Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe, mengungkapkan bahwa Pemerintah Daerah masih mencari format terbaik dalam membina siswa yang dianggap bermasalah melalui program Wajib Militer.
Program ini merupakan bagian dari kebijakan yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan tujuan membentuk karakter dan meningkatkan kedisiplinan siswa.
Menurut Harris, program ini tidak bersifat wajib atau memaksa, melainkan sebagai opsi bagi orang tua yang merasa kesulitan dalam membina anak mereka secara mandiri.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami masih mencari format yang tepat, tetapi keputusan tetap ada di tangan orang tua. Jika mereka bersedia, kami akan mendidik anak-anak mereka dengan metode ini,” ujarnya dalam keterangannya pada Minggu (18/05/2025).
Harris menegaskan bahwa kebijakan ini tidak dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah Daerah. Sebelum siswa dikirim ke Barak Militer, orang tua harus memberikan surat pernyataan yang menyatakan kesediaan mereka.
“Kami tidak bisa mengambil anak-anak begitu saja. Semua harus berdasarkan persetujuan orang tua,” tambahnya.
Program ini telah berjalan selama dua pekan di Kota Bekasi dan mulai menunjukkan hasil positif. Menurut Harris, beberapa siswa yang telah mengikuti program ini mengalami perubahan sikap yang lebih disiplin dan bertanggung jawab.
“Kami melihat ada perubahan perilaku yang cukup signifikan. Setelah tahap pertama ini selesai, kami akan mengevaluasi hasilnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah berkonsultasi dengan dua barak militer yang akan dijadikan lokasi pelaksanaan program ini, yaitu:
- Batalyon Infanteri Mekanisme 202/Tajimalela
- Batalyon Armed 7/155 Gerak Sendiri
“Kami sedang menjajaki bagaimana proses kurikulum dan pelatihan akan diterapkan. Saat ini, masih dalam tahap komunikasi dan perencanaan,” ujar Tri Adhianto dalam keterangannya pada Minggu (04/05/2025).
Meskipun program ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa, beberapa pihak mempertanyakan efektivitas dan dampak jangka panjangnya.
Komnas HAM sebelumnya menyatakan bahwa keterlibatan TNI dalam pendidikan siswa perlu ditinjau ulang karena berpotensi melanggar hak anak.
Di sisi lain, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program ini merupakan solusi untuk mengatasi kenakalan remaja yang semakin meningkat.
Selain itu, beberapa daerah di Jawa Barat mulai mengadopsi kebijakan serupa sebagai upaya menekan angka kenakalan remaja.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga berencana memperluas program ini ke tingkat SMA dan SMK, dengan fokus pada siswa yang memiliki risiko tinggi terhadap perilaku negatif.