KOTA BEKASI – Lembaga Investigasi Anggaran Publik (LINAP) mempertanyakan dasar adendum yang diajukan pihak pengelola pasar Jatiasih, terkait pembangunan puluhan kios yang telah dilaksanakan PT Mukti Sarana Abadi (MSA) di luar sepengetahuan Pemerintah Kota Bekasi.
“Kami mempertanyakan kepada Pemerintah Kota Bekasi, DPRD Kota Bekasi terkait landasan hukum PT MSA meminta adendum. Sementara kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja sama belum beres,” ucap Ketua Umum LINAP Baskoro melalui keterangan resminya, Jumat (14/06/2024) lalu.
Dikatakan bahwa dari 13 item kewajiban yang harus dipenuhi pengelola paling krusial seperti pembayaran PBB dengan jumlah fantastis yang disinyalir belum dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara kompensasi yang dibayar setiap tahunnya lebih dari Rp1 miliar hingga 2039 sejak pengelolaan diberikan.
“Sekarang heboh, soal bangunan kios dengan jumlah hingga 53 berikut yang baru dibangun di bawah tangga baru baru ini. Kami mempertanyakan landasan hukum penambahan bangunan kios tersebut,” tegas Baskoro.
Selain itu tambahnya, apa sanksi yang diberikan kepada PT MSA dengannya perbedaan luas lahan, luas bangunan, perbedaan jumlah maupun ukuran kios dan lapak yang tertulis dalam PKS dengan bangunan.
Tidak kalah penting terkait penarikan hak pemakaian tempat dasaran (HPTD) yang pernah heboh karena dikeluhkan para pedagang yang telah membeli kios.
“Berdasarkan investigasi untuk mendapatkan HPTD pedagang harus membayar biaya tambahan bervariasi mulai dari Rp3-4 jutaan, pungutan itu di luar harga kios,” papar Baskoro.
Padahal lanjutnya, izin HPTD tersebut merupakan bukti legalitas bagi para pedagang untuk menempati kios dan hal ini merupakan kewajiban PT MSA kepada para pedagang yang telah melunasi pembayaran kios.
Berikut 13 item yang belum direalisasikan PT MSA seperti dikutip dari surat yang ditandatangani oleh Pj Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhamad yang terbit tanggal 6 Oktober 2023.
- Menyerahkan mobil operasional pengangkut sampah 1 dump truck setelah revitalisasi selesai.
- Menyediakan Genset sesuai perjanjian.
- Menyediakan tempat penampungan sampah sementara.
- PT MSA belum mengurus Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) atas nama Pemkot Bekasi.
- PT MSA belum membayar PBB Pasar Jatiasih periode 2020, 2021, 2022 dan 2023.
- PT MSA belum mengasuransikan seluruh bangunan hasil revitalisasi beserta fasilitas pendukungnya.
- PT MSA belum melaksanakan seluruh rekomendasi Peil Banjir (belum membuat kolam retensi dengan kapasitas 196m³).
- PT MSA belum melaksanakan seluruh rekomendasi Andal Lalu lintas.
- PT MSA belum melaksanakan rekomendasi proteksi kebakaran (terutama splinker dan heat detector yang dipasang seluruhnya).
- PT MSA belum melaksanakan UPL/UKL meski sudah dipasang Sewerage Treatment Plant (STP)/ pengolahan air limbah dengan kapasitas 21,5m³ yang seharusnya dibangun dengan kapasitas 110m³ sehingga kurang pasang 88,5m³.
- Terdapat perbedaan luas lahan, luas bangunan dan perbedaan jumlah maupun ukuran kios dan lapak antara PKS (perjanjian kerjasama) dan yang terbangun. Sehingga perlu dilakukan addendum perjanjian kerjasama terkait perbedaan luas lahan, luas bangunan dan perbedaan jumlah, perbedaan luas dan ukuran kios dan lapak. Ada 51 kios yang belum masuk dalam perjanjian kerjasama.
- Belum adanya laporan penyelesaian pembangunan 100 persen konstruksi.
- Belum adanya penyerahan 10 persen dari hasil Bangun Guna Serah (BGS) sesuai dengan Permendagri nomor 19 tahun 2016.
Dalam penutup surat tertulis batas waktu yang diberikan Pemkot Bekasi ke PT MSA untuk menyelesaikan 13 item tersebut selambatnya 7 (tujuh) hari setelah surat diterima PT MSA.
Namun, dalam surat yang ditandatangani oleh Pj Wali Kota Bekasi tak termuat soal sanksi, jika dari ke 13 item kewajiban yang harus dipenuhi tersebut tidak direalisasikan oleh pengelola Pasar Jatiasih.
LINAP diketahui telah bersurat resmi ditujukan kepada DPRD Kota Bekasi, Pemkot Bekasi dan PT MSA sendiri untuk mempertanyakan berbagai hal terkait pengelolaan pasar hak dan kewajibannya.