BEKASI – Pemandangan memprihatinkan mewarnai kegiatan belajar mengajar (KBM) di Unit Sekolah Baru (USB) SMP Negeri 62 Kota Bekasi. Ratusan siswa terpaksa menimba ilmu di gedung tak layak, tanpa fasilitas dasar seperti meja dan kursi, bahkan harus berhadapan dengan banjir saat hujan tiba.
Kondisi ini menjadi ironi di tengah upaya peningkatan mutu pendidikan. Para siswa dari kelas 7 hingga 9 setiap hari harus belajar dengan cara lesehan di lantai keramik yang dingin, memanfaatkan gedung bekas Kantor Kelurahan Medan Satria yang telah dihibahkan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai prioritas dan pengawasan sarana pendidikan di salah satu kota penyangga ibu kota.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kondisi Ruang Kelas yang Jauh dari Ideal
Saat ini, sebanyak 320 siswa tercatat aktif di SMPN 62 Kota Bekasi. Jumlah tersebut dibagi ke dalam sembilan rombongan belajar (rombel), dengan masing-masing tingkatan (kelas 7, 8, dan 9) memiliki tiga kelas.
Akibat keterbatasan ruang, kegiatan belajar dibagi menjadi dua shift, yaitu pagi dan siang. Namun, pembagian waktu ini tidak menyelesaikan masalah utama: ketiadaan fasilitas yang memadai.
”Kalau melihat dari kekurangan kondisi gedung sekolah, kami kembalikan lagi ke anak-anak dan orang tua siswa, melihatnya nyaman atau tidak,” ujar Deni Permadi, Penanggung Jawab USB SMPN 62 Bekasi, saat ditemui jurnalis rakyatbekasi.com, Rabu (08/10/2025).
Ia menambahkan, “Meski kalau anak-anak ada yang nyaman dan ada yang tidak, karena capek, duduknya lesehan.”
Memanfaatkan Gedung Bekas Kantor Kelurahan
Sebagai Unit Sekolah Baru, SMPN 62 berstatus sebagai sekolah filial atau menginduk pada SMP Negeri 19 Kota Bekasi. Ketiadaan gedung permanen memaksa pihak sekolah untuk memanfaatkan bangunan bekas kantor pemerintahan yang sejatinya tidak dirancang untuk proses pembelajaran.
”Nah, kondisi gedungnya seperti ini. Kami selaku guru dalam pelaksanaan KBM tidak bisa berbuat banyak, karena kami hanya menjalankan tugas belajar mengajar,” ungkap Deni.
Menurutnya, tanggung jawab penuh atas pengadaan sarana dan prasarana pendidikan berada di tangan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi.
Pihak sekolah hanya bisa pasrah dan berupaya memaksimalkan kondisi yang ada demi keberlangsungan pendidikan para siswa.
Banjir Menjadi Ancaman Rutin Saat Hujan
Masalah tidak berhenti pada ketiadaan meja dan kursi. Struktur bangunan yang tua dan lokasinya membuat sekolah ini menjadi langganan banjir setiap kali hujan deras mengguyur.
”Tidak bisa dipungkiri apabila terjadi hujan, situasi sekolah terjadi banjir dan kegiatan belajar mengajar turut terganggu. Makanya itulah prihatinnya anak-anak di situ,” kata Deni dengan nada khawatir.
Ia merinci bahwa beberapa ruang kelas, terutama yang ditempati oleh siswa Kelas 9B dan 7B, menjadi yang paling parah terdampak genangan air.
“Ya, belajar tetap berjalan, berjalan sih berjalan, tapi kan belajar dengan kondisi prihatin,” pungkasnya.
Janji Pembangunan Gedung Baru pada Tahun 2026
Harapan akan fasilitas yang lebih layak mulai terlihat. Menurut Deni, pemerintah kota telah memiliki rencana untuk membangun gedung permanen bagi SMPN 62.
”Sudah ada rencana, dianggarkan pada Tahun 2026 akan dibangun Gedung SMP 62 ini oleh Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan),” jelasnya.
Meski demikian, para siswa dan guru harus bersabar dan bertahan dalam kondisi serba terbatas setidaknya selama lebih dari satu tahun ke depan.
”Untuk saat ini, ya nyaman tidak nyaman, bisa dilihat sendiri kondisinya seperti apa,” tutup Deni, menyiratkan harapan agar janji pembangunan tersebut dapat terealisasi tepat waktu demi masa depan pendidikan para siswanya.
Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.