Kebenaran “Ratio Decidendi” Putusan MK Masa Jabatan KPK Lima Tahun

- Jurnalis

Sabtu, 27 Mei 2023 - 20:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Namun yang terpenting dari keyakinan hakim adalah ratio legis yang dituangkan dalam pendapat hukumnya terhadap sebuah permasalahan hukum.

 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ratio legis inilah yang akan memuat landasan pertimbangan filosofis, sosiologis, maupun yuridis yang menjadi konstruksi hakim dalam memutus suatu perkara (Ratio Decidendi).

Jika ratio decidendi hakim ini menjadi mainstream publik atau menjadi rujukan bagi hakim-hakim yang lain (sebagai yurisprudensi) dalam memutus sebuah perkara, berarti pandangan keyakinan hakim tersebut memiliki sebuah nilai yang diyakini kebenarannya serta lebih mendekati rasa keadilan masyarakat.

Dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang seperti itu terbukti telah memberikan makna hukum dan keadilan dalam penanganan permohonan, baik dalam rangka Pengujian Undang-Undang maupun sengketa Pemilu atau Pemilukada.

Dalam praktik yang sudah menjadi yurisprudensi dan diterima sebagai solusi hukum itu, Mahkamah Konstitusi dapat menilai dasar keputusan Mahkamah Konstitusi dengan alasan umum atau prinsip-prinsip keputusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis, yang diatur dalam Pasal 33 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara, dihubungkan sepanjang berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya, sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya adalah lima tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada empat tahun sekali (Vide, Putusan MK Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 2 Desember 2008).

Kalau kita telaah dan cermati, Putusan MKRI tersebut, sejalan untuk membantu lembaga-lembaga utama penegak hukum, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan yang belum optimal menjalankan fungsinya dalam memberantas korupsi secara efektif dan efisien.

Dalam sistem ketatanegaraan, KPK merupakan auxiliary organ yaitu lembaga penunjang yang dibentuk untuk mendorong peranan dari lembaga utama (Kepolisian dan Kejaksaan) yang memiliki tugas dan fungsi untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Meskipun sebagai lembaga penunjang (auxiliary organ), namun kedudukan KPK strategis dalam rangka pemberantasan korupsi maka KPK dikenal juga sebagai lembaga yang tergolong ke dalam lembaga constitutional importance.

Sehingga kedudukan penting dan strategis lembaga KPK tampak jelas dalam Pasal 3 UU 30/2002 yang menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. (Vide, Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 bertanggal 25 Mei 2023).

Tambahan pula, perubahan beberapa ketentuan dalam UU 30/2002 tersebut, diharapkan KPK dapat diposisikan sebagai satu kesatuan aparatur lembaga pemerintahan yang bersama-sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan melakukan upaya terpadu dan terstruktur dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga hal tersebut dapat dilaksanakan secara lebih efektif, efisien, terpadu dan terkoordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Follow WhatsApp Channel rakyatbekasi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

​ID Pers Jurnalis CNN Dicabut Usai Tanya Kasus MBG ke Presiden Prabowo, Kebebasan Pers Dipertaruhkan
Penonaktifan vs Recall Anggota DPR: Manuver Politik atau Langkah Hukum?
Kekerasan Polisi “Police Brutality” Secara Kolektif Terhadap Demonstran
Ancaman bagi Pelaku Pelecehan Seksual Anak: Pidana Penjara Hingga 15 Tahun dan Denda Miliaran Rupiah
Membongkar Paradoks Korupsi K3: Analisis Kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer
Vonis Tom Lembong dan Perdebatan Mens Rea: Benarkah Niat Jahat Belum Terbukti?
Media Sosial vs Media Tradisional: Siapa Pemenang di Era Disrupsi Informasi?
Ancaman 15 Tahun Penjara dan Denda Rp5 Miliar: Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual Anak

Berita Terkait

Senin, 29 September 2025 - 15:25 WIB

​ID Pers Jurnalis CNN Dicabut Usai Tanya Kasus MBG ke Presiden Prabowo, Kebebasan Pers Dipertaruhkan

Selasa, 9 September 2025 - 11:38 WIB

Penonaktifan vs Recall Anggota DPR: Manuver Politik atau Langkah Hukum?

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 08:51 WIB

Kekerasan Polisi “Police Brutality” Secara Kolektif Terhadap Demonstran

Rabu, 27 Agustus 2025 - 14:49 WIB

Ancaman bagi Pelaku Pelecehan Seksual Anak: Pidana Penjara Hingga 15 Tahun dan Denda Miliaran Rupiah

Minggu, 24 Agustus 2025 - 11:04 WIB

Membongkar Paradoks Korupsi K3: Analisis Kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

Berita Terbaru

Eksplorasi konten lain dari RakyatBekasi.Com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca