Mahasiswa merupakan iron stock yang sedang menjalani tempaan untuk menjadi otot pengetahuan yang berkualitas dan bermoral serta mampu memajukan bangsa dan negara.
Pemahaman pengetahuan kebelanegaraan kepada mahasiswa merupakan bagian dari upaya pewarisan nilai patriotisme yang sangat penting sebagai bekal menghadapi kompleksitas masa depan.
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III bersama Pusdiklat Bela Negara Kemhan RI memberikan Pembekalan dan Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Bela Negara bagi Mahasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebanyak 46 perguruan tinggi mengikuti kegiatan tersebut secara marathon dan lintas universitas. Berawal di Universitas Bina Sarana Informatika, Universitas Budi Luhur, Universitas Esa Unggul, berakhir dan ditutup di Universitas Gunadharma yang kemudian dirangkaikan dengan upacara peringatan hari Sumpah Pemuda.
Spirit dari kegiatan tersebut adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya bela negara dan aspek-aspek lain khususnya terkait mental dan karakter dalam membangun kecintaan kepada NKRI.
Pendidikan bela negara diberikan untuk meningkatkan kualitas dan daya juang sebagai bangsa. Pendidikan bela negara yang diberikan kepada mahasiswa kali ini menjadi golden time di tengah tantangan kebangsaan kita yang penuh dinamika.
Toksik-toksik sosial dan politik yang membelenggu dan membelah bangsa diharapkan mampu diminimalisir. Kita mengharapkan semangat kebangsaan dan kemampuan untuk berbuat yang terbaik menjadi harapan yang disematkan kepada mahasiswa sebagai generasi yang siap menghadapi dan mengatasi problema kebangsaan kita hari ini dan dimasa depan.
Melalui pendidikan bela negara, kita ingin menghilangkan tujuh ciri manusia Indonesia yang bermuatan negatif, seperti yang pernah diungkapkan oleh Mochtar Lubis, yaitu: (1) hipokrit, (2) enggan bertanggungjawab atas perbuatannya, kelakuannya, dan sebagainya, (3) berjiwa feodal, (4) percaya takhyul, (5) artistik, (6) berwatak lemah, dan (7) ciri lainnya: tidak hemat, lebih suka tidak bekerja keras (kecuali terpaksa), kurang sabar, cepat cemburu dan dengki terhadap orang yang dilihatnya lebih darinya, gampang senang dan bangga pada yang hampa-hampa, manusia-sok, tukang tiru, cenderung bermalas-malasan, cukup logis, masih lemah dalam mengaitkan antara sebab dan akibat, mesra dalam hubungan antar manusia, ikatan kekeluargaan yang mesra, berhati lembut, suka damai, punya rasa humor yang cukup baik, cepat belajar. (Lubis, 2013).
Beberapa dekade kemudian, Imam Ratrioso, mengemukakan delapan profil manusia Indonesia pasca-reformasi, yaitu (1) semakin mementingkan diri sendiri, (2) kemauan belajar yang rendah, (3) semakin agresif, (4) melunturnya kesadaran ke-Indonesia-an, (5) nafsu materialisme yang semakin sempurna, (6) kepasrahan yang tetap tinggi, (7) tetap mudah memaafkan, dan (8) tahan menderita. (Ratrioso,2015).
Watak-watak negatif tersebut di atas, tentu tidak menguntungkan dalam pembangunan karakter bangsa dan harus segera dihilangkan dari tata laku warga negara Indonesia.
Kaum muda/mahasiswa adalah kunci keberlangsungan NKRI sehingga harus siap dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai bela negara sebagai landasan mental kejuangan menghadapi situasi apapun yang terjadi dimasa depan.
Semoga kaum muda kita, benar-benar dapat menjadi pilar negara di masa depan.
Oleh: Kolonel Andi Muh Darlis. [Widyaiswara Madya-Pusdiklat Bela Negara Kemhan RI]