KOTA BEKASI – Rasa kekhawatiran tampaknya masih mengguncang Orang Tua/Wali Murid di Kota Bekasi bilamana mengizinkan Putra-putrinya mengikuti kegiatan Studi Tur yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. Kekhawatiran tersebut dikeluhkan (sebut saja) Arya Dwipangga, Wali Murid di salah satu Sekolah Negeri di bilangan Kecamatan Bekasi Utara.
Pasca tragedi maut rombongan pelajar SMK asal Depok, Jawa Barat yang mengalami kecelakaan di jalan turunan Ciater, Subang, Sabtu (11/05/2024) lalu, turut berdampak dengan pemberian izin dari orang tua yang berpikir dua kali untuk membolehkan anaknya mengikuti kegiatan tersebut.
“Semenjak kejadian yang kemarin Depok itu, kan jadi agak was-was ya. Jadi memang dua bulan yang lalu di SD (anak saya ini) kita melakukan rapat, baik Guru, Kepala Sekolah dan Wali Murid. Dalam rapat itu memang Kepala Sekolah menegaskan diatidak mengizinkan untuk keluar (kegiatan Studi Tur), jadi hanya di dalam sekolah saja,” ujar Arya Dwipangga saat dihubungi RakyatBekasi.com melalui sambungan telepon, Selasa (14/05/2024) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendati demikian, Arya mengaku masih ada sejumlah wali murid yang tetap memaksakan kegiatan Studi Tur tetap berlangsung di luar Bekasi hingga sekitar wilayah Ciawi, Bogor. Dengan biaya akomodasi mencapai Rp 500 ribu per siswa dengan moda transportasi Bus.
“Cuma yang kita sayangkan, salah satunya kita berat di biaya. Saya sih berfikir daripada seperti itu, mending buat tambah-tambah dia (anak saya) masuk SMP,” tutur Arya.
Sehingga akhirnya muncul kesepakatan bahwa Korlas (Koordinator Kelas) tetap melanjutkan kegiatan Studi Tur, meskipun tak sedikit orang tua/Wali Murid tidak menyetujui.
“Ini beberapa orang saya melihat mereka sama, sampai si Korlas ini seolah-olah suara terbanyak, sampai akhirnya suara penolakan tidak didengar. Di awal bulan mereka sudah sampai DP mobil segala, terus tempat rekreasi pun sudah. Saya tahu dari salah satu panitia,” imbuhnya.
“Akhirnya korlas ini meminta si wali kelas untuk menyetujui dan dengan alasan memakai nama anak-anak. Harusnya kan bisa dimusyawarahkan dong (untuk dibatalkan sewa lain-lainnya) karena kan kejadian ini baru, di luar prediksi kita, maksud saya gitu. Tapi satu, mungkin lebih berat di Wali Murid, karena kita kan harus membiayai bus gurunya juga,” tambahnya.
Kegiatan Studi Tur anaknya, kata Arya, dijadwalkan berangkat di awal Bulan Juni 2024. Dengan peserta 76 siswa yang berasal dari dua kelas.
“Sampai tadi saya tanya kembali kepada Wali Murid lainnya, ini kita fix? Karena ini kan baru tanggal 13 Mei kemarin (tragedi maut). Di tengah ketidakpastian batal atau ditunda, sampai saya dibilang kalau mau ikut ya ikut, kalau engga ya nggak usah ribet. Walaupun ikut engga ikut, tetap harus bayar,” keluhnya.
Arya mengungkapkan bahwa ia berencana mengadukan hal ini kepada Guru Wali kelas, namun Arya diingatkan agar tidak maju seorang diri.
“Saya sebenarnya mau ngomong sama wali kelas, cuma teman saya ini bilangnya saya jangan sendiri. Ada beberapa yang saya ajak, yuk temuin wali kelas, tapi mereka, duh gua nggak mau ribet, gua engga enak gurunya ini (dekat mungkin),” katanya.
Sementara itu terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi Warsim Suryana menegaskan bahwa persoalan Studi Tur, pihaknya telah mencoba menindaklanjuti Surat dari Pj Gubernur Jawa Barat perihal kegiatan serupa.
Atas dasar itulah, Warsim mengatakan bahwa Dinas Pendidikan tengah menunggu arahan atau disposisi dari Pj Wali Kota Bekasi terkait kegiatan tersebut.
“Apakah cukup dengan Gubernur saja atau seperti apa? Karena harus ditindaklanjuti, kita menunggu seperti apa disposisi Pak Pj. Karena kalau mengacu dengan (surat Pj Gubernur Jabar) itu kan, kita masih diperbolehkan (kegiatan Studi Tur ataupun Perpisahan) selama masih di Provinsi Jawa Barat. Kedua, harus melihat kondisi kendaraan, layak pakai atau tidak. Karena kan kita tidak boleh juga mengambil kebijakan di atas kebijakan,” pungkasnya.