang sering muncul.
”Kesimpulannya yang saya bilang tadi, dari problem kritis yang sering dialami pengguna… yang di bawah yang di LG enggak bisa (dibereskan),” kata dia.
Temuan yang paling mengejutkan adalah ketika tim internal Kemenkeu memeriksa source code sistem tersebut. Purbaya menyebut sistem itu seperti dibuat oleh programer amatir.
”Komentarnya lucu deh, begitu mereka dapet source codenya, dilihat sama orang saya. Dia bilang ‘wah ini programmer tingkat baru lulusan SMA’, jadi yang dikasih ke kita bukan orang jago-jagonya kelihatannya,” papar Purbaya.
Analisis Ahli: Kegagalan Sistemik dari ‘Input’ hingga ‘Proses’
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menganalisis potensi kegagalan sistem Coretax menggunakan pendekatan Input-Process-Output.
Menurut Prianto, ketika output atau hasil (sistem Coretax) bermasalah, maka akar penyebabnya dapat dilacak dari dua tahapan sebelumnya.
Masalah Pengadaan di Tahap Input
Prianto menduga masalah sudah ada sejak tahap ‘input’ atau proses pengadaan. Ia menyoroti kemungkinan adanya praktik pengadaan yang tidak sehat, yang sejalan dengan desakan audit oleh DPR.
”Permasalahan di tahapan input, dapat berasal dari proses pengadaan konsultan karena di antaranya ada markup nilai kontrak dan/atau kongkalikong untuk memenangkan rekanan tertentu,” tuturnya.
Kompetensi Pelaksana di Tahap Proses
Tahapan krusial berikutnya adalah ‘proses’ atau eksekusi. Di sinilah Prianto menyoroti kelemahan kompetensi teknis, yang senada dengan kritik Menkeu Purbaya.
“Kemudian,bpermasalahan di tahapan ini berasal dari kompetensi programmer yang tidak memadai. Sebagai akibatnya, pemrograman bahasa Coretax menjadi masalah seperti apa yang terlihat sekarang ini,” tambahnya.
Prianto menekankan pentingnya audit sistematis dan mendalam untuk mengidentifikasi kegagalan di setiap tahapan.
Ia menegaskan solusi yang diberikan tidak boleh bersifat tambal sulam, tetapi harus menyentuh akar masalah.
Kisruh pengadaan sistem Coretax ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kementerian Keuangan. Publik menantikan langkah konkret, termasuk hasil audit BPK, untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.
Bagaimana pendapat Anda tentang carut-marut sistem Coretax ini? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.






























